Tuesday, September 11, 2007

Arus Kredit Terus Mengalir


Laporan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah sungguh membesarkan hati. Kredit perbankan hingga Juli tumbuh 20 persen lebih sehingga tercatat Rp 915,6 triliun.

Fakta ini penting karena selama ini kuat kesan fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat tidak dimanfaatkan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi. Kita berharap kredit yang sudah disetujui dimanfaatkan dan direalisasikan menjadi investasi yang sesungguhnya.

Mengapa? Karena kita membutuhkan adanya investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan hadirnya investasi, kita bisa berharap akan terbuka lapangan kerja baru, yang bisa kita pakai untuk mengurangi penganggur dan tingkat kemiskinan.

Kita memperhitungkan untuk bisa mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi 7 persen, kita membutuhkan investasi sebesar Rp 1.000 triliun. Dengan adanya penyaluran kredit hingga Juli lebih dari Rp 915 triliun, berarti harapan bagi tercapai tingkat pertumbuhan yang kita kehendaki bukanlah hal yang muluk. Sekali lagi yang kita butuhkan adalah bagaimana membangun persepsi positif. Selama ini kita larut dalam suasana pesimistis. Akibatnya, kita terjebak dalam skenario yang selalu buruk sehingga membuat kita tidak percaya diri.

Ternyata keadaan kita tidak seburuk seperti yang kita perkirakan. Keadaan ekonomi kita mulai menunjukkan geliat kembali dan itu terbukti dari tingginya angka kredit yang telah disalurkan sektor perbankan.

Sekarang tentunya tugas kita bersama untuk memanfaatkan momentum ini guna membalikkan persepsi negatif menjadi positif. Itu tidak bisa lain kecuali dilakukan dengan membangun sikap positif. Kita jangan ramai berwacana, tetapi harus ramai dalam bekerja. Janganlah kita terlalu membesar-besarkan masalah yang tidak terlalu substantif. Selalu melihat kembali ke belakang untuk sekadar mencari-cari kesalahan. Kita harus belajar dari kesalahan masa lalu, tetapi pelajaran itu kita pakai untuk menjawab tantangan yang ada di depan.

Di jajaran pemerintah, kita mengharapkan mereka tidak mengeluarkan banyak keputusan yang bisa menimbulkan gejolak, seperti kebijakan tentang konversi energi dan penyesuaian tarif tol. Pemerintah boleh mengambil kebijakan tersebut, tetapi sebaiknya disertai komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat. Sikap kritis masyarakat dan parlemen tetap diperlukan. Namun, sikap itu harus dipakai sebagai alat koreksi, bukan sekadar asal berbeda, apalagi untuk mencari-cari kesalahan.

Reformasi yang kita pilih sudah berjalan hampir satu dekade. Waktu 10 tahun terlalu lama bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Kita tidak bisa membiarkan mereka lebih lama lagi berada dalam kehidupan yang mengimpit seperti itu. Salah-salah hal itu akan merusak semua upaya yang sudah kita lakukan untuk membangun kembali negeri ini.

No comments: