Friday, April 4, 2008

TAJUK RENCANA

Jumat, 4 April 2008 | 00:22 WIB

Jalan Keluar dari Krisis

Ketika terjadi situasi darurat, situasi darurat itulah yang cenderung menarik perhatian dan diliput kemudian disiarkan oleh media massa.

Situasi darurat belakangan ini misalnya apa? Orang antre minyak tanah, warga mengeluh harga beras tinggi. Juga harga kebutuhan pokok lain. Situasi darurat juga cenderung mendesak agar pemberitaan dan laporannya jelas keras dan terutama menggarisbawahi situasi ”di sini dan sekarang”. Artinya mendesak ke belakang perspektif serta beragam segi dan latar belakangnya.

Tentu saja, mau tidak mau, masyarakat juga ingin tahu bagaimana duduk perkara yang sebenarnya dan terutama bagaimana kita dapat mengatasi situasi krisis. Bukan lagi terbatas pada penyelesaian secara darurat, tetapi penyelesaian secara komprehensif dan relatif tuntas.

Untuk itu, pakar memberikan sumbangan pemikiran. Sesuai dengan fungsinya, anggota DPR tak ketinggalan, apalagi pemerintah. Sesuai dengan posisi dan prioritasnya, pemerintahlah yang ditempatkan pada posisi eksekutif untuk menanganinya secara komprehensif.

Melalui berbagai forum, pemerintah telah menjelaskan kebijakannya mengatasi akumulasi dan keserentakan krisis dewasa ini.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah berujar, andaikata kita selama 10 tahun ini tidak sedang disibukkan oleh gegap gempitanya reformasi, dari krisis ekonomi dan keuangan dunia dewasa ini, kita justru bisa untung. Dari komentar itu, kita pun diingatkan akan posisi kita sebagai negara agraris, negara pertanian. Seharusnya kita justru harus diuntungkan oleh naiknya harga beras. Seharusnya kita juga diuntungkan oleh naiknya harga minyak, kelapa sawit, batu bara, dan lain-lain.

Kita tidak akan menyia-nyiakan waktu sekadar dengan saling menyalahkan. Kita bersama mencari jalan keluar dengan memanfaatkan posisi kita sebagai negara agraris dan negara yang berpotensi riil dengan beragam kekayaan alam.

Sekali lagi, mau tidak mau, pemerintah yang harus mengambil prakarsa dan pimpinan. Kita paham, apalagi dalam suasana krisis yang mendesak, pemerintahlah terpanggil untuk menunjukkan arah kebijakan dan pimpinannya.

Kebetulan ada momentum baru. Diusulkannya Menko Perekonomian Boediono ke posisi Gubernur Bank Indonesia, kalau disetujui DPR, mau tidak mau ada pengaturan kembali dalam kabinet. Kita maklum, jika tidak membuka kesempatan untuk perombakan kabinet. Harapan kita agar ada langkah dan momentum pemerintah dan pemerintahannya lebih efektif sampai pada departemen. Mudah-mudahan konsentrasi baru pada efektivitasnya kebijakan dan pelaksanaannya tidak terganggu oleh persiapan pemilihan umum.

Dari pengalaman sejarah kita belajar, kondisi krisis sosial-ekonomi bukan tanah subur untuk demokrasi. Tanggung jawab terletak pada pemerintah, tetapi juga pada lembaga lain seperti DPR.

No comments: