BPK Awasi Pinjaman untuk Pembelian Senjata Rusia
Jakarta, Kompas - Badan Pemeriksa Keuangan dan lembaga sejenis dari Rusia sepakat mengawasi dan mengaudit pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista, yang menggunakan pinjaman satu miliar dollar AS dari pemerintahan Presiden Vladimir Putin. Kedua negara menginginkan efektivitas penggunaan pinjaman tersebut.
Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan itu seusai menghadiri ceramah umum bersama Ketua BPK Rusia (Accounts Chamber of The Russian Federation) Sergey V Stepashin, Jumat (7/9) di Jakarta.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Kamis lalu, mengatakan, Departemen Pertahanan Indonesia dan Rusia sepakat untuk berhubungan langsung dalam proses jual beli alutsista tanpa mengandalkan pialang dan rekanan hitam yang mencari keuntungan dengan menggelembungkan harga. Juwono mengatakan, selalu bermunculan pialang yang tidak jelas statusnya.
"RI-Rusia sudah sepakat agar proses pengadaan alutsista akan disederhanakan, dipercepat, dan dipermurah. Kita tidak lagi mengandalkan pialang-pialang," ujar Juwono di Istana Negara, Jakarta, Kamis. Dengan berhubungan langsung, anggaran bisa dihemat hingga 40 persen.
Menurut Anwar, pembelian alutsista bagi TNI perlu diawasi bersama-sama. "Pengawasan akan dilakukan secara paralel. Pada saat pemeriksaan dilakukan di Indonesia, Rusia juga melakukannya," kata Anwar.
Rusia memberikan pinjaman satu miliar dollar AS untuk pengadaan alutsista bagi Indonesia periode 2007-2010. Pinjaman ini merupakan bagian dari komitmen perjanjian kerja sama yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Putin pada 1 Desember 2006.
Dephan akan membeli 10 helikopter MI-17-V5 dan 5 helikopter MI-35P beserta persenjataannya untuk TNI AD; 2 kapal selam kelas Kilo dan 20 kendaraan infanteri tempur BMP-3F untuk TNI AL; serta 6 paket peralatan terbang dan persenjataan Sukhoi untuk TNI AU.
Di balik jual beli itu, Jasa Federal untuk Kerja Sama Teknis Militer (Federal Service for Military Technical Cooperation/FSMTC) Rusia diharapkan menjadi pintu masuk satu-satunya dalam merumuskan dan menyelenggarakan pengadaan peralatan militer bagi Indonesia (Kompas, 21/8).
Indonesia juga berencana membeli enam pesawat tempur Sukhoi dengan mengalokasikan kredit ekspor (KE) sebesar 350 juta dollar AS. Ada juga program penambahan teknologi baru pada pesawat lama, yakni empat pesawat angkut jenis Hercules, yang rencananya harus terealisasi pada bulan ini. Total alokasi KE untuk ketiga matra angkatan TNI dan Mabes TNI tahun 2004-2009 itu 3,7 miliar dollar AS.
Bagian kerja sama
Menurut Anwar, audit bersama dengan BPK Rusia merupakan bagian dari nota kesepahaman yang telah ditandatangani kedua pemimpin lembaga pemeriksa ini, 6 September 2007. Dalam kesepakatan itu disebutkan ada dua area yang menjadi kepentingan bersama, yakni pertama, pemeriksaan di bidang pengadaan senjata militer. Kedua, bidang pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan.
Di samping itu, BPK Indonesia juga mengusulkan kerja sama di bidang pengelolaan minyak dan gas, perpajakan, privatisasi, serta penyaluran dana dari pemerintah pusat ke daerah.
BPK Rusia mengusulkan kerja sama pada program pemberantasan pencucian uang serta evaluasi peraturan di bidang kepabeanan, khususnya dalam rangka kegiatan perdagangan ekonomi kedua negara.
"Kami mengambil pelajaran dari pengalaman Rusia dalam mengaudit transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah. Rusia sudah melakukannya sejak lama," katanya. (INU/OIN)
No comments:
Post a Comment