Monday, March 31, 2008

KRISIS GLOBAL

Babak Baru Krisis Finansial Global
Jumat, 28 Maret 2008 | 00:59 WIB

Hari-hari ini dunia dibuat terus berdebar menyaksikan perkembangan di Amerika Serikat (AS). Semua menunggu langkah apa lagi yang akan ditempuh Pemerintah maupun Bank Sentral AS (Fed) atau bank-bank sentral negara maju lain, untuk mencegah kian meluasnya gejala krisis finansial global yang bermula dari krisis kredit macet perumahan (sub-prime mortgage) di AS.

Sejak krisis kredit macet perumahan merebak pada Juli 2007, sudah banyak langkah ditempuh The Fed dan pemerintahan Presiden George W Bush untuk mencegah resesi ekonomi AS dan meredam kepanikan di pasar finansial. Termasuk serangkaian pemotongan suku bunga secara maraton, peluncuran paket stimulus ekonomi senilai 163 miliar dollar AS, dan injeksi likuiditas ke sistem finansial.

Dampak krisis kredit perumahan bukannya mereda, justru meluas dari pasar kredit ke sistem perbankan dan keuangan secara keseluruhan. Bahkan ke seluruh sektor perekonomian, dan berpotensi memicu resesi ekonomi dan krisis finansial global yang lebih luas.

Berbagai statistik seperti pertumbuhan industri dan angka pengangguran, menunjukkan resesi di AS sudah terjadi. Beberapa kalangan, termasuk mantan Menteri Keuangan AS Robert Rubin, mantan pimpinan Fed Alan Greenspan dan Dana Moneter Internasioanl (IMF) sudah mengingatkan kemungkinan situasi lebih buruk ke depan. Presiden Federal Reserve New York Tim Geithner bahkan terus terang mengakui Amerika mengalami financial meltdown.

Padahal, pada Agustus 2007 mereka masih meyakinkan bahwa krisis perumahan tidak akan menyebar ke sektor pasar uang lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Faktanya, sejak itu kepanikan melanda seluruh pasar finansial. Investor berebut hengkang dari pasar. Aksi rush (bank run) ini membuat seluruh sistem finansial tak berfungsi. Krisis likuiditas juga membuat perekonomian lumpuh. Sejumlah bank besar atau hedge fund yang bermain sekuritas berbasis sub-prime mortgage (mortgage-backed securities/MBS) yang macet, kolaps atau dalam kesulitan keuangan.

Langkah Fed menginjeksikan likuiditas 200 miliar dollar AS melalui fasilitas Term Auction Facility (TAF) ke pasar uang dan menyelamatkan bank investasi raksasa Bear Stearns (lewat akuisisi oleh JP Morgan Chase yang didukung pendanaan dari Fed) Maret lalu, semakin membuktikan sistem perbankan AS memang sudah bangkrut. Bahkan ada yang mengibaratkan institusi finansial AS saat ini sebagai zombie, secara teknis sudah mati, tetapi masih beroperasi.

Lewat skema itu, Fed juga mensinyalkan pihaknya tak akan segan intervensi langsung di pasar modal untuk mencegah terus bergugurannya harga saham. Padahal jelas, intervensi di pasar modal bukan mandat bank sentral. Secara tak langsung, langkah itu juga menunjukkan kepanikan bank sentral dari perekonomian terbesar di dunia itu. Indikasi lain kepanikan Fed adalah penurunan suku bunga hari Minggu (23/3) saat semua libur.

Kehabisan amunisi

Berbagai langkah pemerintah AS dan Fed untuk sesaat memang menenangkan pasar dan indeks saham sempat rebound, meski tak bertahan lama. Ini menunjukkan pemotongan suku bunga saja tak cukup.

Demikian pula, beberapa kebijakan menginjeksikan likuiditas ke sistem finansial dan perbankan yang mengalami krisis likuiditas melalui sejumlah instrumen. Beberapa ekonom melihat ini sebagai bentuk bailout de facto oleh Fed dan membuat Fed berubah menjadi semacam tempat penggadaian MBS.

Langkah itu pun takkan banyak menolong, mengingat outstanding sub-prime mortgage mencapai 11 triliun dollar AS.

Krisis yang melanda perbankan, pasar saham dan pasar uang AS menandai babak baru krisis finansial global. Sejumlah analis mengatakan ini menunjukkan sistem finansial global telah gagal. Dampak krisis di AS juga berimbas ke perbankan dan lembaga investasi di negara lain.

Sejumlah bank investasi lain diprediksikan akan menyusul Bear masuk dalam ruang perawatan Fed. Bear juga bukan bank pertama yang kesulitan keuangan. Sebelumnya Citigroup Inc, Merril Lynch dan Morgan Stanley juga dipaksa meminta bailout dari investor luar, termasuk lembaga investasi milik pemerintah asing.

Too big to fail?

Untuk menyelamatkan Bear Stearns, Fed menyediakan dana 30 miliar dollar untuk mendukung akuisisi Bear oleh JP Morgan Chase. Nilai akuisisi itu hanya 1 persen dari nilai Bear tiga pekan sebelumnya, atau diskon 93,3 persen dari nilai kapitalisasi Bear per 14 Maret dan 98,8 persen dari nilai buku per 29 Februari. Harga saham Bear yang pernah mencapai level tertinggi 159,36 dollar, 14 Maret lalu hanya ditutup pada 30 dollar.

Kenapa Fed harus menyelamatkan Bear? Ambruknya Bear bisa memicu krisis kepercayaan yang lebih besar, karena memiliki keterkaitan dengan sejumlah lembaga keuangan lain.

Kolapsnya Bear berpotensi memicu krisis kepercayaan yang lebih besar dibandingkan saat terjadinya krisis Long Term Capital Management (LTCM--hedge fund raksasa yang ambruk karena transaksi derivatif tahun 1998). Krisis LTCM waktu itu juga nyaris merontokkan sistem perbankan global dan memaksa Fed melakukan bailout. Nilai pokok kredit macet di Bear ini mencapai 900 miliar dollar AS atau tujuh kali lipat LTCM.

Apalagi, makroekonomi AS kini jauh lebih rentan dibandingkan saat krisis LTCM. Sebagai perbandingan, defisit transaksi berjalan yang dulu 2 persen, sekarang 8 persen. Rasio utang pasar kredit terhadap PDB dulu sekitar 250 persen, sekarang 330 persen. Rasio utang rumah tangga dulu 65 persen terhadap PDB, sekarang 100 persen. Utang kartu kredit rumah tangga saja menurut The Center for American Progress sudah mencapai 790 miliar dollar AS, empat kali lipat dalam satu dekade.

Yang pasti, sejak krisis sub-prime merebak Juli 2007, indeks harga saham global sudah jatuh lebih dari 10 persen. Kerugian akumulatif 5 triliun dollar lebih. Bank dan lembaga keuangan kian pelit menyalurkan kredit. Terjadi pula krisis likuiditas yang luar biasa di seluruh sistem finansial.

Wednesday, March 26, 2008

PLN Dirombak agar Responsif

Struktur Baru Memungkinkan Regionalisasi Tarif


KOMPAS/LUCKY PRANSISKA / Kompas Images
Direktur Utama PLN yang baru Fahmi Mochtar (kiri) berjabatan tangan dengan Eddie Widiono Suwondho, seusai pelantikan di Gedung Kementerian Negara BUMN, Jakarta, Senin (10/3). Fahmi menggantikan Eddie Widiono sebagai Dirut PLN yang masa jabatannya telah habis.
Selasa, 11 Maret 2008 | 00:43 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah mengharapkan perombakan struktur organisasi akan membuat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) lebih responsif menangani masalah kelistrikan. Selain itu, dengan struktur baru, badan usaha milik negara ini diharapkan dapat segera menyiapkan regionalisasi tarif listrik.

Menurut Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil, wilayah Indonesia yang terlalu besar membutuhkan penanganan yang sifatnya kewilayahan atau regional.

”Ada beberapa hal yang tidak bisa lagi ditangani terpusat. Nanti, misalnya, kalau ada masalah di daerah Jawa Madura dan Bali, baik itu di hulu maupun hilir, sudah jelas siapa yang bertanggung jawab,” ujar Sofyan saat melantik jajaran direksi baru PT PLN, Senin (10/3) di Jakarta.

Perubahan struktur organisasi PLN, menurut Sofyan, tidak untuk memecah organisasi BUMN itu. ”Tidak seperti yang dikhawatirkan serikat pekerja, sama sekali tidak mengarah ke unbundling,” kata Sofyan.

Ia menjelaskan, dengan organisasi yang lebih regional, akan memudahkan PLN melakukan hal-hal yang dalam struktur lama tidak dimungkinkan, antara lain regionalisasi tarif.

”Artinya, kalau layanan listrik bagus, wajar bayar lebih mahal. Kalau dekat dengan sumber energi, harusnya bayar lebih murah. Intinya, bisa merespons kebutuhan setempat,” papar Sofyan.

Kalimantan Timur yang memiliki sumber batu bara dan gas melimpah, misalnya, seharusnya tidak mengalami masalah pasokan listrik. ”Pemerintah akan memberikan keleluasaan bagi wilayah seperti itu untuk memiliki listrik sendiri,” kata Sofyan.

Direksi baru

Direksi baru PLN yang dilantik adalah Direktur Utama Fahmi Mochtar, Wakil Direktur Utama Rudiantara, Direktur Konstruksi Strategis M Agung Nugroho, Direktur Perencanaan dan Teknologi Bambang Praptono, Direktur Jawa Madura Bali Murtaqi Syamsuddin, Direktur Luar Jawa Madura Bali Hariadi Sadono, Direktur SDM dan Umum Supriadi, serta Direktur Keuangan Setio Anggoro Dewo.

Adapun jabatan Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan, Direktur Transmisi dan Distribusi, serta Direktur Pembangkitan dan Energi Primer dihilangkan.

Dari susunan direksi baru, hanya Fahmi Mochtar yang berasal dari jajaran direksi lama. Sejak Januari 2008, Fahmi menjadi pelaksana tugas Direktur Pembangkitan dan Energi Primer. Fahmi menggantikan Ali Herman, yang diberhentikan karena dinilai lalai menjaga keandalan pembangkit.

Dua direksi berasal dari luar PLN, yaitu Rudiantara, sebelumnya Wakil Dirut PT Semen Gresik, dan Setio Anggoro Dewo, Komisaris Independen PT Indonesia Power.

Masuknya orang luar dengan latar belakang keuangan, seperti Rudi dan Setio, kata Sofyan, diharapkan bisa menciptakan dinamika organisasi.

Selain itu, untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan proyek percepatan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, Direktur Konstruksi Strategis akan menjadi supervisor sehari-hari.

Fahmi Mochtar menyatakan, akan segera melengkapi struktur organisasi baru. ”Level deputi juga harus dirombak, kami upayakan selesai dalam sebulan. Selain itu, PLN akan merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan 2008 untuk menyesuaikan dengan perubahan sejumlah asumsi,” ujarnya.

Adapun soal penerapan tarif insentif dan disinsentif, meski pemerintah menyatakan memberlakukannya mulai April, menurut Fahmi, hal itu masih akan dibicarakan dengan DPR.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengkhawatirkan perhatian manajemen PLN akan tersedot untuk memantapkan struktur baru. Sebab, hal itu bukan hal yang mudah, apalagi perombakan dilakukan sampai ke bawah.

”Saya khawatir justru masalah yang mendesak terabaikan. Misalnya, bagaimana mengatasi masalah struktural energi primer, mempercepat pembangunan pembangkit, dan mengantisipasi pelayanan yang semakin menurun karena kurangnya tambahan daya,” kata Fabby. (DOT)

Asumsi APBN-P 2008 Dirombak

Tahun Politik, Rp 80 Triliun untuk Rakyat Miskin
Kamis, 6 Maret 2008 | 02:17 WIB

Jakarta, Kompas - Panitia Kerja Asumsi dan Penerimaan Negara merombak asumsi ekonomi Rancangan APBN Perubahan 2008 yang diusulkan pemerintah. Perombakan terutama terkait parameter minyak karena dinilai asumsi harga minyak mentah dan produksi minyak siap jual (lifting) belum realistis.

”Asumsi harga minyak mentah Indonesia diubah dari 83 dollar AS menjadi 85 dollar AS per barrel. Lifting ditambah dari target awal 910.000 barrel per hari menjadi 960.000 barrel per hari,” ujar Ketua Panitia Kerja Asumsi dan Penerimaan Negara Suharso Monoarfa di Jakarta, Rabu (5/3).

Menurut Suharso, asumsi harga minyak dinaikkan menjadi 85 dollar AS per barrel dengan harapan ada kenaikan penerimaan negara, yang tidak diikuti peningkatan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal itu dimungkinkan karena asumsi harga baru disesuaikan dengan harga pembelian produk minyak impor.

”Sementara dengan kenaikan lifting, kami berharap ada kenaikan penerimaan Rp 10-12 triliun. Namun, pemerintah harus bisa mengubah kontrak pembelian minyak mentah antara Chevron dan Conoco sebesar 50.000 barrel, yang menjadi basis penambahan lifting itu,” ujarnya.

Pengamat Perminyakan Kurtubi mengatakan, asumsi harga minyak 85 dollar AS per barrel cukup realistis dibanding asumsi 60 dollar AS per barrel dalam APBN 2008. Harga minyak diperkirakan berfluktuasi 70-110 dollar AS per barrel, dengan rata-rata 90 dollar AS per barrel.

Untuk menjaga agar APBN-P 2008 tidak semakin tertekan, pemerintah harus meninjau kembali patokan perhitungan subsidi BBM, serta mempercepat diversifikasi minyak tanah ke LPG dan premium ke bahan bakar gas.

Rapat Panitia Kerja Asumsi dan Penerimaan Negara juga menetapkan asumsi nilai tukar rupiah 9.100 per dollar AS. Sebelumnya diusulkan asumsi nilai tukar rupiah 9.150 per dollar AS.

Asumsi makro lainnya ditetapkan sama dengan usulan pemerintah dalam RAPBN-P 2008. Inflasi ditetapkan 6,5 persen. Pertumbuhan ekonomi 6,4 persen.

Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Boediono mengatakan, pihaknya berupaya memacu pertumbuhan ekonomi dengan menyusun rencana aksi khusus, yakni, antara lain, restrukturisasi BUMN, reformasi sektor keuangan, program insentif yang rasional, dan peningkatan efektivitas APBN dan APBD.

”Tim yang terlibat adalah nonpartisan sehingga tidak mengganggu Pemilu 2009,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri menegaskan, seluruh program itu bisa berjalan jika Menko Perekonomian memiliki cukup kewenangan. ”Selama tidak ada tambahan wewenang, semuanya tidak akan berhasil,” tuturnya.

Rakyat miskin

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, meski tahun 2008 suhu politik mulai memanas, pemerintah tetap menganggarkan Rp 80 triliun untuk rakyat miskin. Hal itu disampaikan pada peninjauan realisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di Desa Kertamaya, Bogor, Jawa Barat.

Presiden didampingi Ny Ani Yudhoyono menyatakan, anggaran untuk membantu rakyat miskin terus ditingkatkan. Tahun 2004 sebesar Rp 19 triliun, 2005 sebesar Rp 24 triliun, 2006 sebesar Rp 41 triliun, dan 2007 sebesar Rp 51 triliun.

Dengan asumsi jumlah rakyat miskin 36 juta, jika anggaran Rp 80 triliun dibagi rata, masing- masing rakyat miskin akan mendapat Rp 2,2 juta. (OIN/INU)

Masalah Ekonomi Justru Diabaikan

Pimpinan DPR Akan Jelaskan Pemilihan Gubernur BI
Selasa, 25 Maret 2008 | 01:29 WIB

Jakarta, Kompas - Berlarut-larutnya proses pemilihan Gubernur Bank Indonesia mengesankan pemerintah dan parlemen lebih mementingkan persoalan politik ketimbang ekonomi yang saat ini justru tengah menghadapi tekanan hebat. Polemik seharusnya dihentikan agar tercipta kepastian.

Demikian rangkuman pendapat Direktur Indef Fadhil Hasan, pengamat perbankan dan pasar modal Mirza Adityaswara, ekonom BNI Tony Prasetiantono, serta bankir Krisna Wijaya, Senin (24/3) di Jakarta.

Krisna mengatakan, berlanjutnya polemik soal pemilihan Gubernur BI bisa menimbulkan kesan tidak adanya kepedulian yang tinggi terhadap situasi perekonomian yang tengah guncang saat ini. ”Kalau masalah politik lebih diprioritaskan, yang akan terjadi adalah berkurangnya kepercayaan terhadap pasar keuangan Indonesia. Ini membuat perekonomian makin tidak kondusif,” ujarnya.

Menurut Mirza, situasi pasar keuangan saat ini sedang penuh ketidakpastian, yaitu seberapa parah resesi Amerika Serikat.

Adapun di domestik masih tidak ada kesepakatan bagaimana memecahkan defisit APBN akibat harga minyak yang tinggi dan masalah inflasi.

”Ruwetnya proses pencalonan Gubernur BI telah memperburuk situasi. Namun demi penyempurnaan tata krama politik ke depan, ada baiknya DPR menjelaskan alasan penolakan sehingga presiden punya pegangan untuk mengajukan calon baru kepada DPR,” katanya.

Tony mengatakan, proses pemilihan Gubernur BI yang berlarut-larut bisa menimbulkan persepsi negatif, terlebih di saat sekarang ketika perekonomian dunia tengah dicekam ketidakpastian dan ancaman resesi.

”Sebaiknya perseteruan tidak berlanjut. Lobi harus dilakukan kedua pihak untuk mencari titik temu,” katanya.

Sedangkan Fadhil mengatakan, prahara bertubi-tubi yang menimpa bank sentral, mulai dari kasus aliran dana BI hingga berlarut-larutnya pemilihan Gubernur BI, sedikit banyak membuat proses kerja BI terganggu dan menambahkan ketidakpastian di pasar. Terbukti, inflasi inti bulan Februari 2008 cukup tinggi dan BI melakukan intervensi valas yang cukup besar untuk menstabilkan nilai tukar.

Terus berlangsung

Perseteruan pemerintah dengan parlemen soal pemilihan Gubernur BI terus berlangsung hingga kini.

Setelah calon Gubernur BI yang diajukan presiden, yakni Agus Martowardojo dan Raden Pardede, ditolak, pemerintah mendesak parlemen untuk menjelaskan secara resmi alasan penolakan. Presiden dalam suratnya kepada pimpinan DPR No R-15 Pres/3/2008 meminta DPR dapat menjelaskan latar belakang alasan penolakan kedua calon yang diusulkan untuk dapat mengajukan calon baru yang tepat.

Permintaan presiden itu, menurut Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) Endin AJ Soefihara, tak relevan. ”Menolak atau menerima bagi DPR sama konstitusionalnya,” katanya.

Kendati demikian, lanjut Endin, pimpinan DPR tetap akan memenuhi permintaan presiden tersebut. Hanya, penjelasan terbatas pada proses dan mekanisme pemilihan Gubernur BI.

Artinya, penjelasan bukan mengenai hal yang substansial terkait kelayakan dan kepatutan Agus dan Pardede sebagai calon Gubernur BI.

Sementara itu Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa menyatakan, calon baru Gubernur BI yang diusulkan oleh Presiden, bisa saja yang lama, tetapi bisa juga yang baru. Sebab, hingga kini banyak yang berpendapat, ketentuan di Undang-undang BI hanya menyatakan jika calon yang diajukan Presiden tidak mendapat persetujuan DPR, maka Presiden akan mengajukan usulan baru.

"Nah, usulan baru itu bisa saja (nama) yang lama, bisa juga (nama) yang baru. Tetapi yang jelas usulan baru," tandas Hatta.

Pasal 41 ayat 3 UU No. 3/2004 tentang BI menyatakan, "Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubenur BI sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak disetujui DPR, Presiden wajib mengajukan calon baru". Penjelasan ayat ini menyatakan cukup jelas. (FAJ/OIN/har)

Kebijakan Disinsentif Listrik Dibatalkan

Selasa, 25 Maret 2008 | 01:39 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah membatalkan rencana menekan subsidi listrik melalui penerapan program disinsentif. Sebagai gantinya, pemerintah akan mengenakan tarif nonsubsidi untuk pelanggan listrik yang pemakaiannya melebihi rata-rata nasional.

Perubahan kebijakan itu terungkap dalam rapat kerja antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi VII DPR, Senin (24/3).

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi J Purwono mengemukakan, penerapan tarif multiguna atau tarif nonsubsidi akan diujicobakan mulai April 2008 kepada pelanggan rumah tangga golongan 3 (R3) di lima provinsi.

Daya tersambung R3 adalah 6.600 volt ampere (VA). Kelima provinsi itu adalah Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. ”Jadi program insentif dan disinsentif tidak ada lagi, diganti dengan tarif multiguna,” ujar Purwono.

Alasannya, R3 adalah golongan masyarakat mampu yang masih menikmati tarif listrik subsidi. Tarif listrik R3 Rp 900 per kWh, sementara biaya pokok penyediaan oleh PLN mencapai Rp 1.300 per kWh.

Dalam rapat dengan Komisi VII kemarin, pemerintah mengusulkan subsidi listrik Rp 61 triliun dengan memperhitungkan ada penghematan sebesar Rp 5 triliun. Semula target penghematan diusulkan Rp 10 triliun.

Dari hitungan penghematan Rp 5 triliun itu, kontribusi melalui penalti tarif listrik dan lampu hemat energi hanya Rp 2,7 triliun.

Pada awalnya Dirut PT PLN Fahmi Mochtar memaparkan perubahan rencana penalti disinsentif yang hanya akan diterapkan pada konsumen R3.

Namun, anggota DPR menyangsikan target penghematan Rp 2,7 triliun dapat dicapai dengan penerapan disinsentif pada kelompok R3 yang jumlahnya sangat terbatas.

Dari 37 juta pelanggan PLN, jumlah pelanggan R3 hanya 81.000. Setelah ditanya lebih jauh soal rincian penghematan, direksi PLN tidak bisa menunjukkan contoh perhitungan. Akhirnya, rapat diskors. Dalam pembicaraan antara pemerintah dan PLN, muncul opsi baru mengganti penalti disinsentif dengan penerapan tarif multiguna. (DOT)

Tuesday, March 25, 2008

4.000 Tentara AS Tewas di Irak

4000 Tentara AS Tewas di Irak
Desakan Penarikan Pasukan AS Akan Kembali Menguat


Getty Images/Wathiq Khuzaie / Kompas Images
Tentara AS menghadiri acara Paskah di Kamp Liberty, Baghdad, Irak, Minggu (23/5). Pada hari yang sama empat tentara AS tewas dalam bentrokan berdarah.
Selasa, 25 Maret 2008 | 01:07 WIB

Baghdad, Senin - Selama lima tahun invasi di Irak, tentara AS yang tewas mencapai 4.000 jiwa, Senin (24/3). Data dari situs www.icasualties.org, korban tewas menginjak angka 4.000 setelah empat tentara tewas ketika patroli di Baghdad, Minggu (23/3).

Selain korban yang tewas, lebih dari 29.000 tentara terluka. Jumlah tentara yang tewas itu meningkat setelah Presiden AS George W Bush mengumumkan akan mulai mengakhiri perang besar-besaran di Irak tanggal 1 Mei 2003. Ketika itu AS mulai terjepit antara konflik sektarian dan meningkatnya perlawanan kelompok bersenjata anti-AS.

Menurut icasualties.org, 81,3 persen tentara AS tewas akibat serangan kelompok Al Qaeda, kelompok Sunni yang setia kepada Saddam Hussein, dan kelompok Syiah radikal. Sisanya tewas akibat insiden yang tidak terkait dengan pertempuran. Penyebab paling tinggi kematian tentara AS adalah bom-bom yang dipasang di pinggiran jalan. Selain bom di pinggir jalan, ledakan bom mobil, bom bunuh diri, serta serangan roket juga menjadi penyebab kematian tentara AS.

Invasi AS ke Irak dapat dianggap sebagai perang paling mematikan bagi AS setelah Perang Vietnam. Pada Perang Vietnam 58.000 tentara AS tewas (1964-1973), atau rata-rata setiap hari ada 26 tentara AS tewas.

Di Irak, rata-rata setiap hari ada dua tentara AS tewas. Menurut statistik icasualties.org, tahun paling mematikan bagi militer AS di Irak adalah tahun 2007 saat 901 tentara tewas. Pada tahun 2003 sebanyak 486 tentara tewas. Tahun 2004 sebanyak 849 orang, tahun 2005 sebanyak 846 orang, dan tahun 2006 sebanyak 822 orang tewas.

”Provinsi maut”

Dalam lima tahun terakhir ini sebagian besar serangan terjadi di empat dari 18 provinsi yang ada di Irak. Gejolak kekerasan tertinggi terjadi di Provinsi Anbar (Sunni). Di wilayah itu terdapat 1.282 tentara AS yang tewas sejak invasi oleh AS dimulai tahun 2003. Selanjutnya menyusul Baghdad dengan 1.255 tentara, Salaheddin (376 tentara), dan Diyala (238 tentara).

Khusus di Anbar dan Salaheddin, militer AS menghadapi perlawanan dari kelompok yang anti-AS. Sementara di Baghdad dan Diyala, AS terjepit di antara konflik tiga arah di antara kelompok Al Qaeda, kelompok Sunni yang setia kepada Saddam, dan kelompok bersenjata Syiah.

Gejolak kekerasan yang terjadi di Irak dengan banyaknya korban tewas itu seakan menegaskan keamanan Irak yang lemah. Apalagi sejak Januari 2008 tingkat gejolak keamanan meningkat meski menurut komandan-komandan militer AS, secara keseluruhan tingkat gejolak kekerasan di Irak turun 60 persen sejak Juni.

Jumlah korban tewas yang meningkat hingga 4.000 tentara itu diyakini akan memengaruhi opini publik AS. Isu itu juga akan kembali menjadi sorotan dalam kampanye presiden AS. Desakan agar semua tentara AS segera ditarik diyakini akan kembali marak.

Pengamat Irak di Pusat Studi Strategi dan Internasional di AS, Anthony Cordesman, menyebutkan 4.000 tentara AS yang tewas itu akan memicu gelombang perdebatan antara yang pro dan kontra invasi di Irak. ”Bagi penentang invasi di Irak, hal ini justru menjadi alasan kuat untuk mengakhiri perang,” ujarnya.

Meski saat ini rakyat AS relatif lebih sibuk memikirkan masalah domestik seperti ekonomi, invasi ke Irak tetap menjadi isu yang penting dalam kampanye presiden. Kedua kandidat Partai Demokrat, yakni Hillary Clinton dan Barack Obama, sama-sama meminta pasukan AS ditarik.

Namun, peneliti kebijakan pertahanan di Dewan Hubungan Internasional di Washington, Stephen Biddle, mengatakan, tidak akan ada yang berubah meski kini jumlah tentara AS tewas semakin meningkat. ”Tetapi memang kini pandangan umum publik tentang Irak membaik. Selama enam bulan ini pemberitaan di media juga lebih terfokus di isu menurunnya gejolak kekerasan. Akibatnya, isu Irak sebenarnya semakin hilang,” kata Biddle.

Meski telah memudar, ”hujan” serangan mortir di zona hijau kembali memicu kekhawatiran. Kelompok perlawanan dan kelompok bersenjata Irak diduga berusaha kembali menarik perhatian publik dengan melakukan berbagai macam serangan. ”Al Qaeda dan kelompok ekstrem dari Tentara Mahdi selama ini mencari cara agar tetap dapat jumlah korban yang tewas terutama dari AS. Mereka pasti akan menggunakan cara-cara biasa seperti ledakan-ledakan bom,” kata Cordesman. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Kebijakan Disinsentif Listrik Dibatalkan


Selasa, 25 Maret 2008 | 01:39 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah membatalkan rencana menekan subsidi listrik melalui penerapan program disinsentif. Sebagai gantinya, pemerintah akan mengenakan tarif nonsubsidi untuk pelanggan listrik yang pemakaiannya melebihi rata-rata nasional.

Perubahan kebijakan itu terungkap dalam rapat kerja antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi VII DPR, Senin (24/3).

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi J Purwono mengemukakan, penerapan tarif multiguna atau tarif nonsubsidi akan diujicobakan mulai April 2008 kepada pelanggan rumah tangga golongan 3 (R3) di lima provinsi.

Daya tersambung R3 adalah 6.600 volt ampere (VA). Kelima provinsi itu adalah Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. ”Jadi program insentif dan disinsentif tidak ada lagi, diganti dengan tarif multiguna,” ujar Purwono.

Alasannya, R3 adalah golongan masyarakat mampu yang masih menikmati tarif listrik subsidi. Tarif listrik R3 Rp 900 per kWh, sementara biaya pokok penyediaan oleh PLN mencapai Rp 1.300 per kWh.

Dalam rapat dengan Komisi VII kemarin, pemerintah mengusulkan subsidi listrik Rp 61 triliun dengan memperhitungkan ada penghematan sebesar Rp 5 triliun. Semula target penghematan diusulkan Rp 10 triliun.

Dari hitungan penghematan Rp 5 triliun itu, kontribusi melalui penalti tarif listrik dan lampu hemat energi hanya Rp 2,7 triliun.

Pada awalnya Dirut PT PLN Fahmi Mochtar memaparkan perubahan rencana penalti disinsentif yang hanya akan diterapkan pada konsumen R3.

Namun, anggota DPR menyangsikan target penghematan Rp 2,7 triliun dapat dicapai dengan penerapan disinsentif pada kelompok R3 yang jumlahnya sangat terbatas.

Dari 37 juta pelanggan PLN, jumlah pelanggan R3 hanya 81.000. Setelah ditanya lebih jauh soal rincian penghematan, direksi PLN tidak bisa menunjukkan contoh perhitungan. Akhirnya, rapat diskors. Dalam pembicaraan antara pemerintah dan PLN, muncul opsi baru mengganti penalti disinsentif dengan penerapan tarif multiguna. (DOT)

Privatisasi Akan Ditunda

Seluruh Pilihan Penjualan
Saham Tidak Menjanjikan
Selasa, 25 Maret 2008 | 01:38 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana privatisasi atau penjualan saham pemerintah pada 36 badan usaha milik negara atau BUMN pada tahun ini akan dibatalkan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ini dilakukan karena secara umum kondisi harga saham di pasar modal saat ini sedang menurun.

Jadi, kalau privatisasi dipaksakan akan sangat merugikan pemerintah. ”Pada kondisi pasar modal seperti sekarang ini, apakah pantas menjual BUMN dengan harga murah hanya untuk menutupi anggaran belanja di APBN. Secara politis, ini akan sangat sulit dipertanggungjawabkan. Jadi sebaiknya privatisasi dilakukan setelah kondisi pasar lebih baik,” ujar Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu di Jakarta, Senin (24/3).

Menurut Said, saat ini penurunan harga saham dari seluruh BUMN yang akan diprivatisasi itu mencapai 30 persen. Oleh karena itu, privatisasi merupakan kebijakan yang tidak rasional.

”Kami akan meminta DPR untuk mencari sumber pembiayaan lain selain privatisasi yang ditarget Rp 1,5 triliun. Kami meminta agar daftar BUMN yang akan diprivatisasi tidak mengikat lagi. Artinya, tidak harus terjual tahun ini,” ujar Said.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, pemerintah belum mencabut daftar BUMN yang akan diprivatisasi di 2008 karena harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pemerintah masih berharap pelepasan saham perdana BUMN pada tahun ini bisa menambah jumlah perusahaan yang masuk bursa. ”Itu untuk mengimbangi indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menggelembung karena jumlah dana yang masuk sangat besar, sementara jumlah perusahaan yang masuk bursa sedikit. Sekarang tinggal mencari waktu paling tepat untuk privatisasi,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR (mitra kerja pemerintah dalam memutuskan privatisasi BUMN), Andi Rahmat, menegaskan, pihaknya setuju dengan penundaan privatisasi BUMN.

Tidak menguntungkan

Menurut Andi, seluruh mekanisme penjualan saham yang bisa dilakukan sama sekali tidak menguntungkan BUMN.

”Contohnya, penjualan saham BNI pada mitra strategis pun tidak jalan. Karena siapa yang akan beli? Sementara hampir seluruh perusahaan keuangan internasional sedang bermasalah akibat krisis ekonomi global. Kalau hanya mencari Rp 1,5 triliun, kita bisa mencari sumber pembiayaan lain,” ujar Andi.

Per 24 Januari 2008, Komite Privatisasi menunjukkan 34 BUMN yang terpilih untuk masuk dalam daftar ”antrean” privatisasi tahun ini.

Perusahaan itu antara lain PT Asuransi Jasa Indonesia, Bahtera Adiguna, Bank Tabungan Negara, Barata, Jakarta Lloyd, PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), Industri Kapal Indonesia di Makassar, Industri Kereta Api, Industri Sandang Nusantara, PT Inti, serta Kertas Kraft Aceh.

BUMN lainnya produsen baja Krakatau Steel, perusahaan pengerukan Rukindo, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, dan PTPN VII, lalu produsen aspal dari Buton, PT Sarana Karya, dan konsultan konstruksi Pirama Karya, Waskita Karya, Ayodya Karya.

Namun, dalam Rancangan APBN Perubahan 2008, pemerintah mengusulkan ada 36 BUMN yang akan diprivatisasi yang dibagi dalam tiga kategori.

Pertama, privatisasi yang hasilnya 100 persen untuk menyumbang APBN 2008 sebanyak 21 BUMN. Kedua, privatisasi yang hasilnya untuk membantu keuangan BUMN sebanyak 11 perusahaan. Ketiga, hasil privatisasi yang dialokasikan untuk APBN dan pengembangan perusahaan, yakni pada empat BUMN.

Kinerja BUMN selalu menarik perhatian karena jumlah uang yang beredar pada seluruh BUMN yang jumlah totalnya 139 sangat besar.

Hasil penjualan berbagai produk dari seluruh BUMN pada tahun ini bisa mencapai Rp 1.000 triliun atau meningkat Rp 180 triliun di atas target tahun 2007.

Kondisi itu disebabkan peningkatan harga komoditas pertambangan dan perkebunan di pasar dunia yang diperkirakan masih akan berlanjut. (OIN)

Disinsentif Listrik, Presiden Minta Diterapkan Bertahap



Presiden Susilo

Selasa, 25 Maret 2008 | 14:57 WIB

JAKARTA, SELASA - Presiden Susilo Bambang Yudhohyono, Selasa (25/3) siang, meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro agar melakukan terlebih dulu sosialisasi yang optimal. Setelah itu baru melaksanakan penerapan progran insentif dan disinsentif bagi pelanggan listrik di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) secara bertahap seperti di Kompleks Perumahan Pondok Indah, yang tergolong pelanggan R3 atau di atas 6.600 volt amper (VA).

Hal itu disampaikan Purnomo Yusgiantoro menjawab pers, seusai melapor kepada Presiden mengenai rencana program pelaksanaan kartu kendali dan insenstif serta disinsentif listrik di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Selasa siang. "Untuk program insensentif dan disinsentif listrik, Presiden Yudhoyono minta agar program itu disosialisasikan dulu, baru diterapkan secara bertahap bagi pelanggan yang digolongkan R3 atau di atas 6.600 VA seperti salah satunya di kompleks perumahan Pondok Indah," ujar Purnomo.

Adapun, untuk pengendalian minyak tanah melalui kartu kendali (smart card), tambah Purnomo, setelah sosialisasi yang optimal, Presiden Yudhoyono juga meminta agar pelaksanaan program penghematan dan efisiensi energi dilakukan secara bertahap di sejumlah wilayah agar program tersebut agar bisa berhasil dan berjalan dengan baik.

"Mas Pur (Purnomo), sebelum itu dilaksanakan, saya minta supaya dioptimalisasikan lebih dulu sosialisasi ke masyarakat. Setelah itu, lakukan itu secara bertahap di beberapa daerah. Misalnya, untuk kartu kendali, setelah disosialisasikan, kita akan mencoba menerapkan secara bertahap sebelum diberlakukan secara menyeluruh," ujar Purnomo.

Menurut Purnomo, untuk kartu kendali minyak tanah, pemerintah masih melihat kriteria beberapa daerah yang akan diterapkan seperti daerah yang dikategorikan terisolir sehingga mudah dikontrol seperti di Pulau Bali atau di Pulau Batam. "Kedua, tingkat pertumbuhannya juga baik. Jadi, .kita akan mencoba apakah di Bali ataukah di Batam," tambah Purnomo.

Ditanya tentang usulan Kamar Dagang dan Industri Nasional(Kadin) agar pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap agar beban anggaran pemerintah tidak terbebani, Purnomo mengatakan, pemerintah hingga kini belum ada rencana. "Kita masih tunggu sampai perkembangan berikutnya. Wong, harga minyak mentah dunia saja sekarang turun. Kita lihat perkembangan saja," lanjut Purnomo.

Monday, March 24, 2008

DPR Tolak Kebijakan Tarif Disinsentif PLN

JAKARTA -- Komisi VII DPR RI meminta PT PLN (Persero) membatalkan rencana pemberlakuan program tarif disinsentif. Sebagai gantinya, komisi DPR yang membidangi sektor energi ini menyetujui penambahan alokasi subsidi listrik menjadi Rp 60 triliun dalam APBN Perubahan 2008.

Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie, mengatakan dalam rapat pembahasan APBNP 2008, pada Rabu (19/3) lalu, seluruh fraksi menyetujui rencana PLN untuk memberlakukan program tarif insentif. Sementara untuk tarif disinsentif, ungkap dia, seluruh fraksi di Komisi VII DPR menyatakan penolakannya. ''Untuk menghemat (subsidi) tidak harus membebankan kepada konsumen. PLN seharusnya melakukan pendekatan positif agar masyarakat mau berhemat,'' papar Alvin kepada Republika, Ahad (23/3).

Penghematan subsidi, menurutnya, dapat ditempuh PLN dengan cara meningkatkan efisiensi perusahaan dan menekan susut jaringan. Sementara dari sisi pemerintah, sambung dia, penghematan subsidi ini dapat dilakukan dengan mempercepat pasokan gas bagi pembangkit listrik PLN.

Dihubungi terpisah, Direktur Jawa Madura dan Bali (Jamali) PLN Murtaqi Syamsudin, menuturkan PLN akan tetap menjalankan program tarif insentif dan disinsentif. ''PLN menjalankan kebijakan ini atas permintaan pemerintah,'' ujarnya.

Kebijakan tarif insentif dan disinsentif ini, menurut Murtaqi, diperlukan untuk menekan konsumsi BBM PLN. Masih tingginya ketergantungan pembangkit listrik PLN terhadap pemakaian BBM, sambung dia, mengakibatkan beban subsidi listrik membengak

Penghematan subsidi listrik, lanjutnya, tidak akan tercapai jika PLN hanya melaksanakan kebijakan tarif insentif saja. ''Agar kebijakan ini efektif tentunya selain reward, PLN juga harus menyediakan punishment,'' ungkapnya.

Sementara untuk kebutuhan subsidi listrik tahun ini, kata Alvin, Komisi VII DPR telah menyepakati untuk menambah alokasi subsidi dari Rp 55 triliun menjadi Rp 60 triliun. ''Tetapi dengan catatan, kebijakan tarif disinsentif tidak diberlakukan,'' tandasnya.

Ia menambahkan, jika pemerintah tetap memberlakukan kebijakan tarif disinsentif, DPR akan mengambil langkah politik. ''Kebijakan ini jelas-jelas melanggar ketentuan TDL (Tarif Dasar Listrik).''

(dia )

Bakrie Bangun Tol Batang-Semarang

Senin, 24 Maret 2008

Bakrieland akan menguasai mayoritas saham.

JAKARTA-- Grup Bakrie terus melebarkan sayapnya di proyek jalan tol. Hal itu setelah PT Bakrieland Development Tbk mengantongi izi membangun tol ruas Batang-Semarang sepanjang 75 kilometer yang diperkirakan menelan biaya investasi senilai Rp 3,5 triliun di luar pembebasan tanah.

Masuknya Bakrie ke proyek tol tersebut setelah investor lama, PT Marga Setiapuritama, kesulitan pendanaan sehingga proyek yang ditender sejak tahun 1992 tersebut belum terealisasi. Sebagai penjamin dalam perjanjian kredit antara PT Marga Setiapuritama dan Credit Suisse maka PT Bakrieland Development Tbk memiliki hak opsi untuk menguasai mayoritas saham setelah proyek tersebut beroperasi. ''Kami akan mengambil alih saham sedikitnya 65 persen di proyek ini,'' kata Presiden Direktur PT Marga Setiapuritama Harya M. Hidayat, di Jakarta akhir pekan lalu.

Ia menambahkan sesuai Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), pemegang saham dari PT Marga Setiapuritama tidak mengalami perubahan. ''Kami hanya mengisi jajaran direksi dan komisaris untuk mengendalikan pelaksanaan di lapangan,'' tuturnya.

Harya mengatakan tol Batang-Semarang saat ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, untuk mendapatkan 50 persen dana talangan pengadaan tanah Badan Layanan Umum (BLU) dari total kebutuhan Rp 250 miliar.

Harya yang juga menjabat sebagai chief executive officer (CEO) PT Semesta Marga Raya investor tol Kanci-Pejagan mengatakan, akan menerapkan pola yang sama dalam pembebasan tanah ruas tol Batang-Semarang. Karena itu, ia menargetkan dalam waktu sembilan sampai 12 bulan seluruh pembebasanlahan dapat diselesaikan.

"Kunci sukses pembebasan tanah dan pembayaran ganti rugi di tol Kanci - Pejagan yang saat ini sudah hampir 100 persen karena ada kerja sama yang baik antara Tim Pembebasan Tanah di pusat dan P2T di daerah," kataya. Terkait hal tersebut pada Senin (24/3) Bakrie akan mengadakan pertemuan dengan Panitia Pembebasan Tanah (P2T).

Menyangkut pengoperasian ruas ini, Harya mengatakan, apabila tanah dibebaskan paling lama 12 bulan maka konstruksi dilaksanakan pada Maret 2009. ''Dengan begitu ruas tersebut dapat beroperasi awal tahun 2010,'' uranya.

Menurut dia, ruas ini perlu mendapatkan dukungan karena seperti halnya ruas-ruas peninggalan tahun 1992 yang terhenti akibat krisis ekonomi tahun 1998, sebagian besar dari investornya tidak lagi memiliki kemampuan finansial untuk melanjutkan pembangunannya.

PT Marga Setiapuritama awalnya dimiliki PT Banyuwen Permatasari 55 persen, PT Karya Terampil Mandiri 5 persen, serta PT Instia Persada 40 persen. Setelah beroperasi PT. Bakrieland Development akan mengambil alih kepemilikan sekurang-kurangnya 65 persen.

Jabatan komisaris dan direksi baru PT Marga Setiapuritama saat ini meliputi Komisaris Hiramsyah S. Thaib, Budianto Harjomarsono, F. Sadi, Santoso Budi, Herlina Rusli, dan Gerald Karnadi Lie. Dua terakhir merupakan komisaris lama.

Sementara jajaran direksi baru diisi Harya M. Hidayat sebagai presiden direktur, sedangkan tiga direktur masing-masing dijabat Sumantri, Amri Asmono, serta Suantopo Putro.

Ruas tol Batang-Semarang rencananya akan dibagi dalam empat seksi pekerjaan.

Fakta Angka
Rp 3,5 Triliun

Investasi yang dibutuhkan untuk membangun ruas tol Batang-Semarang di luar biaya pembebasan lahan.

Perbankan Syariah Meningkat, Bisnis TI Tumbuh


Senin, 24 Maret 2008

Potensi bisnis perbankan syariah ternyata tidak hanya disadari oleh pelaku bisnis keuangan di berbagai negara. Potensi tersebut juga disadari oleh pelaku bisnis perangkat lunak atau teknologi informasi (TI) di beberapa negara. Hal itu dipicu meningkatnya permintaan solusi TI akibat pesatnya perkembangan bisnis perbankan syariah. Tahun lalu, aset perbankan syariah global diestimasi mencapai 800 miliar dolar AS.

Salah satu pelaku bisnis TI yang membidik potensi bisnis perbankan syariah adalah raksasa perusahaan TI India, Infosys Technologies. Perusahaan ini telah lama menyadari besarnya potensi bisnis pengembangan perangkat lunak seiring pesatnya perkembangan perbankan syariah global. Bahkan, perusahaan tersebut menyatakan telah meluncurkan solusi TI bagi perbankan syariah di Eropa, Asia Barat, dan Timur Tengah. Hal tersebut terungkap dalam surat pemberitahuan Infosys kepada bursa efek Bombay (Bombay Stock Exchange) sebagaimana dilansir situs berita www.earthtimes.org, Jumat, (7/3).

Perangkat lunak terbaru tersebut merupakan bagian dari peluncuran global Finacle Universal Banking Solution (FUBS) versi 10 milik Infosys. Perangkat lunak tersebut sengaja dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan TI perbankan yang sejalan dengan prinsip syariah. Selain itu, solusi tersebut juga telah sesuai dengan standar akuntansi yang direkomendasikan oleh asosiasi audit dan akuntansi syariah global, Audit and Accounting Organization for Islamic financial institutions (AAOIFI).

''Solusi TI ini didasarkan pada konsep syariah termasuk Mudarabah, Ijarah, Istisna, dan Tawaruq,'' kata perusahaan tersebut dalam surat pemberitahuan mereka.

Selain Infosys, terdapat berbagai perusahaan lain yang juga telah mengembangkan perangkat lunak TI untuk mendukung kegiatan transaksi perbankan syariah. Mei tahun lalu, perusahaan TI global, i-flex solutions, juga telah mengembangkan solusi TI bagi industri perbankan syariah Timur Tengah. Solusi TI tersebut dinamakan Flexcube. Demikian sebagaimana dilansir situs berita perusahaan, www.iflexsolutions.com, Mei tahun lalu.

Dalam daftar mitra i-flex, Dubai Islamic Bank menjadi salah satu bank syariah yang telah menggunakan perangkat lunak tersebut untuk operasi di Dubai. Selain itu, Sakana Holistic Housing Solutions juga menggunakan perangkat lunak serupa untuk operasi pembiayaan syariah di Bahrain. Saat itu, menurut Executive Vice-President i-flex, Joseph John, industri perbankan syariah merupakan indiustri yang tumbuh paling cepat di Timur Tengah. Hal tersebut terjadi baik di sektor perbankan syariah maupun keuangan syariah.

''Bersama pertumbuhan tersebut, berbagai bank syariah berusaha menghadirken pengalaman layanan memuaskan bagi konsumen yang inovatif. Untuk itu, kami hadir mendukung,''kata dia.

Sementara itu, situs berita www.services.silicon.com, Selasa, (4/3), asuransi syariah Inggris, British Islamic Insurance Holdings (BIIH), melakuan kerja sama outsourcing dengan perusahaan TI Capita senilai 87 juta poundsterling. Kerja sama tersebut berupa penyediaan layanan TI bagi BIIH selama delapan tahun. Berdasarkan informasi situs perusahaan, www.infosys.com, Infosys pertama kali didirikan pada 1981 oleh tujuh orang dengan modal 250 dolar AS.

Saat ini, perusahaan tersebut telah menjadi salah satu perusahaan global terkemuka dalam industri TI dengan pendapatan per tahun lebih dari tiga miliar dolar AS. Perusahaan ini memiliki jaringan yang tersebar di 23 negara. Di antaranya adalah di India, Cina, Australia, Inggris, Kanadam dan Jepang. Saat ini, perusahaan tersebut memiliki 80.500 tenaga kerja yang terdiri dari 66 kewarganegaraan. Sementara, i-flex saat ini merupakan perusahaan yang memiliki 790 konsumen di lebih dari 130 negara. Produk dan layanan perusahaan ini cukup bervariasi. Hingga akhir tahun lalu, saham perusahaan tersebut dikuasai oleh Oracle Global (Mauritius) Ltd sebesar 80,58 persen. Sedangkan, sisanya dikuasai oleh berbagai investor seperti FII & FMF sebesar 1,18 persen, ESPS Trust 0,49 persen, dan lain-lain 17,75 persen.

(aru )

Tahukah Anda: Sukuk Korporasi Pertama di Indonesia


Senin, 24 Maret 2008

Saat ini, obigasi syariah (sukuk) semakin dikenal di Indonesia sebagai salah satu instrumen investasi syariah. Di pasar modal, instrumen tersebut juga dikenal sebagai instrumen dengan tingkat risiko cukup rendah. Hal itu karena dalam setiap penerbitan sukuk, penerbit dipersyaratkan untuk memiliki aset yang dapat dijadikan sebagai underlying.

Obligasi konvensional hanya mengenal satu sistem return berupa bunga. Sedangkan, sukuk tidak mengenal bunga, tapi mengenal berbagai sistem return lain. Hal itu tergantung pada jenis akad transaksi yang digunakan dalam penerbitan sukuk. Di antaranya adalah akad ijarah (sewa), mudarabah (bagi hasil), dan murabahah (jual beli).

Sukuk pertama di Indonesia diterbitkan oleh perusahaan operator jasa telekomunikasi, PT Indosat Tbk pada 2002. Sukuk diterbitkan untuk menjaring dana investasi syariah sebesar Rp 175 miliar dengan menggunakan akad mudarabah. Dana tersebut digunakan untuk membiayai ekpansi bisnis perusahaan tersebut. Tahun lalu, sukuk tersebut telah dilunasi.

Penerbitan sukuk korporasi oleh Indosat mendorong berbagai perusahaan lain melakukan hal serupa. Hal tersebut untuk menjaring dana investasi syariah. Karena itu, Indosat saat ini dikenal sebagai pelopor sukuk korporasi di Indonesia. Terlebih, Indosat kembali menerbitkan dua sukuk dengan akad ijarah pada 2005 dan 2007. Masing-masing sukuk bernilai Rp 285 miliar dan Rp 400 miliar. Kedua sukuk ijarah tersebut hingga kini masih diperdagangkan.

Sementara itu, Indosat merupakan Indosat adalah salah satu operator jasa telekomunikasi Indonesia. Salah satunya adalah menawarkan produk telekomunikasi selular seperti Mentari, Matrix dan IM3. Perusahaan ini masuk kategori perusahaan syariah pada Jakarta Islamic index (JII). JII adalah index gabungan 30 perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan yang menjalankan praktek bisnis sesuai dengan prinsip syariah.
Sumber: www.republika.co.id dan www.indosat.com

Semua Sukuk Korporasi Indonesia Sesuai Syariah

Sukuk Indonesia tidak termasuk dalam daftar
sukuk bermasalah yang ditunjuk AAOIFI


JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menyatakan seluruh obligasi syariah (sukuk) korporasi di Indonesia sejalan prinsip syariah. DSN meminta masyarakat tidak mengkuatirkan keberadaan berbagai sukuk korporasi tersebut.

Pernyataan otoritas fatwa Indonesia tersebut diungkapkan DSN, menanggapi pernyataan dewan syariah Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), bulan lalu. Saat itu AAOIFI menyatakan, 85 persen sukuk yang beredar di dunia tidak sesuai prinsp syariah. Padahal hingga akhir tahun lalu, jumlah penerbit obligasi korporasi syariah di Indonesia tercatat 21 korporasi, dengan total dana investasi mencapai Rp 3,23 triliun.

Menurut Ketua Umum DSN MUI, KH Maruf Amin, seluruh sukuk korporasi di Indonesia telah menjalani proses verifikasi syariah sebelum diterbitkan. Berdasarkan proses verifikasi tersebut, seluruh sukuk korporasi dinyatakan sejalan dengan prinsip syariah. Karena itulah DSN memberikan rekomendasi syariah bagi penerbitan seluruh sukuk tersebut.

''Menurut kami, seluruh sukuk di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip syariah karena telah diverifikasi,'' kata Ma'ruf kepada Republika, Ahad, (23/3).

Ma'ruf menyatakan, dalam proses verifikasi, sebagian besar sukuk korporasi di Indonesia menggunakan akad ijarah (sewa) dengan skim transaksi lease and sub lease. Dengan skim tersebut, perusahaan penerbit sukuk menjaring dana investasi syariah untuk membeli hak manfaat atas suatu proyek atau barang dalam kurun tertentu. Selanjutnya, penerbit menyewakan kembali barang tersebut kepada penyewa lain.

''Jadi, sukuk jenis ini sudah sesuai syariah dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan,'' kata Ma'ruf.

Mengenai rencana pemerintah menerbitkan sukuk ijarah dengan transaksi sales and lease back, Ma'ruf mengakui perpindahan kepemilikan dari penerbit kepada investor sukuk perlu terjadi. Hal itu juga berdasarkan prinsip syariah. ''Perlu ada pihak ketiga supaya tidak terjadi baiul inah atau transaksi semu,'' kata dia. Pihak ketiga itu bisa saja berupa lembaga yang ditunjuk pemerintah.

Aset BMN dijual
Sementara Direktur Kebijakan Pembiayaan Syariah Departemen Keuangan (Depkeu), Dahlan Siamat, mengakui, dalam rencana penerbitan sukuk pemerintah dengan menggunaan akad ijarah berskim sales and lease back, transaksi penjualan barang milik negara (BMN) sebagai underlying asset memang terjadi. Namun, transaksi tersebut dilakukan untuk mendukung penerbitan sukuk untuk menjaring dana investasi syariah.

Menurut Dahlan, penjualan BMN tersebut dilakukan antara pemerintah kepada badan hukum terpisah yang berperan sebagai special purpose vehicle (SPV). SPV tersebut merupakan badan hukum yang dibentuk dan dimiliki penuh oleh pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan aset yang dimiliki, SPV kemudian menerbitkan sukuk untuk menjaring dana investasi. ''Dalam hal ini, SPV mengajak investor melakukan penyertaan dana investasi dengan membeli sukuk pemerintah,'' kata Dahlan.

Meskipun sukuk dibeli investor, kepemilikan atas BMN tetap berada pada SPV. Hal itu karena selain dimiliki pemerintah, SPV mewakili kepentingan investor sebagai wali amanat. Selain itu, saat sukuk jatuh tempo atau default, SPV berkewajiban menjual kembali kepada pemerintah. Hal itu karena saat transaksi penjualan BMN oleh pemerintah kepada SPV, SPV berkewajiban membuat pernyataan sepihak yang menyatakan akan menjual kembali kepada pemerintah saat sukuk jatuh tempo (sale and purchase undertaking, SPU). ''Pernyataan serupa wajib dibuat pemerintah dimana pemerintah wajib membeli kembali BMN saat sukuk jatuh tempo,'' kata dia.

Sementara, nilai penjualan dan pembelian kembali BMN saat sukuk jatuh tempo akan sama dengan nilai BMN tersebut saat sukuk pertama kali diterbitkan. Hal tersebut meski BMN mengalami apresiasi atau depresiasi nilai saat jatuh tempo. "Selain itu, dalam penerbitan, kita juga akan minta rekomendasi syariah dari DSN untuk memperkuat kesesuaian syariah sukuk kita,'' kata Dahlan.

Sebelumnya, AAOIFI menyatakan bahwa sebagian besar penerbitan sukuk hanya mensyaratkan terjadinya perpindahan aliran kas tanpa perpindahan aset dari penerbit sukuk kepada investor.

(aru )

Melemahnya Ekonomi AS dan Ekonomi Indonesia

Krisis KPR berkualitas rendah (subprime mortgage) membawa pengaruh besar terhadap pelemahan ekonomi AS. Kerugiannya diperkirakan mencapai sekitar 400 miliar dolar AS. Dalam sektor keuangan, bank investasi (investment bank) yang aktivitasnya lebih banyak memperjualbelikan surat-surat berharga, bukan bank komersial, yang paling terpukul. Bahkan, banyak ekonom yang memperkirakan akibatnya lebih luas lagi, yaitu ekonomi AS mengalami resesi. Maksudnya, pertumbuhan negatif dua triwulan berturut-turut yang hanya diketahui setelah kejadiannya. Sekalipun bank sentral AS telah menurunkan bunganya menjadi 3,25 persen dan pemerintah AS memberikan stimulus fiskal, tampaknya tidak banyak menolong perekonomian yang terus melemah. Ketamakan pelaku di sektor keuangan menyebabkan kerugian yang besar dan meluas.

Penurunan suku bunga di AS menyebabkan melemahnya nilai dolar dan meningkatnya harga minyak dan komoditas lainnya sebagai sarana pelimpahan investasi. Aspek ini yang memberikan pengaruh pada perekonomian dunia pada umumnya, termasuk Indonesia. Sedangkan, krisis KPR itu sendiri tidak langsung memberikan pengaruh pada perekonomian Indonesia karena lembaga keuangan di Indonesia tidak membeli sekuritas turunan dari KPR tersebut. Pengaruh besar lainnya adalah melemahnya perekonomian AS membuat ekspor Indonesia juga menurun karena pasar AS tetap merupakan salah satu tujuan ekspor utama.

Perkembangan kondisi eksternal yang tidak menguntungkan ini berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Ketika nilai dolar melemah dan mata uang lain menguat, justru nilai rupiah mengalami pelemahan. Pelemahan nilai rupiah ini seiring dengan menurunnya indeks pasar modal, yang berarti investor asing melepas kepemilikan sahamnya, dan juga pelemahan di pasar obligasi. Tampaknya, permasalahan yang pernah kita alami beberapa bulan yang lalu pada saat pertama kali permasalahan KPR di AS mencuat, nilai rupiah melemah karena investor melepaskan saham dan obligasi Indonesia untuk memenuhi kewajiban pembayaran mereka sebagai akibat dari permasalahan KPR ini. Selain itu, ada juga kewajiban untuk membayar perdagangan yen dengan dolar (carry trade) pada saat yen menguat.

Kecenderungan meningkatnya inflasi, sementara penentu kebijakan moneter dan fiskal tampaknya tidak secara efektif mengatasinya, membuat investor juga melepaskan saham dan obligasi Indonesia. Kebijakan fiskal berkutat pada besarnya anggaran untuk subsidi BBM dan listrik yang kemungkinan akan mencapai sekitar Rp 200 triliun dengan harga minyak berkisar pada angka 100 dolar AS per barel. Jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi subsidi, inflasi pun akan semakin tinggi. Dengan harga bahan makanan yang cenderung meningkat, baik di dalam maupun luar negeri, inflasi yang relatif tinggi tidak dapat dihindarkan. Penentu kebijakan moneter tampaknya tidak bersedia untuk menaikkan suku bunga lebih awal agar dapat mengantisipasi tingginya inflasi, apalagi permasalahan pemilihan gubernur BI masih tidak pasti secara politis.

Jelaslah bahwa dengan sistem ekonomi yang sudah demikian terbuka, pelemahan ekonomi AS berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimana pengaruh buruknya dapat dinetralisasi. Upaya untuk mengendalikan inflasi merupakan prioritas, baik bagi penentu kebijakan moneter maupun fiskal. Nilai rupiah yang kuat merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan inflasi karena cukup besarnya porsi impor bahan makanan. Karena itu, BI harus lebih aktif dalam membuat nilai rupiah relatif kuat. Tentu saja, distribusi bahan makanan merupakan faktor penting lain untuk menjaga harga bahan pangan agar tidak melonjak yang pengaruhnya besar terhadap inflasi.

Sekarang ini, perbedaan antara suku bunga Indonesia dan AS cukup besar yaitu 4,75 persen. Karena itu, dari sisi ini, Indonesia sangat menarik untuk investasi portfolio. Dari sisi ini pula, nilai rupiah semestinya mengalami penguatan. Permasalahannya adalah kejelasan dalam kebijakan moneter dan fiskal yang akan memberikan kepastian pada investor.

Dengan perekonomian yang sudah sangat terbuka, kebijakan ekonomi Indonesia akan sangat terkait dengan perkembangan ekonomi dunia. Sekarang ini, siklus perekonomian dunia dicirikan oleh tingginya harga komoditas, migas, pertambangan, dan pertanian. Dalam siklus ini, semestinya Indonesia diuntungkan sebagai produsen komoditas. Namun, karena tidak optimalnya produksi, Indonesia pun tidak dapat secara optimal mendapatkan keuntungan ini. Sebaliknya, justru mendapatkan permasalahan. Karena itu, upaya untuk meningkatkan produksi komoditas dengan memperbaiki iklim investasi harus dilakukan. Jika tidak, Indonesia malah dirugikan oleh siklus perekonomian global. Di atas kertas, berbagai kebijakan untuk itu telah dikeluarkan, namun hasilnya minim. Sebagai contoh, produksi minyak yang seharusnya mengalami peningkatan malah mengalami penurunan. Begitu pula dalam bidang pertambangan, Indonesia tidak menarik sebagai tujuan investasi karena peraturan yang tidak mendukung dan tidak adanya insentif yang menarik. Produksi pertanian, kecuali CPO, juga jauh dari situasi untuk memanfaatkan siklus ini.

(Umar Juoro )

Saturday, March 22, 2008

BI Waspadai Harga Komoditas

Ada Dua Kekuatan yang Tarik-Menarik
Sabtu, 22 Maret 2008 | 01:12 WIB

Jakarta, Kompas - Bank Indonesia menilai kenaikan harga komoditas yang terjadi saat ini bila berlangsung terus-menerus berpotensi menimbulkan gelembung atau bubble ekonomi. Kenaikan harga komoditas juga cenderung mendorong pelemahan nilai tukar rupiah.

”Kami terus memonitor perkembangan harga-harga komoditas. Secara teoretis harus ada keseimbangan pasokan dan permintaan agar harga tidak naik terus,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono, Jumat (21/3) di Jakarta.

Menurut Hartadi, selama tidak ada tambahan suplai, harga komoditas akan terus naik. ”Kalau ini terus berlangsung, itu berarti tidak sustain dan bisa menyebabkan bubble,” ujarnya.

Gelembung ekonomi itu, lanjut Hartadi, amat berbahaya karena risikonya sangat besar jika terjadi koreksi. Pecahnya gelembung ekonomi sulit diantisipasi dan biasanya akan membuat perusahaan merugi besar-besaran. Gelembung ekonomi ini berpotensi menimbulkan krisis.

Meroketnya harga komoditas membuat banyak investor cenderung memindahkan asetnya, yaitu dari surat berharga ke komoditas pangan dan migas, seiring tingginya harga komoditas bersangkutan.

Dampak dari sikap para investor ini, kata Hartadi, membuat harga komoditas primer menjadi sangat tinggi, bahkan akan semakin tinggi sehingga melebihi harga yang seharusnya.

Beberapa komoditas pangan yang juga diolah menjadi biofuel, yang menjadi alternatif bahan bakar minyak, melambung sangat tinggi seiring dengan naiknya harga minyak dunia. Komoditas itu antara lain kelapa sawit, jagung, gandum, dan kedelai.

Tingkatkan pasokan

Hartadi mengatakan, salah satu cara untuk meminimalkan potensi pecahnya gelembung ekonomi adalah dengan meningkatkan pasokan komoditas tersebut.

”Sejumlah negara mulai meningkatkan produksi komoditas pangan. Indonesia seharusnya juga melakukan hal yang sama. Bahkan bukan hanya komoditas pangan, tetapi juga minyak, gas, panas bumi, dan sebagainya,” ujar Hartadi menyarankan.

Potensi sumber daya alam yang dimiliki, menurut Hartadi, seharusnya kenaikan harga komoditas tidak menjadi kendala bagi perekonomian Indonesia. ”Namun justru menjadi manfaat untuk perekonomian dalam negeri,” katanya.

Menanggapi terjadinya gelembung ekonomi akibat kenaikan harga komoditas dan sikap para investor yang mengalihkan investasinya ke komoditas, pengamat perbankan Dradjad Wibowo mengingatkan agar perbankan mulai berhati-hati menyalurkan kredit ke sektor perkebunan dan pertambangan. Sepanjang tahun 2007 kredit untuk kedua sektor tersebut tumbuh paling pesat.

Adapun mengenai nilai tukar rupiah, Hartadi berpendapat bahwa ada dua kekuatan yang tarik-menarik, memengaruhi nilai tukar. Dua kekuatan tersebut adalah resesi ekonomi Amerika Serikat dan tingginya harga komoditas.

Resesi AS, kata Hartadi, telah mendorong penguatan mata uang negara lain, termasuk Indonesia. Sementara tingginya harga komoditas membuat investor asing mengalihkan aset rupiahnya ke aset komoditas di pasar internasional.

”Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2008 juga menambah ketidakpastian. Dampaknya rupiah tertekan,” tutur Hartadi.

Kendati demikian, Hartadi meyakini kondisi tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia sebab nilai cadangan devisa terus membesar. Membesarnya nilai cadangan devisa merupakan dampak dari meningkatnya pendapatan dari ekspor minyak. Cadangan devisa ini digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

”Jadi upaya menstabilkan nilai tukar rupiah tidak terlalu memakan ongkos besar. Bahkan manfaat yang dirasakan jauh lebih besar,” kata Hartadi.

Kestabilan nilai tukar rupiah, menurut Hartadi, berguna untuk meredam inflasi yang berasal dari impor (imported inflation).

Selain itu, stabilnya nilai tukar rupiah membuat BI tidak perlu lagi menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk menarik likuiditas rupiah dari pasar.

”Kami melakukan kontraksi rupiah dengan melepas valuta asing ke pasar,” kata Hartadi. (FAJ)

Syariah

Kenali Dulu, baru Jatuh Hati
Mengenal bermacam-macam akad pembiayaan sesuai dengan syariah Islam
Ada bermacam-macam jenis transaksi dalam sistem syariah. Umumnya akad syariah terbagi dua: bersifat tetap dan tidak tetap. Nasabah bisa memilih jenis akad yang cocok berikut segala konsekuensi kewajibannya.
Omar Idris, Rika Theo


Pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia begitu subur. Selain bank, beberapa perusahaan keuangan lain, seperti asuransi dan lembaga pembiayaan (multifinance), juga mulai menggunakan sistem syariah dalam mengoperasikan bisnis mereka. Semua itu menandakan bahwa nasabah yang kesengsem dengan sistem islami semakin banyak. Bahkan, konon, sebagian nasabah adalah nonmuslim.

Memang, tak ada batasan nasabah dalam perbankan syariah. Yang penting, kalau menyangkut pembiayaan atawa kredit, nasabah berjanji tidak menggunakan dana untuk membiayai hal-hal yang dilarang tuntunan Islam. Membangun pabrik minuman keras, membuka hotel jam-jaman, atau membuka arena judi adalah contohnya.

Meski nasabah pembiayaan syariah semakin banyak, tentu saja, tak semua paham benar mengenai akad-akad pembiayaan syariah yang mereka sepakati. Nasabah acap cuma menanyakan hal-hal yang dianggap perlu mereka ketahui. "Biasanya mereka hanya menanyakan akad ini dalam sistem bank konvensional disebut apa?" tutur N.R.S. Mila Garmila, Pemimpin Cabang Syariah Bank Bukopin. Atau, bila berurusan dengan imbal hasil, nasabah sekadar mencari tahu besarnya angka nisbah lalu membandingkannya dengan bunga yang ditawarkan bank konvensional.

Padahal, mestinya, nasabah bisa lebih selektif dalam menyepakati sebuah akad pembiayaan. Soalnya, belum tentu produk pembiayaan syariah tertentu sesuai dengan kebutuhan dia. Mungkin satu akad lebih menguntungkan bagi seorang nasabah ketimbang akad yang lain. Dengan mengetahui seluk-beluk akad syariah, nasabah juga bisa membanding-bandingkan dengan produk bank atau lembaga keuangan syariah yang lain. Dengan begitu, sebelum menyepakati sebuah akad berikut segala konsekuensinya, nasabah bisa menimbang-nimbang kemungkinan untuk menyepakati akad lain yang lebih yahud.

Nah, untuk itu, kembali KONTAN mengajak Anda untuk berkenalan dengan berbagai macam akad yang lazim dipakai dalam industri keuangan syariah tersebut. Sebagian akad lebih populer ketimbang yang lain. Boleh jadi, ada akad syariah yang jarang atau malah belum pernah dipakai di Indonesia. Tak apalah, hitung-hitung kita memperluas wawasan seputar akad-akad syariah.

Menurut Adiwarman Karim, pakar syariah dan pendiri Karim Bussines Consulting, secara umum transaksi atau akad di bank syariah terbagi menjadi dua: akad yang sifatnya pasti karena cicilannya tetap dan ditentukan di muka (natural certainty contract); serta akad yang sifatnya tidak pasti (natural uncertainty contract) karena keuntungan bagi bank dan nasabah tergantung hasil akhir usaha. Mari kita simak pengertiannya satu per satu.

Akad yang sifatnya pasti

~ Murabahah
Secara gampang akad ini bisa disebut sebagai akad jual beli. Di bank konvensional ini dikenal dengan sebutan fixed rate lending atau trading cost-plus financing. Dalam akad murabahah, bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli. "Berarti bank memberikan pembiayaan ke nasabah untuk memiliki barang yang ia inginkan dengan cara mencicil kepada bank," ujar Adiwarman.

Contohnya begini. Anda hendak membeli mobil baru "secara kredit", maka bank akan kulak mobil itu dari dealer, lalu pada gilirannya ganti menjualnya kepada Anda. Jadi, Anda membeli mobil itu dari bank, bukan dari dealer langsung. Caranya juga mencicil. Taruh kata bank membeli mobil itu dari dealer seharga Rp 100 juta. Dia bisa menetapkan laba yang dia kehendaki dari transaksi ini, misalnya, Rp 20 juta, sehingga bank itu menjual mobil kepada Anda seharga Rp 120 juta.

Harga jual kepada Anda ini tak bisa berubah sampai akhir masa cicilan. Harga barang yang dijual bank sudah dipatok di depan sehingga tak terpengaruh naik turunnya bunga. Walhasil, walaupun kondisi moneter gonjang-ganjing, Anda bisa tidur nyenyak di rumah tanpa diganggu mimpi buruk tentang bunga. Namun, konsekuensinya, kalau kebetulan Anda mendapat rezeki berlebih dan mempersingkat "masa cicilan", tetap harus membayar dalam nilai yang sama.

Dengan kata lain, tak ada penghematan bunga, persis seperti kebanyakan kredit berbunga tetap yang biasa dipatok perusahaan finance dalam menyalurkan kredit kendaraan bermotor. Bedanya, sebelum akad ditandatangani oleh nasabah dan bank, nasabah harus tahu berapa harga beli mobil itu dari dealer dan berapa besar keuntungan yang dikutip bank. Maklum, ini meniru cara Nabi Muhammad S.A.W. ketika memperdagangkan barang-barang milik Siti Khadijah, saudagar kaya di Mekkah yang kemudian menjadi istri Nabi. "Akad syariah tidak sah kalau salah satu pihak merasa belum jelas dan belum mengerti konsekuensinya," kata Mila Garmila.

Oh, iya, harap diingat, apabila di tengah jalan nasabah tak lagi mampu membayar cicilan, bank bisa menarik kembali barang yang dibeli nasabah lalu menjualnya. Bila hasil penjualan itu melebihi jumlah kewajiban nasabah, sisanya dikembalikan.

~ Salam dan Istisna
Di bank konvensional, akad ini dikenal dengan istilah bridging financing. Kalau dalam murabahah barang yang hendak diperjualbelikan ada wujudnya, dalam akad salam ini barangnya belum ada wujudnya. Jadi, akad terjadi sekarang tapi penyerahannya kemudian.

Akad ini dipakai kalau Anda membeli mobil secara inden, misalnya. Bank akan mengeluarkan uangnya terlebih dulu untuk memesan mobil ke pabrik. Lalu, apa yang dijual bank kepada nasabah? Tak lain tak bukan adalah "hak memiliki" mobil tersebut kalau nanti sudah keluar dari pabrik dan dealer. Tentu saja bank tetap menetapkan harga baru yang lebih tinggi dari harga pabrik agar dia mendapat untung. Oh, ya, nasabah tetap bisa membeli "hak" itu dengan cara mencicil. Cuma, biasanya akad salam ini hanya berlaku untuk masa pembiayaan yang berkisar antara 3 bulan sampai 5 bulan.

Akad salam juga cocok untuk keperluan pre-export financing. Misalnya, ada orang dari luar negeri memesan bola dari salah seorang pengusaha di Tasikmalaya. Nah, bisa jadi pengusaha bola butuh dana untuk pengapalan. Maka, bank bisa mengeluarkan dana untuk membeli bola dari pengusaha Tasik. Ketika bank mengeluarkan uang, bolanya belum berwujud dan sedang dikerjakan. Nah, kemudian bank menjual kembali hak untuk memiliki bola itu kepada pemesan di luar negeri dengan harga, cicilan, dan jangka waktu yang disepakati. "Ini beda dengan future trading yang enggak jelas siapa yang punya barang. Kalau ini jelas siapa yang punya, berapa beratnya, berapa kadarnya, spesifikasinya jelas. Jadi, tidak beli kucing dalam karung," ujar Suhaji Lestiadi, salah seorang bankir syariah kawakan.

Mirip dengan akad salam, ada akad istisna. Di bank konvensional, akad jenis ini dikenal dengan project financing. Bedanya, akad yang satu ini khusus berkait dengan pendanaan proyek. Pembayaran pun dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan proyek. "Akad ini teman dekatnya salam," kata Adiwarman. Istisna biasa dipakai untuk pembiayaan proyek yang waktu konstruksinya lebih lama ketimbang akad salam.

~ Ijarah
Akad ini di bank konvensional dikenal dengan istilah operating lease. Objek pembiayaan dengan akad ijarah bukan barang, melainkan jasa. Mekanismenya, bank akan menyewa suatu jasa dari pihak ketiga dengan membayar ongkosnya secara tunai, lalu menjual jasa itu kepada nasabah secara cicilan. Contohnya begini. Anda butuh dana untuk membiayai kelahiran anak melalui operasi caesar. Kalau Anda mendatangi bank syariah, si bank akan menyewa jasa dokter bedah caesar secara tunai. Maksudnya, dia akan membayar jasa si dokter dengan tunai. Lalu, dia akan menjual jasa itu kepada Anda sebagai nasabah secara cicilan. Tentu saja bank akan mena-ikkan tarif jasa dokter untuk mengambil laba.

Akad ini tepat digunakan untuk sewa-menyewa rumah, pabrik, ruko, dan seterusnya yang membutuhkan pembayaran di depan. Akad ijarah juga cocok untuk membiayai pendidikan, pembiayaan untuk umrah, biaya perawatan rumah sakit, dan semacamnya.

~ Ijarah Muntahiah bit Tamlik
Bank konvensional mengenalnya sebagai financial leasing. Ini gabungan antara ijarah dan murabahah. Secara fikih ijarah muntahiah bit tamlik berarti menyewa suatu barang dalam periode tertentu dan memilikinya pada akhir periode. Artinya, bank membiayai nasabah untuk mendapatkan jasa atau barang pada periode tertentu dan nasabah kemudian memilikinya pada akhir periode.

Akad yang sering disingkat jadi IMBT ini biasanya digunakan dalam pembiayaan pembelian rumah (semacam KPR). Jadi, bank akan membeli rumah dari developer secara tunai. Lalu, dia menyewakan rumah itu kepada nasabah selama sekian tahun dengan tarif sewa per bulan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pada masa akhir sewa-menyewa, rumah itu "dihadiahkan" kepada penyewa. "Akad ini lebih cocok untuk membeli alat-alat berat atau KPR yang jangka waktu sewanya panjang misalnya 5 tahun ke atas," kata Adiwarman.

Akad yang tidak Pasti

~ Musyarakah
Akad ini di bank biasa dikenal sebagai participative financing. Kedua pihak, nasabah dan bank, lebih dulu bersepakat untuk melakukan suatu kegiatan bisnis. "Disebut musyarakah kalau yang dicampur itu uang dengan uang," kata Adiwarman. Bank dan nasabah sama-sama menyumbang modal dan sama-sama terlibat dalam manajemen. Tidak ada porsi penyetoran modal yang baku, semua tergantung dari kebutuhan. Bisa saja porsi modal dari bank lebih besar, bisa pula porsi nasabah yang lebih gede.

Keuntungan usaha akan dibagi sesuai dengan nisbah atau bagi hasil yang disepakati. Dalam menerapkan nisbah, baik bank maupun nasabah menilai rata-rata penjualan dan pendapatan usaha kemudian saling menegosiasikannya.

Pembagian keuntungan dan kerugian dalam akad musyarakah ini menarik. Seandainya porsi modal dari nasabah sebesar 10% dan bank 90%, dalam pembagian keuntungan nasabah bisa saja memperoleh 30% dari keuntungan karena nasabah telah mengeluarkan tenaga di samping mengeluarkan modal. Tapi, kalau terjadi kerugian, porsi pembagian kerugian buat nasabah tetap 10% atau setara dengan porsi modal. "Kalau ternyata hasil penju-alannya lebih rendah, pendapatan bank ya turun. Di situlah seninya," kata Suhaji.

~ Mudharabah
Akad ini mirip dengan profit sharing atau trust financing. Mudharabah digunakan jika salah satu pihak memberikan modal, sementara pihak lain memberikan tenaga. Dalam skema bagi hasil nanti, bank akan memberikan pinjaman modal sebesar 100% atau kurang, sedangkan nasabah bertugas mengelola usaha. Keuntungan usaha itu akan dibagi sesuai dengan nisbah alias persentase pembagian keuntungan yang sudah disepakati sebelumnya. Proses menentukan nisbah sama halnya dengan akad musyarakah. Risiko usaha sepenuhnya ditanggung bank, kecuali kerugian akibat kelalaian dan penyimpangan si nasabah.

Sebagian besar bank syariah masih enggan menyalurkan pinjaman mudharabah dalam jumlah besar karena risikonya terlalu tinggi. Bank syariah yang banyak menyalurkan pinjaman dengan skema ini adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dari portofolio BMI yang berjumlah Rp 2,3 triliun, sekitar 30%-35% adalah pembiayaan dengan sistem mudharabah.

Akad untuk simpanan

~ Mudharabah
Dalam akad mudharabah, bank akan menyisihkan sebagian keuntungan yang mereka peroleh untuk para nasabah yang menitipkan uang lewat produk-produk simpanan. Itu sebabnya hampir semua produk tabungan dan deposito berlandaskan prinsip ini. Berhubung pendapatan bank tidak menentu dari waktu ke waktu, maka besarnya bagi hasil yang diterima nasabah produk mudharabah juga tidak tetap. Kalau pada suatu saat pendapatan bank naik, keuntungan nasabah juga ikut naik. Sebaliknya, kalau pada suatu ketika bank mengalami penurunan keuntungan, bagi hasil yang diterima nasabah juga ikut menyusut.

~ Wadiah
Dengan akad ini, nasabah benar-benar murni menitipkan dananya kepada bank syariah, tanpa ada perjanjian bagi hasil sama sekali. Jadi, mestinya, nasabah yang menyimpan uang di bank syariah dengan berdasar akad ini benar-benar berniat menitipkan uang tanpa mengharap imbalan. Biasanya, nasabah yang tertarik menyimpan uang dalam wadah wadiah ini adalah mereka yang menganggap uang bukan sebagai komoditas, melainkan benar-benar alat tukar.

+++++

Baru Setingkat Iqra Satu

Sebenarnya, jenis-jenis akad pembiayaan syariah masih banyak lagi. Cuma, di Indonesia belum semuanya dikenal dan diterapkan. Menurut catatan Bank Indonesia, sampai November 2004 sekitar 67% akad bank syariah berbentuk murabahah. Kini, menurut Adiwarman, akad murabahah mencapai 70%.

Kondisi itu berbeda dengan perkembangan bank syariah di luar negeri. Akad yang disediakan bisa jadi merupakan kombinasi dari beberapa akad sekaligus. Adiwarman bilang, di luar negeri sudah jauh lebih kompleks. Kadang satu jenis akad itu kombinasi dari tiga atau bahkan lima akad sekaligus. "Kita di sini masih sangat sederhana. Ibarat belajar membaca Al-Quran, kita masih Iqra satu," kata Adiwarman. Iqra satu adalah buku pelajaran membaca Al-Quran di tingkat paling bawah yang biasa dipelajari oleh anak-anak TK.

Mission (Im)Possible Perbankan Syariah

Oleh : Adiwarman Karim

Pada akhir 2007, total aset perbankan syariah berhasil mencapai Rp 36,5 triliun, sedikit lebih tinggi dari perkiraan Karim Business Consulting yang mematok angka Rp 35 triliun. Ini adalah pertumbuhan tertinggi yang pernah dibukukan oleh industri perbankan syariah, yaitu mendekati Rp 10 triliun dibandingkan dengan pencapaian pada 2006.

Prestasi lain yang dicatat perbankan syariah pada triwulan IV 2007 adalah penurunan non performing financing (NPF) pada triwulan IV 2007 hingga mencapai level 4,05 persen per Desember 2007, setelah pada tiga triwulan sebelumnya terjadi tren kenaikan NPF. Penurunan NPF di akhir 2007 merupakan pertanda baik untuk membuka lembaran baru di awal 2008.

Penurunan tingkat pembiayaan bermasalah pada Desember 2007 ditunjang oleh semakin berkurangnya nominal pembiayaan bermasalah (kolektibilitas 3 sampai dengan 5) dari Rp 1,5 triliun pada November 2007 menjadi Rp 1,1 triliun pada Desember 2007 serta peningkatan ekspansi pembiayaan dari Rp 26,5 triliun pada November 2007 menjadi Rp 27,9 triliun pada Desember 2007.

Pada 2008, Karim Business Consulting memperkirakan total aset perbankan syariah akan mencapai Rp 50 triliun bila industri bertumbuh normal. Ini berarti akan ada peningkatan sekitar Rp 15 triliun pada 2008, suatu kenaikan angka yang belum pernah dicapai sejak 1992. Itu pun telah memasukkan asumsi adanya beberapa unit usaha syariah (UUS) dan bank umum syariah (BUS) baru di tahun ini.

Dari Rp 15 triliun tersebut, separuh di antaranya diperkirakan akan disumbangkan oleh dua bank syariah terbesar yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat masing-masing Rp 4 triliun dan Rp 3 triliun, sedangkan Bank Mega Syariah menyumbangkan tambahan aset sebesar Rp 1 triliun. Pada 2007, kedua bank ini menguasai 64,47 persen pangsa pasar perbankan syariah, yang bila ditambah dengan Bank Mega Syariah, maka ketiga bank umum syariah menguasai 71,58 persen pangsa pasar.

Pada 2007 itu, UUS yang berkantor pusat di Jakarta menguasai 23,74 persen pangsa pasar, sedangkan UUS yang berkantor pusat di luar Jakarta menguasai 4,68 persen pangsa pasar. Tiga pemain besar dalam kategori UUS adalah BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Niaga Syariah yang menguasai 12,91 persen pangsa pasar. Bila memasukkan Bank BTN, Bank Danamon, Bank Permata, dan Bank Bukopin maka tujuh besar UUS bank tersebut menguasai 20,87 persen pangsa pasar.

Bank pembangunan daerah (BPD) yang menawarkan produk dan jasa berdasarkan prinsip syariah juga semakin berkembang pada 2007. Terdapat empat BPD yang mulai membuka layanan syariah pada 2007 yakni BPD DIY, Bank Jatim, Bank Sulsel, dan Bank Nagari. Keempat BPD ini melengkapi 10 BPD lainnya (Bank Jabar, Bank DKI, Bank Riau, Bank Sumut, BPD Aceh, Bank Kalsel, BPD NTB, Bank Kalbar, Bank Sumsel, dan Bank Kaltim). Keseluruhan BPD tersebut menguasai 5,64 persen pangsa pasar, dengan tiga besar BPD yang memiliki pangsa terbesar yakni Bank Jabar, Bank DKI, dan BPD Aceh.

Dengan total aset UUS per 2007 yang baru mencapai Rp 10,4 triliun, mampukah mereka menyumbangkan kenaikan aset Rp 7,5 triliun pada 2008 untuk mencapai total aset industri perbankan Rp 50 triliun? UUS yang berkantor pusat di Jakarta diperkirakan mampu menyumbang tambahan Rp 6,2 triliun, sedangkan yang berkantor pusat di luar Jakarta mampu menyumbangkan tambahan Rp 800 miliar. Total kontribusi bank pembangunan daerah dalam peningkatan Rp 15 triliun tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.

Program Akselerasi Bank Indonesia menargetkan 5 persen dari pangsa perbankan nasional yang ekuivalen dengan Rp 91,57 triliun di akhir 2008. Dapatkah target tersebut tercapai? Target akselerasi tersebut akan dapat tercapai dengan beberapa persyaratan, antara lain: Pertama, segera diterbitkannya PSAK dan PAPSI baru yang mengatur tentang pembiayaan murabahah. Kedua, segera diterbitkannya instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap ekses likuiditas perbankan syariah, misalnya SBI Syariah dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara). Ketiga, strategi inovasi dan sinergi perbankan syariah.

Pertama, penerbitan PSAK dan PAPSI baru yang mengatur tentang pembiayaan murabahah diperlukan sebagai tambahan dari PSAK dan PAPSI yang telah mengatur tentang transaksi murabahah. Hal ini diperlukan sebagai solusi jangka pendek sebelum disempurnakannya kebijakan PPN sehingga tidak ada pajak berganda terkait transaksi murabahah. Penerbitan PSAK dan PAPSI baru terkait pembiayaan murabahah ini merupakan langkah taktis yang bisa dilakukan secara langsung oleh industri perbankan syariah sebelum diterbitkannya solusi yang lebih komprehensif melalui kebijakan/undang-undang baru yang mengatur PPN atas transaksi syariah.

Ketidakpastian tentang PPN murabahah merupakan salah satu sumber yang menahan laju ekspansi pembiayaan bank syariah. Terbitnya PSAK baru di akhir 2007 merupakan langkah maju dari IAI, namun masih menyisakan pekerjaan rumah karena dalam PSAK tersebut diterangkan bahwa transaksi murabahah adalah transaksi jual beli, sehingga isu terkait PPN murabahah ini belum bisa dituntaskan. Problem ketidakpastian PPN murabahah ini juga menyebabkan investor dari luar negeri menjadi kurang berminat berinvestasi syariah di Indonesia.

Kedua, penerbitan instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap ekses likuiditas perbankan syariah. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBI Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) merupakan instrumen investasi yang diperlukan untuk memacu perkembangan perbankan syariah. Instrumen Sertifikat Wadiah bank Indonesia (SWBI) dengan tingkat return yang relatif menyebabkan perbankan syariah tidak memiliki banyak pilihan instrumen investasi yang kompetitif ketika terjadi ekses likuiditas, sehingga ekspansi penghimpunan dana menjadi tertahan.

Keberadaan SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati tingkat bunga SBI konvesional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik ketika masih diperlukannya waktu analisis sebelum penyaluran pembiayaan yang prudent dan berkualitas. Ketersediaan SBI Syariah, SBSN, dan instrumen investasi yang kompetitif lainnya akan membuat bank syariah bersemangat untuk menghimpun dana pihak ketiga yang pada gilirannya diharapkan mampu menggenjot perkembangan aset perbankan syariah. Pembahasan secara intensif RUU SBSN dan RUU Perbankan Syariah di bulan Januari 2008 merupakan sinyal positif bagi pengembangan perbankan syariah.

Ketiga, strategi inovasi dan sinergi perbankan syariah diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah. Proses sosialisasi secara masif perlu dilanjutkan dan diikuti dengan inovasi dan sinergi perbankan syariah. Masyarakat yang sudah tahu keberadaan bank syariah, akan beranjak untuk tertarik dan mencoba produk dan layanan syariah. Pada titik inilah, bank syariah tidak bisa sekadar menonjolkan aspek kesyariahannya, namun perlu diikuti dengan aksesibilitas yang mudah, fasilitas/produk yang beragam dan kompetitif, serta kualitas pelayanan yang prima.

Aksesibilitas, fasilitas, dan kualitas pelayanan menjadi hal penting agar masyarakat menjadi semakin tertarik dan bangga dengan bank syariah yang tidak sekadar khas dengan karakteristik syariahnya. Apabila ketiga hal tersebut tidak dapat disediakan oleh bank syariah, maka masyarakat menemukan kekecewaan karena keterbatasan bank syariah, timbul persepsi buruk, dan akhirnya menjadi kampanye negatif terkait keberadaan bank syariah. Strategi inovasi dan sinergi akan memacu bank syariah untuk mengombinasikan pendalaman terhadap kebutuhan nasabah serta keluasan solusi yang bisa ditawarkan dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki.

Dengan berbagai upaya tersebut, akankah target 5 persen akselerasi perbankan syariah tercapai? Dalam suatu hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, ''Aku (Allah SWT) akan beserta prasangka hamba-Ku.'' Tekad, keyakinan, dan kepasrahan perlu kita pupuk serta ikuti dengan kerja keras dan kerja cerdas. Ingatlah kisah Siti Hajar yang ditinggal Nabi Ibrahim bersama bayi Ismail di tengah padang pasir. Beliau yakin dan pasrah, yang diikuti ikhtiar berlari dari bukit Shafa dan Marwah, yang akhirnya keluarlah air zamzam dari kaki Ismail yang tetap bermanfaat dan abadi sampai dengan sekarang.

Siapakah lagi yang akan memiliki keyakinan dan ikhtiar untuk pengembangan perbankan syariah? Jawabannya adalah siapa lagi kalau bukan kita sebagai stake-holders perbankan syariah. Membulatkan tekad dan keyakinan, meluruskan niat, menyempurnakan ikhtiar adalah tugas kita, sedangkan hasil adalah urusan dan hak Allah SWT. Man jadda wa jada, jika kita bersungguh-sungguh, maka kita akan bisa.

Calon Gubernur BI dan Masa Depan Bank Syariah

Oleh :KH Didin Hafidhuddin
Guru Besar IPB dan Direktur Pascasarjana UIKA Bogor

Irfan Syauqi Beik
Dosen FEM IPB dan Kandidat Doktor Ekonomi Islam IIU Malaysia

Akhirnya Komisi XI DPR RI dalam sidang komisi 12 Maret 2008 lalu mengambil keputusan menolak calon Gubernur BI yang diajukan pemerintah. Jika disetujui dalam sidang paripurna DPR, maka sesuai dengan pasal 41 ayat 3 dan 4 UU tentang BI, Presiden harus mengajukan calon Gubernur BI yang baru.

Figur Gubernur BI mendatang memiliki tugas dan tantangan yang sangat berat. Apalagi, jika melihat tingginya ketidakpastian perekonomian global ke depan akibat tingginya harga minyak yang mencapai rekor 108 dolar AS per barrel dan krisis kredit perumahan yang melanda AS. Posisi Gubernur BI sangat strategis dan menentukan kinerja perekonomian nasional.

Penulis melihat kinerja BI beberapa tahun terakhir ini sangat baik dalam mengendalikan kebijakan moneter. Hal tersebut terbukti dengan relatif stabilnya kondisi moneter meski peran intermediasi perbankan nasional terhadap sektor riil masih perlu ditingkatkan lagi.

Terlepas dari persoalan hukum yang membelit Gubernur BI Burhanudin Abdullah saat ini, kinerja beliau bersama seluruh jajaran Dewan Gubernur BI perlu mendapat apresiasi. Salah satu agenda pokok yang perlu mendapat perhatian calon Gubernur BI ke depan adalah pada pengembangan sektor perbankan syariah nasional.

Bagi penulis, calon Gubernur BI harus memiliki komitmen mengembangkan perbankan syariah. Dari sisi teoritis yang juga mulai ditunjukkan oleh sisi praktisnya, perbankan syariah lebih menawarkan stabilitas dan keseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter dibandingkan dengan perbankan konvensional. Tinggal sekarang merealisasikan action plan.

Perkembangan bank syariah
Perkembangan perbankan syariah dalam 16 tahun terakhir menggembirakan. Sejak Bank Muamalat berdiri pada 1992, perbankan syariah tumbuh luar biasa. Berdasarkan data BI pada Januari 2008, jumlah bank umum syariah tiga buah, UUS 25 buah, dan BPRS 115 buah. Total aset yang dihimpun Rp 35,84 triliun, dengan dana pihak ketiga Rp 27,69 triliun.

Jumlah nasabah meningkat dari dua juta per Januari 2007 menjadi 2,98 juta nasabah per Januari 2008. Ini menunjukkan perlahan tapi pasti, masyarakat mulai tertarik menggunakan jasa perbankan syariah. Apalagi, ditambah dengan rencana sejumlah bank besar, seperti BNI dan BRI, untuk melakukan spin off dengan mendirikan bank umum syariah baru pada semester kedua tahun ini. Industri ini diperkirakan akan semakin atraktif dan menarik.

Pada 2008 BI mencanangkan target lima persen aset atau senilai Rp 91,57 triliun. Dibutuhkan tambahan aset Rp 55 triliun untuk merealisasikannya. Diperlukan kerja keras dan kerja cerdas seluruh stakeholders perbankan syariah. Bagi penulis, yang terpenting bukan pencapaian hasil, melainkan proses menuju ke arah tujuan.

Islam sangat menekankan pada proses, sementara hasil merupakan hak prerogatif Allah SWT. Komponen penting yang sangat menentukan performa perbankan syariah terletak pada figur calon Gubernur BI.

Kriteria pemimpin
Jika menilik pada kriteria pemimpin sesuai Alquran, paling tidak ada lima karakter yang harus dimiliki, termasuk oleh calon Gubernur BI mendatang. Pertama, hafiidzun atau dapat dipercaya (QS 12:55). Hafiidzun memiliki korelasi kuat dengan integritas moral dan kepribadian sang calon.

Kejujuran merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan karena kunci rumah kebaikan. Pribadi jujur akan menghasilkan kepemimpinan yang jujur dan amanah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa perilaku amanah akan mendatangkan rezeki dan perilaku khianat akan mendatangkan kefakiran.

Maknanya, ada hubungan berbanding lurus antara perilaku amanah dan tingkat kesejahteraan. Sebaliknya, pengkhianatan dan penyelewengan hanya akan menjadi sumber utama kefakiran dan kemiskinan.

Kriteria kedua adalah alim, yaitu profesional. Profesional sifat dasar wajib bagi Muslim yang memahami konsep ihsan dan itqan. Rasulullah SAW bersabda: ''Allah SWT mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu'' (HR Muslim). Ihsan mengandung makna melakukan sesuatu secara optimal dan maksimal.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Rasulullah SAW menyatakan: ''Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang jika melakukan pekerjaan dilakukan secara itqan''. Itqan mengandung makna dilakukan secara tepat, terarah, jelas, dan tuntas.

Profesionalitas dalam ajaran Islam harus dibangun di atas fondasi kedua konsep tersebut. Ketiga adalah basthotan fil 'ilmi wal jismi, yaitu memiliki kekuatan ilmu dan fisik (QS 2: 247).

Ilmu kunci yang menentukan kualitas sebuah amal. Pemimpin yang berilmu akan memiliki kualitas kepemimpinan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pemimpin tidak berilmu. Demikian pula dengan kekuatan fisik yang sangat menentukan kualitas performa pemimpin.

Keempat, memiliki keberpihakan yang nyata terhadap kebenaran dan keadilan (QS 39: 18). Dalam ayat tersebut, Allah menyatakan di antara perilaku orang beriman, meski ada banyak ajaran di dunia ini, mereka tetap mengikuti kebenaran isi Alquran.

Dalam konteks calon Gubernur BI, meski saat ini kondisi moneter tidak bisa dilepaskan dari instrumen bunga, ia harus memiliki komitmen dan keberpihakan nyata untuk mulai mentransformasikan sistem moneter konvensional kepada sistem moneter syariah. Memang berat dan terkesan sebagai sebuah mission impossible.

Meski demikian, hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil. Adalah sunnatullah sebuah sistem yang dibangun di atas prinsip yang bertentangan dengan ajaran Islam pasti akan mengalami kehancuran, suka tidak suka, cepat atau lambat. Karena itu, figur calon Gubernur BI mendatang harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan perbankan syariah.

Keberanian
Kriteria kelima adalah memiliki keberanian memerangi segala bentuk kezaliman dan ketidakadilan. Seorang Gubernur BI harus berani menolak segala bentuk KKN. Ia tidak boleh tunduk dalam menghadapi segala bentuk tekanan, baik tekanan dalam negeri maupun tekanan dari negara lain.

Penulis pun berharap agar figur calon Gubernur BI mendatang memiliki orientasi kerakyatan yang sangat kuat. Seberat apa pun kondisi yang dihadapi, kepentingan rakyat kecil harus selalu mendapat prioritas. Salah satu sebab beratnya masalah yang dihadapi oleh bangsa ini adalah akibat kita terlalu mengurusi kepentingan pengusaha besar yang justru sering merugikan kepentingan rakyat kecil dan kepentingan negara-negara asing. Padahal, Rasulullah SAW mengingatkan bahwa kalian akan ditolong dan diberi rezeki dengan sebab menolong kaum dhuafa di antara kalian.

Gubernur BI ditantang dapat mendekatkan sektor perbankan dengan rakyat kecil melalui pola pembiayaan UMKM yang terintegrasi dengan baik. Selama ini rakyat kecil cenderung tidak bankable sehingga perlu diciptakan berbagai terobosan yang dapat memecahkan kebuntuan ini.

Salah satu solusi terbaiknya adalah dengan mengembangkan perbankan syariah nasional. Insya Allah, jika kelima kriteria ini dapat dipenuhi, perlahan tapi pasti, bangsa ini akan dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Ikhtisar:
- Alquran memberi persyaratan yang ideal bagi calon pemimpin. - Gubernur BI yang baru harus berpihak pada sektor riil dan sektor UMKM.