Jakarta, Kompas - Industri tekstil dan produk tekstil tidak lagi dapat mengandalkan biaya buruh yang rendah dan harga produk yang murah.
Daya saing industri ini bergeser pada ketersediaan layanan yang bermutu pada seluruh mata rantai produksinya, sekaligus penguatan citra melalui tanggung jawab sosial perusahaan.
Pandangan tersebut disampaikan Till Freyer, pendiri International Garment Training Center, Jumat (7/9) di Jakarta. Freyer adalah salah satu pembicara dalam lokakarya bertajuk "Indonesia Apparel Network" yang diselenggarakan Senada bersama Asosiasi Pertekstilan Indonesia.
Menurut Freyer, industri tekstil dan produk tekstil mesti menawarkan paket layanan lengkap untuk menjamin jaringan pasokan bahan baku, penetrasi pasar, hingga kepuasan pembeli.
"Harga adalah prasyarat ketiga berdasarkan urutan nilai penting faktor yang menentukan daya saing produk TPT. Faktor yang sekarang lebih menentukan adalah citra baik perusahaan yang dibangun dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) serta kualitas pelayanan," ujarnya.
Penerapan prinsip CSR yang terabaikan, kata Freyer, mengakibatkan produsen raksasa China pun kini dipandang sebagai mitra bisnis yang kurang dapat diandalkan di pasar Eropa dan Amerika Serikat.
Selain citra positif yang dibentuk dengan penerapan CSR, paket layanan lengkap dalam penawaran produk juga jadi prasyarat mendasar untuk bersaing.
Pada forum yang sama, Senior Industry Advisor Senada Zulian Siregar menegaskan, kualitas pelayanan harus dibangun pada seluruh mata rantai produksi.
"Industri garmen itu bersifat buyers driven, pelaku usahanya harus dapat membaca pasar serta menyesuaikan diri dengan kemauan pasar," ujarnya.
Keterampilan yang dibutuhkan dalam membaca dan melayani kebutuhan pasar antara lain tercermin pada penerjemahan ide desain menjadi suatu produk dengan cepat dan tepat.
Sekretaris Eksekutif API Ernovian G Ismy mengingatkan, dukungan pemerintah dibutuhkan oleh pelaku industri TPT untuk dapat menawarkan mutu layanan yang baik.
Terkait dengan keterbatasan energi listrik, tutur Ernovian, industri TPT Indonesia sudah beralih ke penggunaan energi batu bara. (DAY)
No comments:
Post a Comment