Monday, April 7, 2008

Politik Harga Bensin di Jepang

Senin, 7 April 2008 | 01:03 WIB

Shigeru Takatori

Tanggal 1 April lalu harga bensin di Jepang turun sebesar rata-rata 10 yen (Rp 800) per liter. Dua hari kemudian penurunan mencapai 18,6 yen, malah ada yang turun sampai lebih dari 25 yen (Rp 2.000). Karena di Jepang harga di tiap pompa bensin berbeda, mobil-mobil berantrean di pompa-pompa bensin yang menawarkan harga murah.

Ini hadiah luar biasa bagi konsumen Jepang mengingat harga barang-barang lain kebanyakan naik akibat melonjaknya harga minyak, kedelai, dan gandum secara global. Rezeki ini berawal dari habisnya masa berlaku peraturan pajak sementara BBM 31 Maret lalu, hari terakhir tahun fiskal 2007. Harga bensin jenis premium saja di Tokyo bulan lalu berkisar 150 yen (Rp 12.000) per liter (termasuk 25,10 yen pajak sementara bahan bakar minyak/BBM).

Tadinya pemerintahan koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Partai Komei Baru sudah meloloskan rancangan memperpanjang berlakunya pajak sementara itu di Majelis Rendah. Namun, rancangan itu menghadapi jalan buntu di Majelis Tinggi yang dikuasai golongan oposisi pimpinan Partai Demokrat (PD). Di balik rezeki penurunan harga bensin terdapat pertarungan politik antara LDP dan PD. PD mulai unjuk gigi untuk mengakhiri pemerintahan LDP yang menguasai politik pascaperang Jepang.

Untuk pembangunan jalan

Pajak sementara BBM ditetapkan pada tahun 1974 untuk mendapatkan dana pembangunan sarana jalan dan telah diperpanjang beberapa kali hingga 31 Maret 2008 lalu. Jadi, pajak yang seharusnya ”sementara” sudah diberlakukan lebih dari 30 tahun. Memang banyak sekali jalan aspal sudah dibangun di segala pelosok kepulauan Jepang. LDP mengatakan, pajak sementara BBM masih diperlukan khususnya untuk daerah-daerah, di mana mayoritas penduduknya orang lanjut usia.

Namun, PD bersikeras untuk menghapuskan pajak ”sementara” itu dengan membongkar berbagai ketidakberesan dalam pemakaian anggaran dari pajak tersebut oleh Kementerian Transportasi dan badan-badan di bawah kementerian itu.

Penghapusan pajak sementara BBM diperkirakan akan mengakibatkan berkurangnya pemasukan kas negara sebanyak 2,6 triliun yen (Rp 208 triliun). Selama ini sebagian pendapatan pajak itu disalurkan ke kas-kas pemerintah daerah. Jadi, beberapa pemerintah daerah sekarang membekukan rencana pembangunan jalan yang sudah dianggarkan. Kalau situasi ini berlanjut, dikhawatirkan akan mengurangi kesempatan bekerja, yang dapat menimbulkan dampak serius pada ekonomi daerah.

Perdana Menteri Yasuo Fukuda bertekad menghidupkan kembali peraturan pajak sementara BBM itu akhir bulan ini, dengan memanfaatkan ketentuan konstitusi yang memungkinkan Majelis Rendah meloloskan peraturan dengan dua pertiga dukungan anggota majelisnya sekalipun Majelis Tinggi menolak atau menundanya. PM Fukuda mengkritik sikap PD sebagai tidak memikirkan kepentingan daerah.

PD sebaliknya mendesak pemerintah menghapuskan pajak untuk pembangunan jalan itu. Partai itu berpendapat pembangunan jalan bukan lagi prioritas tertinggi bagi Jepang, karena itu biayanya harus dari anggaran belanja umum. Bidang-bidang seperti pendidikan, pengobatan, dan kesejahteraan yang perlu ditingkatkan, katanya.

PM Fukuda pun menawarkan konsesi akhir Maret lalu dan mengumumkan maksudnya untuk memasukkan pendapatan dari pajak sementara itu ke anggaran umum mulai tahun fiskal 2009. Namun, pajak sementara BBM itu harus dipertahankan demi pembangunan jalan, katanya.

PD berpendapat, penurunan harga bensin paling menguntungkan penduduk daerah karena dengan tidak tersedianya transportasi umum seperti di kota-kota besar, orang di daerah bergantung pada kendaraan pribadi. LDP dengan pembangunan jalannya dan PD dengan penurunan harga bensin sama-sama mencoba memikat hati penduduk daerah. Belum jelas mana yang akan berhasil.

Akhir bulan ini PM Fukuda dan LDP akan meloloskan peraturan sementara BBM yang akan menaikkan kembali harga bensin. Ia mempertanyakan patutnya mendorong penggunaan bensin dalam era pemanasan global sekarang. Akan dapatkah Fukuda meyakinkan rakyat untuk menerimanya?

Shigeru Takatori Mantan Produser Senior NHK; S-2 dari Melbourne University dalam Media Massa Indonesia

No comments: