Friday, May 2, 2008

May Day, Hari Penuh Harapan


Sejak zaman purbakala, tanggal 1 Mei memiliki arti khusus bagi orang-orang yang tinggal di belahan utara bumi. Tanggal 1 Mei adalah awal dimulainya musim panas.

Dalam kebudayaan Celtic ada festival Beltane, festival yang dirayakan pada 1 Mei.Saat itulah ternak dilepas di padang rumput yang sedang subur-suburnya di musim panas. Pada perayaan ini, para pemimpin spiritual Celtic akan menyalakan api unggun raksasa di tengah permukiman sebagai perlambang harapan akan datangnya panen berlimpah di bulan-bulan yang akan datang.

Orang-orang dari kebudayaan Germanik memiliki festival musim panas, yang berlangsung sejak malam 30 April sampai 1 Mei. Pada malam 30 April, orang menyalakan api unggun besar untuk menangkal sial dan gangguan roh-roh jahat. Dengan begitu, tanggal 1 Mei menjadi hari dengan harapan baru muncul, bebas dari kesialan dan roh jahat. Masih banyak festival seperti ini di seluruh Eropa, baik pada zaman pra-Nasrani maupun setelah agama Nasrani meresap ke seluruh tatanan masyarakat.

Jadi, sudah sejak lama sekali tanggal 1 Mei menjadi sebuah tanggal yang melambangkan harapan akan hari depan, yang bebas dari keterikatan, bebas dari kekuatan jahat, bebas dari beban penderitaan hidup. Gereja Katolik tentu berusaha melarang perayaan festival pemujaan dewadewa semacam ini.Tapi sebagaimana halnya upaya pelarangan tradisi yang banyak terjadi di seluruh dunia, upaya ini tidak sepenuhnya berhasil. Perayaan-perayaan ini terus dilangsungkan di seluruh Eropa sampai 1700-an.

Kelanjutan Tradisi

Tradisi perayaan May Day tradisional di Eropa diteruskan oleh masyarakat perkotaan yang kebanyakan terdiri atas para perajin yang tergabung dalam gilda-gilda. Pada hari itu, masyarakat perkotaan akan mengadakan pesta, memilih seorang "Ratu Mei" yang akan menjadi perlambang rezeki baik dan menobatkan seorang Robin Goodfellow, Lord of Misrule.Robin Goodfellow ini akan dijadikan raja sehari dan dijadikan bahan olokolok oleh seluruh peserta pawai.

Untuk satu hari, pada hari perayaan 1 Mei, May Day,"Raja menjadi sasaran olok-olok". Tentu saja, para bangsawan dan jajaran penguasa lainnya memandang perayaan ini dengan rasa tidak senang-aroma pemberontakan di dalamnya terlalu keras untuk diabaikan begitu saja. Jadi, nasib perayaan yang muncul dalam bentuk baru ini pun mendapat tentangan dari para penguasa.

Upaya-upaya pemerintah dan Gereja untuk memberangus perayaan ini berlangsung di mana-mana. Bahkan di Inggris, perayaan May Day dinyatakan sebagai aktivitas terlarang pada 1600-an. Tongkat estafet untuk perayaan May Day diambil oleh gerakan buruh. Kelas buruh, yang muncul sebagai akibat peralihan sistem produksi gilda menjadi sistem industrial, mewarisi semangat penentangan terhadap kekuasaan yang dilambangkan oleh perayaan May Day dari para pendahulu mereka.

Karena itu tidaklah mengherankan bahwa seruan demonstrasi pada 1 Mei 1886 yang dikumandangkan oleh Knights of Labor, salah satu serikat buruh terpenting di Amerika Serikat di abad ke- 19, disambut oleh ratusan ribu pekerja di sana. Demonstrasi yang dilangsungkan di seluruh Amerika pada 1 Mei 1886 itu adalah hasil sebuah kampanye terorganisir untuk memangkas jam kerja menjadi hanya delapan jam sehari.

Kampanye ini sudah dimulai di era 1860-an, segera setelah selesainya perang sipil yang menghancurkan sistem perbudakan di Negeri Paman Sam itu. Kampanye perbaikan upah memang sering lebih disorot, namun bagi buruh, upah setinggi apa pun tidak akan banyak gunanya jika mereka diharuskan bekerja dua belas sampai lima belas jam di pabrik-pabrik- jauh di atas kemampuan normal manusia untuk bekerja.

Bahkan kerja delapan belas jam bukan satu hal yang jarang dijumpai di tengah industri Eropa dan Amerika Serikat masa itu. Kelelahan yang akut akan membuat seseorang tidak lagi dapat menikmati hasil cucuran keringatnya sendiri. Di samping itu, karena waktu terjaga dihabiskan untuk bekerja, seorang buruh tidak akan lagi memiliki waktu untuk olah jiwa, untuk rekreasi, untuk mengembangkan diri, dan kepribadian.

Seorang buruh benar-benar menjadi sebuah mesin, yang akan digantikan begitu saja demikian mesin itu mengalami keausan. Karena itu, kampanye untuk pemotongan jam kerja merupakan salah satu kampanye terpenting untuk menjamin kesejahteraan buruh. Kampanye peningkatan upah, tanpa diimbangi dengan kampanye pemotongan jam kerja, tidak akan berarti banyak bagi peningkatan kesejahteraan buruh.

Peristiwa Haymarket Square, yang sering ditunjuk sebagai patokan bagi perayaan May Day di masa modern, merupakan bagian dari sebuah aksi nasional yang berlangsung di seluruh Amerika Serikat. Aksi ini dipersiapkan selama setahun oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions dan Knights of Labor.

Di seluruh Amerika Serikat, represi oleh kepolisian berlangsung di seluruh kota-kota industri, namun di Chicagolah represi berlangsung paling keras dan menimbulkan korban tewas, baik di pihak buruh maupun polisi. Pengadilan yang dilangsungkan sesudahnya atas para pimpinan demonstrasi di Haymarket Square menghasilkan hukuman gantung bagi Albert Parsons, August Spies, George Engle, dan Adolph Fischer.

Perlambang Harapan

Walau demikian, sekalipun 1 Mei 1886 berakhir dengan banyak kekalahan di pihak gerakan buruh, tuntutan delapan jam kerja yang kemudian dikumandangkan tiap tahun pada 1 Mei akhirnya mengalami kemenangan di mana-mana. Saat ini, kalau pekerja di seluruh dunia menikmati delapan jam kerja sehari, seharusnya mereka mengingat bahwa salah satu tonggak penting perjuangan untuk mencapai itu dirayakan tiap tahun pada tanggal 1 Mei.

Sejak zaman purbakala, May Day telah menjadi hari di mana pengorbanan diberikan, untuk menumbuhkan harapan dan membangkitkan tenaga juang untuk meraih hari depan yang lebih baik. Perayaan 1 Mei telah diwariskan dari zaman ke zaman, lewat generasi demi generasi, untuk selalu menjaga api harapan berkobar di dada mereka yang berjuang demi kesejahteraan, demi masa depan yang lebih cerah dan gemilang. (*)

Ken Budha Kusumandaru
Penulis adalah anggota Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
(//mbs)

No comments: