Tuesday, September 11, 2007

Pengusaha Rusia Ingin Investasi Jangka Panjang


Neraca Perdagangan antara Kedua Negara Masih Timpang

Jakarta, Kompas - Pengusaha Rusia ingin menanamkan modalnya untuk jangka panjang di Indonesia. Mereka mengklaim kesetiaannya berinvestasi sama seperti pengusaha Jepang dan Korea Selatan, yang sudah lama di Indonesia. Sektor yang diminati adalah pertambangan, telekomunikasi, industri, dan perbankan.

"Kesetiaan kami berinvestasi sama seperti pengusaha Jepang dan Korea. Begitu masuk ke sini, kami akan tetap berinvestasi sambil terus membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia," kata Presdir Russian Aluminium (Rusal) Alexander Livshits dalam Forum Bisnis Indonesia-Rusia di Jakarta, Kamis (6/9).

Rusal termasuk produsen aluminium terbesar di dunia dengan produksi 4,3 juta ton per tahun. Menurut Livshits, Rusal terus berekspansi ke luar Rusia untuk meningkatkan kemampuan produksinya. Karena itu, Rusal ingin berinvestasi dalam jangka panjang di setiap negara.

Chairman of Alfa Group Peter Aven mengatakan, investasi Rusia di luar negeri, terutama lewat industri logam, pertambangan, dan telekomunikasi, jumlahnya baru satu persen dari keseluruhan investasi internasional.

Alfa Group membawahi sejumlah perusahaan, termasuk perusahaan telekomunikasi Altimo dan Alfa Bank.

Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), komitmen investasi Rusia ke Indonesia sangat minim. Rusia menempati urutan ke-51 untuk komitmen investasi dan ke-72 untuk realisasi investasi.

"Ada fakta yang menyedihkan, komitmen investasi Rusia ke Indonesia sejak tahun 1967 sampai sekarang hanya 14 juta dollar AS. Sedangkan realisasinya hanya 100.000 dollar AS," ujar Kepala BKPM Muhammad Lutfi.

Meskipun memiliki keunggulan di industri petrokimia, pertambangan, antariksa, dan telekomunikasi, Rusia belum memiliki pengalaman panjang berinvestasi di luar komunitas negara persemakmurannya.

Neraca perdagangan

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat mengungkapkan, sampai kini neraca perdagangan Indonesia-Rusia masih timpang.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, nilai ekspor Indonesia ke Rusia pada tahun 2006 sebesar 100,8 juta dollar AS, meningkat dari 85,7 juta dollar AS pada tahun sebelumnya.

Adapun impor dari Rusia tahun 2006 tercatat 61,07 juta dollar AS atau naik dari 57,7 juta dollar AS pada tahun sebelumnya. Namun, komposisinya terhadap keseluruhan ekspor-impor Indonesia masih rendah.

Ekspor terbesar Indonesia ke Rusia di antaranya minyak sawit mentah (CPO), teh, margarin, dan tembakau. Sementara Indonesia masih mengimpor besi dan baja, pupuk kimia, dan bubur kertas.

Soal peluang, pengusaha Rusia Alexander V Popov mengungkapkan, Rusia merupakan pasar potensial untuk produk mebel dan kerajinan.

Namun, dia mengakui tarif impor produk mebel masih tinggi, sekitar 35-40 persen dari nilai produk di pelabuhan importir (CIF). "Tetapi, masih tetap untung karena produk Indonesia sangat murah dan berkualitas," ujar Popov.

Hambatan

Menko Perekonomian Boediono mengatakan, salah satu hambatan utama pengembangan bisnis antara Rusia dan Indonesia adalah belum lancarnya hubungan perbankan kedua negara.

Dalam penutupan pertemuan bisnis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Vladimir Putin menyaksikan penandatanganan kerja sama Rusal dengan PT Aneka Tambang, Pertamina dengan Lukoil, dan PT Minang Jordanindo dengan Cheliabinsky. Selain itu, ditandatangani pula kerja sama antara Bank Mandiri dan Alfa Bank. (HAM/OIN/DOT)

No comments: