Melek Finansial sejak Muda
Joice Tauris Santi
Apa bedanya Danareksa dengan reksa dana? Ketika pertanyaan ini diajukan kepada seorang mahasiswa tingkat akhir sebuah perguruan tinggi di Jakarta, pada sebuah workshop di Jakarta, dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Hal ini mungkin dapat menjadi satu indikator bagaimana masih banyak orang yang tidak melek finansial, bahkan untuk seorang mahasiswa. Padahal, sepanjang hayat orang selalu berhubungan dengan masalah keuangan atau finansial dalam cakupan yang sangat luas, mulai dari mengambil uang di ATM, menabung di bank, membeli barang, kredit rumah, hingga berinvestasi pada produk keuangan yang rumit.
Banyaknya orang yang tidak mengerti masalah finansial membuat Commenwealth Bank of Australia (CBA) menjadi prihatin. Membuat masyarakat melek finansial adalah tujuan utama didirikannya Yayasan Commonwealth Bank.
Programnya hanya satu, yakni membuat masyarakat melek finansial sejak muda. Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan finansial sederhana pada sekolah-sekolah, khususnya kelas 7 hingga 12, atau setara dengan tingkat SMP dan SMU.
Dasar dari pemilihan program ini adalah survei yang mengidentifikasi bahwa orang dengan pendidikan finansial terendah adalah pada usia 16-20 tahun, tidak bekerja, atau siswa dengan tingkat pendidikan rendah.
Studi itu juga mengungkapkan bahwa dengan meningkatkan pengetahuan finansial pada 10 persen populasi akan berpotensi meningkatkan ekonomi Australia sebesar 6 miliar dollar Australia per tahun dengan cara membuka 16.000 lapangan kerja baru. Semakin tinggi pengetahuan finansial seseorang, makin rendah kemungkinan mereka tidak mendapatkan pekerjaan.
Hasil riset inilah yang mendasari dibuatnya program-program pelatihan untuk anak sekolah agar mereka dapat memahami lebih jauh masalah keuangan pribadi.
"Kami berpendapat, dengan meningkatkan kemampuan finansial seseorang merupakan proses panjang. Keuntungan yang mengalir dari peningkatan kemampuan angkatan kerja dalam masalah keuangan akan meningkatkan produktivitas, semakin sedikit modal yang terbuang dengan pengambilan keputusan yang tepat pada saat memulai bisnis baru atau membeli rumah," jelas Tania Navarro dari CBA.
Potensi tidak langsung keuntungan lainnya, kata Navarro, adalah meningkatkan tabungan nasional dan menciptakan konsumen yang mengerti betul akan hak-haknya.
Program pelatihan yang dibiayai oleh CBA beragam, sebagian besar diajukan sendiri oleh sekolah menurut kebutuhan setempat. Sekolah yang berada di perkotaan memiliki kebutuhan pendidikan finansial yang berbeda dengan di pedesaan.
Setiap tahun, CBA menyediakan hibah untuk 100 SMA di seluruh Australia, masing-masing 3.500 dollar Australia.
Murid-murid SMU di Distrik Sheffield, Tasmania, yang lingkungannya peternakan dan pertanian mengajukan program mengenai keuangan pertanian. Topik yang dipelajari dalam kursus 11 pekan antara lain bagaimana menabung setelah mendapat hasil pertanian.
Lain lagi dengan murid di SMU Liverpool, Sidney. Sekolah khusus wanita ini lebih memilih pendidikan finansial yang menitikberatkan pada penggunaan handphone (HP).
Tujuan dari kursus ini adalah membuat siswa mengetahui cara membaca tagihan bulanan HP, membaca kontrak penggunaan HP, termasuk membandingkan sistem prabayar dan langganan, biaya jika download ring tone, serta mengetahui tarif pada jam padat.
"Kami mendengar bahwa ada murid yang membayar tagihan HP-nya hingga 80 dollar Australia per bulan untuk membayar ring tone yang tidak mereka inginkan. Juga mendengar skema tentang operator yang meninggalkan pesan berupa ring tone di telepon seluler," ujar Maria Allan, Wakil Kepala Sekolah SMU Liverpool.
Sepanjang kursus, para murid membagikan pengalaman menyeramkan mengenai tagihan telepon mereka, termasuk tagihan telepon yang membengkak tanpa disadari. Sementara, sekolah lain memilih program yang lebih serius lagi seperti mengelola kafe sekolah atau membuat proyek bisnis kecil-kecilan.
Evaluasi
Setelah memberikan pendidikan finansial kepada anak-anak muda di sekolah, CBA juga melakukan survei untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tersebut.
Pada tahun 2005 dan 2006 CBA melakukan Australian Financial Literacy Assesment (AFLA). Riset yang dilakukan secara nasional ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat melek finansial anak-anak yang sudah mengikuti program-program edukasi finansial yang dibiayai oleh CBA.
Pada tahun 2006, sebanyak 50.000 siswa kelas 9 dan 10 yang berasal dari 500 sekolah berpartisipasi dalam AFLA ini. Para peserta diminta untuk menjawab 48 pertanyaan pilihan berganda.
Pertanyaan yang diajukan berasal dari enam kategori, yaitu pengelolaan keuangan, keputusan konsumen, keuangan pribadi, hak konsumen, bisnis dan teknologi, serta investasi dan ekonomi. AFLA tidak dirancang untuk mengetahui tingkat kelulusan dalam hal keuangan, melainkan hanya untuk mengetahui secara umum tentang pengertian anak-anak sekolah soal keuangan.
Ternyata, banyak sekali siswa yang kesulitan melihat rincian rekening bank, hanya 48 persen dari siswa kelas 9 yang mengerti istilah "debet" dan hanya 25 persen yang memahami istilah "kredit" dalam rekening bank.
Hasil survei ini menyedihkan karena anak-anak muda sekarang seharusnya memiliki pengetahuan finansial dan kepercayaan diri jika hendak menjadi pemenang dalam persaingan dunia keuangan yang semakin kompleks.
Hasil AFLA juga menunjukkan bahwa para siswa sebenarnya belum sepenuhnya siap menghadapi dunia nyata setelah sekolah selesai kelak.
"Pendidikan finansial sangat penting karena pada setiap kehidupan kita sangat berhubungan dengan masalah finansial. Kemungkinan kami juga akan mengadopsi program ini untuk sekolah di Indonesia," ujar Presiden Direktur Bank Commonwealth Simon Brewis- Weston. Dengan melek finansial sejak muda, diharapkan tidak ada lagi kegagapan finansial yang akhirnya merugikan diri sendiri.
No comments:
Post a Comment