Friday, April 4, 2008

Ekonomi Menuju Titik Nadir


Soros: Segera Batasi Investasi

KOMPAS/AGNES RITA SULISTYAWATY / Kompas Images
Seorang pedagang bawang mengemasi barang dagangan yang tidak laku terjual, Kamis (3/4), karena naiknya harga hampir semua barang, sementara pendapatan masyarakat tetap. Penjualan bawang turun dari angka 1 ton menjadi 300 kilogram per hari.
Jumat, 4 April 2008 | 01:37 WIB

New York, Kamis - Miliuner George Soros mengatakan, krisis keuangan saat ini adalah yang terburuk sejak Depresi Besar tahun 1929. Krisis ini sedang menuju titik nadir (paling dasar), dan paling cepat pemulihan baru terjadi tiga bulan dari sekarang.

”Pasar akan jatuh sekali lagi setelah sempat pulih,” kata Soros di New York, Kamis (3/4), dikutip Bloomberg News.

Krisis yang dimaksud adalah kekacauan di bursa saham, lembaga keuangan, kekacauan penyaluran kredit, dan gejolak investasi portofolio (saham, obligasi, dan surat utang lainnya).

Di Beijing, China, Menteri Keuangan AS Henry Paulson juga mendukung pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke yang pesimistis soal ekonomi. ”Kita sedang memasuki kuartal yang akan anjlok tajam,” kata Paulson soal perekonomian AS. Bernanke mengatakan, setidaknya ekonomi AS akan anjlok selama semester pertama 2008.

Dampak kebijakan 1980-an

Soros mengatakan, akar krisis sekarang, kekacauan di sektor keuangan, tertanam sejak dekade 1980-an, saat AS dipimpin Ronald Reagan dan Margaret Thatcher memimpin Inggris. Dua pemimpin ini pendamba laizzes fair, mazhab yang mendambakan pasar liberal atas dasar keyakinan bahwa pasar akan melakukan koreksi sendiri atas kesalahan.

Reagan dan Thatcher juga melandaskan ekonomi pada pasar bebas disertai pinjaman, yang secara akumulatif menumpuk hingga sekarang. Karena mazhab laizzes fair, kata Soros, gerak-gerik dan perilaku di pasar uang juga tidak diatur secara saksama. Terjadilah kekacauan alokasi dana, termasuk ke sektor perumahan AS dengan jumlah uang yang berlebihan, hingga dana-dana itu terjerembab dalam kredit macet.

Soros menambahkan, krisis akan berakhir dengan syarat perekonomian terutama pasar uang harus diatur ketat. Soros pun meluncurkan bukunya yang kesepuluh berjudul Paradigma Baru Pasar Uang.

Topik soal paradigma baru ini, yakni ekonomi yang disertai aturan main yang ketat, sudah mencuat. ”Kini mulai ada arah ke perekonomian dengan regulasi yang lebih ketat,” kata Ross Gittell, profesor ekonomi dari Universitas New Hampshire.

Pasar anjlok

Di bursa uang dan saham, ekonomi yang menuju resesi sudah diterjemahkan ke dalam bentuk kejatuhan kembali saham, kecuali di Asia. Kurs euro setara dengan 1,5604 dollar AS di London.

Krisis telah terasa di sektor riil, berupa terganggunya kegiatan ekonomi riil. Sejumlah konsumen sudah mengurangi belanja. Pengurangan ini sudah terasa berupa peningkatan penganggur, aktivitas bisnis yang menurun, tidak saja di Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Uni Eropa, tetapi juga di seluruh dunia. Kelesuan ekonomi AS telah menurunkan konsumsi barang-barang elektronik, mesin-mesin untuk produksi. Ekspor Jepang ke AS juga sudah mulai lesu.

Di negara berkembang, dampak krisis sudah terasa dalam bentuk melemahnya ekspor ke negara maju, termasuk AS. Kelesuan ekonomi global, yang dimulai dari AS, juga memukul dunia, termasuk warga negara berkembang dari sisi lain. Kelesuan itu tidak saja menekan ekspor ke negara maju, tetapi juga munculnya kenaikan harga-harga pangan. Harga-harga pangan yang naik terjadi karena investor dunia, yang biasa aktif di bursa valuta asing dan saham, kini sudah memasuki bursa komoditas, yang dianggap sebagai lahan baru investasi untuk meningkatkan laba. Akibatnya, adalah peningkatan harga-harga pangan yang kini mendera semua warga dunia.

Karena itu, Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, di Washington, meminta negara maju bahu-membahu mengatasi kesulitan warga negara berkembang. Zoellick meminta dunia untuk memprioritaskan bantuan pangan untuk negara yang terancam malnutrisi.

Saran Soros terkait keadaan krisis adalah meminta lembaga keuangan membatasi investasi serta mengurangi kucuran kredit ke sektor spekulatif.

Ia meminta lembaga keuangan mengurangi atau bahkan menghentikan kucuran dana ke perusahaan hedge fund, pengelola dana-dana investasi dengan tujuan spekulasi. (REUTERS/AP/AFP/MON)

No comments: