Tuesday, September 11, 2007

Presiden: Bank Sudah Normal


RI Bawa CTI ke Pertemuan APEC

Suryopratomo

Sydney, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa senang dengan mulai diakuinya kembali kiprah perbankan nasional di dunia internasional. Hal itu menjadi modal penting untuk semakin mendorong pembangunan ekonomi.

Presiden mengungkapkan hal itu dalam perjalanan dari Jakarta menuju Sydney, Australia, Jumat (7/9). Presiden yang didampingi Ny Ani Yudhoyono dan beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu berada di Sydney untuk menghadiri konferensi para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

"Terus terang saya merasa senang ketika kemarin (Kamis) menyaksikan penandatanganan (kerja sama) antara Bank Mandiri dan salah satu bank Rusia (Alfa Bank). Penandatanganan itu menandai diakuinya kembali keberadaan bank kita di dunia internasional," ujar Presiden.

Menurut Presiden, setelah krisis ekonomi tahun 1998, perbankan nasional sempat kehilangan kepercayaan. Akibatnya, banyak transaksi bisnis yang tidak bisa dilakukan seperti yang seharusnya karena standar perbankan nasional dianggap tidak sejajar dengan standar perbankan yang berlaku di dunia internasional.

Lebih baik

Menteri Koordinator Perekonomian Boediono melihat kondisi perbankan nasional memang sudah jauh lebih baik. Perbankan nasional telah menjalankan prinsip-prinsip seperti yang seharusnya berlaku. "Sekarang ini tidak laku lagi yang namanya katabelece di perbankan. Direksi bank tidak peduli lagi dengan namanya surat sakti," kata Boediono.

Menurut Menko Perekonomian, keadaan ini tentunya harus terus dipertahankan. Jangan sampai kesalahan seperti dulu, saat bank dipergunakan untuk membiayai grupnya sendiri dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, terulang kembali.

Menurut Boediono, dengan sistem perbankan yang lebih baik, kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk bisa membangun kembali negara ini memang sangat terbuka, apalagi itu ditopang oleh fondasi ekonomi yang kokoh. "Kondisi makro-ekonomi yang kita butuhkan bagi bergeraknya sektor riil berada dalam kondisi yang baik," kata Boediono.

Salah satu indikator yang bisa dilihat untuk menunjukkan kokohnya kondisi makro-ekonomi adalah kemampuan untuk menahan gejolak yang terjadi di pasar finansial dunia. Dampak dari ancaman gagal bayar subprime mortgage di AS tidak terlalu berpengaruh terhadap stabilitas makro-ekonomi.

Boediono menyambut baik langkah Bank Indonesia untuk mengendalikan tingkat suku bunga. Laporan BI bahwa hingga bulan Juli persetujuan kredit yang dilakukan perbankan mencapai Rp 915,6 triliun menunjukkan sektor riil memang sudah mulai bergerak. "Sekarang yang harus dijaga jangan sampai terjadi guncangan yang membuyarkan lagi semua itu," kata Boediono.

Investasi mengalir

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi melihat data yang dikeluarkan BI sejalan dengan data yang dimiliki BKPM. Arus investasi ke Indonesia mulai masuk karena ditopang oleh penurunan tingkat suku bunga kredit. Bahkan, menurut Lutfi, tidak hanya investasi dalam negeri yang berkembang pesat, tetapi juga investasi asing dalam bentuk investasi langsung.

"Contoh paling fenomenal ialah investasi di Batam, Bintan, Karimun. Pada 2005 investasi di kawasan itu masih 120 juta dollar AS. Pada semester I-2007 rencana investasi melonjak menjadi 9 miliar dollar AS, termasuk 4 miliar dollar AS untuk pengilangan minyak," kata Lutfi.

Hanya saja, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Mohammad S Hidayat mengingatkan, banyak hal yang harus dikerjakan, termasuk oleh pemerintah, untuk membuat rencana investasi dan persetujuan kredit yang besar itu bisa direalisasikan.

"Memang persetujuan kredit yang diberikan perbankan mencapai Rp 915,6 triliun, tetapi yang dicairkan masih terbatas karena seperti kredit untuk jalan tol masih terhambat masalah pembebasan lahan. Sepanjang hal-hal seperti itu tidak bisa diselesaikan, maka manfaat dari pemberian kredit terbatas," kata Hidayat.

Tawarkan CTI

Mengenai isu yang akan disampaikan pada pertemuan para pemimpin APEC, Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa dirinya akan menyampaikan Coral Triangle Initiatives (CTI) bagi terumbu karang, perikanan, dan ketahanan pangan. Isu ini menjadi bagian penting dari upaya dunia dalam menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global sehingga harus juga jadi perhatian dunia.

"Selain pengelolaan hutan, ada hal yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi isu pemanasan global, yakni kekayaan alam yang ada di laut khususnya berkaitan dengan terumbu karang yang ada di kawasan mulai dari Indonesia, Filipina, hingga Kepulauan Solomon," kata Presiden.

Terumbu karang yang ada di kawasan itu terancam rusak apabila terus terjadi pemanasan global. Rusaknya terumbu karang akan membahayakan ekosistem. Jika hal itu terjadi, tidak hanya akan merusak potensi ekonomi yang mencapai 2,3 miliar dollar AS setiap tahun, tetapi memengaruhi ketahanan pangan karena mengganggu siklus kehidupan ikan-ikan di laut.

Menurut Presiden, ia akan mengajak pemimpin Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Niugini, dan Kepulauan Solomon untuk mengangkat isu tersebut. Diharapkan inisiatif ini mendapatkan dukungan dari negara besar seperti AS dan Australia.

"Saya mendapat kabar, PM Australia John Howard mendukung inisiatif ini untuk dibicarakan di APEC. Selanjutnya, kita juga akan terus membawa isu ini dalam forum yang lain, yakni pertemuan PBB dan juga KTT Lingkungan Hidup di Bali pada bulan Desember nanti," kata Presiden.

No comments: