Wednesday, April 2, 2008

TAJUK RENCANA

Rabu, 2 April 2008 | 00:39 WIB

Serba Langka dan Naik

Sengaja judul itu kita utarakan sebagai bentuk perhatian kita menyaksikan perkembangan harga berbagai komoditas di pasar dunia dan domestik.

Terutama persoalan kelangkaan komoditas kebutuhan sehari-hari yang sangat mendasar yang dialami masyarakat, khususnya rakyat kecil. Seiring kelangkaan itu, sebagaimana hukum ekonomi berbicara, harga pun melonjak. Minyak goreng, minyak tanah, kadang-kadang premium, hanyalah sebagian kecil persoalan pasokan barang yang dialami masyarakat.

Terakhir, seperti diberitakan harian ini, harga tabung dan elpiji melonjak gila-gilaan, terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kita menaruh perhatian serius pada bahan bakar elpiji, berikut tabungnya, karena penggunaan kedua komoditas itu tak terpisahkan. Elpiji dan tabungnya merupakan komoditas penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.

Kita menyoroti persoalan tabung dan elpiji ini lebih serius lagi karena dua hal.

Pertama, pemerintah sedang melaksanakan program konversi atau pengalihan pemakaian minyak tanah ke elpiji. Krisis berupa kelangkaan pasokan dan kenaikan harga yang tak terkendali jelas akan merusak citra program konversi yang pada dasarnya bertujuan baik, yaitu mengajak masyarakat mengurangi beban subsidi pemerintah dan mendidik masyarakat menghemat pemakaian bahan bakar minyak tanah.

Bukan hanya merusak citra, bahkan bisa membuat program itu berantakan di tengah jalan. Betapa tidak, tabung yang tidak termasuk program subsidi saja menghadapi persoalan, bagaimana dengan program tabung berikut isinya dan kompor gas bagi mereka yang akan terjangkau program konversi.

Kedua, lebih jauh dari sekadar menjaga citra dan kesuksesan program, kelangkaan pasokan dan kenaikan harga pasti akan semakin menekan daya beli masyarakat. Padahal, kenaikan harga komoditas kebutuhan sehari-hari lainnya sudah lebih dulu berkejaran naik.

Bisa saja dengan mudah kita menyalahkan faktor eksternal. Namun, menjadikannya sebagai alasan pembenaran dari upaya antisipasi kita yang tak memadai tentu merupakan suatu penghindaran dari tanggung jawab negara untuk melindungi masyarakat dari degradasi mutu kehidupan.

Kita dapat memahami adanya pengaruh faktor luar yang membuat kondisi domestik ikut gonjang-ganjing. Akan tetapi, antisipasi dan respons kita terhadap perkembangan global terkesan lebih reaktif seadanya ketimbang langkah antisipatif berdasarkan potret menyeluruh sebelum suatu program dijalankan.

Jauh sebelum semua gejolak tidak terkendali ini pun mendera, harian ini sudah berulang kali menuliskan peringatan mengenai tren perkembangan global. Dalam situasi serba krisis seperti itu, kita menuntut komitmen yang kuat bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga dari parlemen dan partai politik untuk melindungi rakyat.

No comments: