Jakarta, Kompas - Kementerian Negara Perumahan Rakyat memutuskan kenaikan harga rumah sederhana sehat atau RSH bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu dari Rp 49 juta menjadi Rp 55 juta (kelompok sasaran I). Kenaikan harga RSH tersebut berlaku per 1 April 2008.
”Kenaikan harga RSH untuk membantu industri perumahan dalam memasok unit RSH. Kenaikan itu telah mempertimbangkan daya beli masyarakat,” kata Sekretaris Menteri Negara Perumahan Rakyat Iskandar Saleh, Senin (31/3) di Jakarta.
Kenaikan harga RSH terakhir pada tahun 2007 yang naik menjadi Rp 49 juta dari sebelumnya Rp 42 juta (tahun 2005). Sedangkan tahun 2004 naik menjadi Rp 36 juta.
Patokan harga RSH adalah pendapatan. Dengan ketentuan, kelompok sasaran I berpenghasilan Rp 1,7 juta-Rp 2,5 juta per bulan, kelompok sasaran II (Rp 1 juta-Rp 1,7 juta), dan kelompok sasaran III (di bawah Rp 1 juta).
Umumnya, luas bangunan RSH 21-36 meter persegi dengan luas tanah minimal 60 meter persegi. Kenaikan harga RSH juga dimaksudkan untuk mempertahankan kualitas bangunan, di tengah kenaikan harga material bangunan.
Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Tito Murbaintoro mengatakan, meski harga RSH naik 12-12,24 persen, pemerintah menaikkan subsidi lebih tinggi. ”Kenaikan subsidi membuat cicilan bulanan turun, sesuai harapan masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Tito.
Regulasi sektor pajak
Deputi Perumahan Formal Kemenpera Zulfi Syarif Koto mengatakan, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengusulkan kenaikan RSH menjadi Rp 56 juta, Perum Perumnas sebesar Rp 57 juta, Realestat Indonesia (REI) Rp 60 juta, dan Pusat Litbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum Rp 52 juta.
”Kami menerima kenaikan harga RSH, meski di bawah yang kami usulkan. Sebab kenaikan subsidi membuat cicilan turun. Itu berita bagus bagi konsumen, yang diharapkan cepat menyerap RSH,” kata Preadi Ekarto, Wakil Ketua Umum REI Bidang RSH.
Sementara itu, pengembang dari Jawa Timur, Adri Istambul Gayo, berharap kenaikan harga RSH bisa segera diikuti oleh regulasi di sektor perpajakan seperti patokan harga jual bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang ditanggung konsumen.
Selain itu, perbankan yang menyalurkan KPR-RSH bisa menaikkan plafon KPR-nya maksimal di Rp 49 juta. (RYO/gun)
No comments:
Post a Comment