Monday, April 21, 2008

Anggaran untuk Fakir Miskin

Hanya Rp 106 per Jiwa per Hari

Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial

Senin, 21 April 2008
Departemen Sosial menangani masalah yang besar tapi dengan alokasi anggaran yang belum memadai. Dana yang dialokasikan pemerintah masih jauh dari angka ideal, sementara masalah yang harus ditangani sangat besar. Namun, itu harus dimaklumi karena APBN kini semakin terbebani oleh subsidi bahan bakar minyak (BBM) akibat kenaikan harga minyak dunia yang juga amat berpotensi memicu meledaknya angka kemiskinan.

"Di tengah problem kemiskinan yang kian kompleks, pemerintah hanya menganggarkan Rp 650 miliar untuk 17,3 juta jiwa masyarakat fakir miskin. Artinya, penduduk fakir miskin hanya mendapat bantuan Rp 38.800 per jiwa setiap tahun. Atau lebih rinci lagi, mereka masing-masing hanya memperoleh Rp 106 per hari," ujar anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulkarnain Djabar.

Sementara itu, menurut Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah, jumlah warga miskin yang pada 2005 mencapai 38 juta, kini turun menjadi 37,1 juta. Sebanyak 17,3 juta jiwa di antaranya adalah fakir miskin. Untuk mengatasi kenyataan tersebut, selain mengharapkan partisipasi swasta dan lembaga masyarakat, Departemen Sosial juga banyak menggagas kebijakan pemberdayaan seperti menggulirkan bantuan sarana produksi.

"Antara lain, seperti yang dilakukan pada tahun 2004, Depsos memberikan bantuan ribuan mesin jahit untuk para buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) industri tekstil, bantuan perahu untuk nelayan, dan berbagai alat produksi lainnya," kata Bachtiar Chamsyah sebagai narasumber dalam Suara Karya Talkshow.

Narasumber lainnya adalah anggota Komisi VIII DPR Zulkarnain Djabar. Bertindak sebagai host adalah Pemimpin Redaksi Harian Umum Suara Karya Ricky Rachmadi dan Lula Kamal.

Ditayangkan Senin (21/4, pukul 19.00 WIB) dan Rabu (23/4, pukul 13.00 WIB) di Swara Channel serta Selasa (22/4, pukul 15.00 WIB), Kamis (24/4), dan Minggu (27/4, pukul 19.00 WIB) di saluran QTV, Suara Karya Talkshow mengusung tema "Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan". (Yudhiarma)

Friday, April 18, 2008

Kewirausahaan Dibina sejak Dini

Dibutuhkan Perubahan Mental
Senin, 3 Maret 2008 | 02:21 WIB

Jakarta, Kompas - Jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship dapat dibina atau ditanamkan sejak kecil. Kewirausahaan lebih kepada menggerakkan perubahan mental. Tidak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu berkat bakat (terlahir) atau hasil pendidikan (terdidik).

Demikian antara lain terungkap dalam Parenting Seminar yang diselenggarakan Universitas Paramadina, Sabtu (1/3). Hadir sebagai pembicara, CEO PT Graha Layar Prima (pendiri Blitzmegaplex) Ananda Siregar, pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa Mien Rachman Uno, dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT Komunikasi Kinerja, Noke Kiroyan.

Mien Uno mengatakan, untuk menjadi wirausahawan andal, dibutuhkan karakter seperti pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan permasalahan (problem solving), dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu (time orientation), empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stres, dapat mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan.

Karakter-karakter tersebut dapat dibentuk melalui pendidikan sejak dini. ”Untuk mendidik anak menjadi seorang wirausahawan tidak dalam hitungan satu, dua, dan tiga, melainkan sebuah proses panjang. Dalam proses tersebut, orangtua perlu mengambil peranan,” ujarnya.

Orangtua perlu menyupervisi anak dengan memberikan contoh yang baik dan menjaga agar ucapan sama dengan tindakan. Selain itu, orangtua ikut memotivasi anak, mengevaluasi mereka, dan memberikan apresiasi atas kerja keras anak. Selama proses tersebut, orangtua dapat mengamati kecenderungan sang anak.

Perubahan mental

Hal senada diungkapkan Noke Kiroyan. Bagi Noke, kewirausahaan lebih soal menggerakkan perubahan mental. Dia sendiri berpendapat tidak perlu dipertentangkan kewirausahaan itu sesuatu yang dapat dipelajari atau didapatkan sebagai bakat secara genetis. Pada dasarnya, apa yang disebut ”bakat” sebetulnya dapat saja merupakan pengaruh lingkungan dan hasil pendidikan.

Pendidikan, bagi sebagian orang, bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan berwirausaha atau sebaliknya. ”Seseorang tidak perlu predikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, saya menduga banyak peluang akan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat peluang,” ujarnya.

Sebaliknya, kata Noke, dengan pendidikan tinggi, seseorang dapat saja malah enggan mengambil risiko. Dalam pendidikan bisnis, misalnya, individu justru belajar menghindari risiko. Padahal, kewirausahaan itu sangat identik dengan mengambil risiko, menciptakan hal-hal baru, baik berupa produk, proses, atau cara pandang baru, serta melihat peluang yang belum dilihat orang lain.

Negara berkembang justru potensial sebagai tempat mengembangkan kreativitas dan usaha-usaha baru. Terlebih lagi, Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya, baik alam, budaya, maupun manusia.

Pengusaha muda Ananda Siregar meyakini, kewirausahaan diawali dengan sikap (attitude). Individu harus memiliki keyakinan bahwa tak ada yang mustahil. ”Yang dibutuhkan ialah sikap can do. Menjadi wirausahawan lebih merupakan cara pandang, pikir, dan sikap bahwa semua hal dapat dipelajari. Kewirausahaan tidak sekadar keterampilan teknis,” ujarnya. Semasa Ananda kecil, sang ayah suka bercerita tentang kesuksesan dan keberanian para pengusaha membangun bisnisnya(INE)

Privatisasi BUMN

Menimbang antara IPO dan Mitra Strategis

Kompas/Lucky Pransiska / Kompas Images
Aktivitas pekerja di pabrik gulungan baja lembaran panas (hot rolled coil/HRC) milik PT Krakatau Steel di Cilegon, Provinsi Banten, Selasa (4/4/2006). Kapasitas produksi gulungan baja lembaran panas mencapai 2,5 juta ton per tahun. Sebanyak 85 persen produksi baja PT Krakatau Steel dijual ke pasar domestik dan sisanya diekspor.
Jumat, 18 April 2008 | 01:16 WIB

Nur Hidayati

PT Krakatau Steel adalah satu dari sedikit industri strategis yang masih bertahan di negeri ini. Seperti badan usaha milik negara yang lain, KS tak luput dari ”dosa” inefisiensi masa lalu. Bagi manajemen KS, sekaranglah saatnya untuk membuktikan bahwa pembenahan internal telah membuatnya lebih sehat dan siap berkembang.

Keresahan di lingkungan PT Krakatau Steel (KS) yang merebak akhir-akhir ini dipicu oleh rencana penjualan sebagian saham KS kepada mitra strategis dengan kandidat Arcelor-Mittal.

Hal itu dipandang tak ubahnya seperti kawin paksa dengan peminat lama yang tidak disukai. Memang bukan pertama kali ini Lakshmi N Mittal, pendiri konglomerasi baja Arcelor-Mittal, menunjukkan minat untuk membeli KS. Berdasarkan data Kompas, tahun 1998, Pemerintah Indonesia diwakili Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Tanri Abeng ketika itu, menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Mittal untuk memulai proses penjualan saham KS pada Mittal hingga 51 persen.

Isi MOU ini sempat dirahasiakan dan baru diketahui melalui perdebatan keras di DPR, sebulan setelah penandatanganan. Pemerintah akhirnya membatalkan MOU yang dituding menyalahi prinsip transparansi dalam privatisasi itu.

Rencana privatisasi sejumlah BUMN, termasuk KS, kembali digulirkan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pilihan yang sejak awal diketahui publik adalah privatisasi melalui penawaran perdana di pasar saham (initial public offering/IPO).

Namun, akhir-akhir ini perdebatan tentang rencana privatisasi KS memanas. Nama Mittal muncul kembali sebagai calon investor yang berminat menjadi mitra strategis KS.

”Saat ini belum ada keputusan pemerintah dan kesepakatan DPR apakah KS akan di-IPO atau dijual pada mitra strategis. Apa pun keputusannya nanti, kami akan patuhi. Namun selagi belum ada keputusan, mari kita berwacana, mana yang kira-kira lebih tepat bagi KS,” ujar Komisaris Utama PT KS Taufiequrrahman Ruki, yang mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Privatisasi BUMN baik melalui IPO maupun kemitraan strategis sama-sama bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kinerja.

Penjualan KS pada mitra strategis dipandang sebagai pilihan yang baik karena mitra yang tepat diyakini bakal mempercepat peningkatan kapasitas produksi baja di Indonesia.

Di sisi lain, IPO dinilai bukan pilihan bijaksana di tengah kelesuan pasar saham saat ini. Namun, kelesuan pasar juga membuat penjualan strategis tidak pasti menguntungkan karena nilai penjualan akan ditentukan berdasarkan taksiran pasar yang sedang lesu.

Kesuksesan privatisasi melalui kemitraan strategis akan ditentukan oleh proses tata laksana yang transparan dan ketepatan memilih mitra strategis. Dibandingkan dengan IPO, penjualan pada mitra strategis mempunyai lebih banyak titik rawan. Untuk itu, keterbukaan dan kesepakatan bersama menjadi kata kunci bagi pengupayaan kemitraan.

Selain mempunyai kemampuan pendanaan dan solusi teknologi, misalnya, mitra strategis juga disyaratkan memiliki kesesuaian motif, budaya, dan strategi pengembangan dengan para pemangku kepentingan.

Dalam perdebatan tentang penjualan KS pada mitra strategis, barulah nama Mittal yang ramai disebut. Mittal dikabarkan berminat membeli saham KS hingga 30 persen.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi yang memfasilitasi pertemuan Mittal dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu mengatakan, masih terbuka beberapa opsi kemitraan KS dan Mittal.

”Mittal bisa saja membangun pabrik sendiri, tetapi itu artinya dibutuhkan 5-10 tahun sebelum bisa berproduksi. Untuk mempercepat peningkatan kapasitas produksi baja di Indonesia, pilihannya adalah membeli saham minoritas di KS lalu menggunakannya untuk membangun joint venture baru di mana ia menjadi mayoritas,” ujar Lutfi.

Membangun pabrik baja baru bukanlah praktik bisnis yang biasa dijalankan Mittal. Sampai tahun 2005, satu-satunya perusahaan baja yang dibangun Mittal adalah Ispatindo di Surabaya tahun 1976. Namun, sejak didirikan kapasitas produksi pabrik ini tak banyak berkembang.

Sejarah akuisisi

Arcelor-Mittal berkembang menjadi konglomerasi melalui sederetan akuisisi terhadap pabrik-pabrik baja di berbagai negara. Kapasitas total produksi baja dalam konglomerasi ini mencapai 116 juta ton atau sekitar 10 persen dari total produksi dunia.

Namun, Mittal bukanlah industrialis pengembang teknologi. Masing-masing perusahaan yang diakuisisinya mengembangkan teknologi sendiri.

Lutfi mengakui, membangun pabrik baja baru bukan gaya bisnis Mittal selama ini. ”Namun di Indonesia akan berbeda. Mittal merasa perlu membangun pabrik di sini karena besarnya permintaan pasar di Asia,” ujarnya.

Menakar komitmen Mittal sebagai mitra strategis tidaklah mudah. Financial Times, 4 April lalu, menyebutkan, Presiden Nigeria membatalkan penjualan pabrik baja terbesar di negeri itu pada Mittal Group karena dugaan kecurangan.

Di Perancis, pekerja Arcelor-Mittal mengamuk setelah manajemen mengumumkan rencana pemberhentian lebih dari 1.000 pekerja hingga 2009 akibat penutupan sebagian pabrik.

”Sebelum pemerintah memutuskan cara mana yang dipilih untuk privatisasi KS, dewan komisaris dan direksi sebagai pihak yang paling memahami kondisi KS tentu boleh berpendapat. Menurut kami, penjualan strategis bukan pilihan yang tepat saat ini. Lebih baik IPO,” tegas Ruki.

Kondisi sehat

Lonjakan harga baja di pasar internasional saat ini mengindikasikan kegairahan baru bisnis baja. Permintaan pasar dunia meningkat sangat pesat terutama dari dua raksasa ekonomi Asia, China dan India.

”Pada periode 1998-2004, perbankan sama sekali tidak tertarik membiayai industri baja. Sekarang, kami ditawari pinjaman dari Citibank, HSBC, BRI, dan banyak lagi lainnya,” ujar Direktur Utama PT Krakatau Steel Fazwar Bujang.

Manajemen juga meyakini, KS sedang berada dalam kondisi sangat sehat. Semester pertama tahun ini, KS memperhitungkan laba bersih mencapai Rp 600 miliar, sudah melampaui target laba bersih yang ditetapkan pemerintah untuk KS pada akhir 2008 sebesar Rp 450 miliar.

Karena rasio utang terhadap modal sendiri yang masih rendah, KS memiliki kemampuan berutang, jika diperlukan, hingga Rp 10 triliun. Untuk peningkatan kapasitas produksi hingga 5 juta ton dengan basis energi batubara pada tahun 2011 mendatang, KS membutuhkan investasi senilai 600 juta dollar AS.

Namun, modal yang ingin didapat melalui IPO hanya 200 juta dollar AS. ”Tidak perlu seluruhnya modal sendiri kan, bisa dipenuhi dari pinjaman bank. Karena kebutuhannya relatif kecil, belum perlulah mitra strategis,” ujar Ruki. Melalui IPO, manajemen KS juga diyakini akan terdorong lebih profesional.

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengingatkan, persepsi publik yang lebih kritis memandang privatisasi industri strategis menjelang pemilu tidak dapat diabaikan. ”Jangan sampai menjadi cacat politik tambahan bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla di bidang ekonomi,” ujarnya.

Kredit Rakyat

Penyaluran KUR Harus Ditingkatkan
Jumat, 18 April 2008 | 01:17 WIB

Purworejo, Kompas - Upaya mengurangi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil perlu ditingkatkan dengan mendorong pemberdayaan usaha mikro dan kecil.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui peningkatan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) tanpa agunan dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).

Demikian dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sela-sela panen raya padi di Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (17/4).

Yudhoyono mengatakan, bantuan sosial pemerintah kepada rakyat miskin, berupa bantuan operasional sekolah (BOS) untuk pendidikan dan beras untuk rakyat miskin yang bersifat sementara, tak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hingga pertengahan April 2008, realisasi program KUR melampaui Rp 3,5 triliun kepada 220.000 debitor yang meliputi petani, peternak, nelayan, perajin, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Disalurkan enam bank

Penyaluran KUR yang dicanangkan sejak November 2007 ditujukan untuk UMKM dengan pinjaman maksimum Rp 500 juta. KUR disalurkan tanpa agunan dengan pola penjaminan kredit melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Umum Sarana Pengembangan Usaha (SPU).

KUR disalurkan oleh enam bank, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Nasional Indonesia, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Tabungan Negara, dan Bank Syariah Mandiri.

Menurut Presiden, diperlukan komitmen bank untuk meningkatkan penyaluran KUR pada UMKM yang sebagian bergerak di sektor pertanian, perdagangan, nelayan, kehutanan, dan usaha rumah tangga.

PNPM yang dicanangkan sejak tahun lalu telah tersalur ke 2.993 kecamatan dengan jumlah bantuan Rp 1,5 miliar per kecamatan dan bantuan langsung masyarakat sebesar Rp 750 juta.

Jumlah masyarakat miskin saat ini mencapai 36 juta orang dari total penduduk 230 juta jiwa. Pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 9 persen.

Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo mengatakan, respons UMKM terhadap KUR cukup tinggi. Hingga Maret tahun ini, penyaluran kredit telah mencapai Rp 718 miliar dari target penyaluran Rp 1 triliun. Karena itu, pihaknya berencana meningkatkan target penyaluran KUR.

Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengemukakan, pihaknya akan melakukan upaya jemput bola untuk meningkatkan penyaluran KUR. Target penyaluran KUR tahun ini Rp 4 triliun dan Rp 3,2 triliun di antaranya berupa KUR mikro dengan plafon kredit di bawah Rp 5 juta. (lkt/egi)

Subsidi Masih Aman

Program Penghematan dengan Kartu Kendali Dilanjutkan
Jumat, 18 April 2008 | 01:23 WIB

Jakarta, Kompas - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan penerimaan negara dari sektor minyak dan gas masih bisa mengimbangi kebutuhan subsidi bahan bakar minyak hingga harga minyak mentah 125 dollar AS per barrel. Namun, dengan catatan tidak ditambah dengan beban subsidi lain.

Menurut Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso, usai rapat kerja sektor migas, Kamis (17/4) di Jakarta, sampai harga minyak 125 dollar AS per barrel, penerimaan negara masih surplus jika dibandingkan kebutuhan subsidi BBM dan kewajiban memenuhi bagian dana bagi hasil daerah.

”Masih ada surplus sedikit asal jangan ditambah subsidi yang lain, misalnya listrik,” ujar Luluk.

Berdasarkan hitungan Ditjen Migas, pada harga minyak 125 dollar AS per barrel, subsidi BBM mencapai Rp 198 triliun. Dalam APBN Perubahan 2008, DPR dan pemerintah menetapkan subsidi BBM Rp 126,82 triliun dan subsidi listrik Rp 60,29 triliun.

Perhitungan itu didasari asumsi harga minyak 95 dollar AS per barrel. Sementara Asosiasi Perminyakan Indonesia memperkirakan, pada harga minyak 100 dollar AS per barrel, subsidi BBM Rp 182,36 triliun dan subsidi listrik Rp 57,28 triliun.

Program penghematan

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menegaskan, pemerintah tak akan memilih opsi penyesuaian harga. Pemerintah akan melanjutkan program penghematan subsidi dengan kartu kendali (smart card) dan meningkatkan produksi minyak.

”Ada hitungannya. Setiap penurunan produksi 10.000 barrel, ada potensi penerimaan negara yang hilang Rp 2 triliun. Namun, ada optimisme, produksi minyak bisa capai target 927.000 barrel per hari,” ujarnya.

Rata-rata produksi minyak sejak awal tahun ini di atas 950.000 barrel per hari (bph). Pada Januari 955.487 bph, Februari 992.326 bph, dan Maret 982.540 bph.

Purnomo mengakui, pihaknya sempat ada rencana meningkatkan potensi pendapatan negara dari kenaikan harga minyak, yaitu mengubah porsi bagi hasil minyak dan mengubah aturan fiskal. Namun, setelah dihitung, potensi windfall profit yang didapat pemerintah dari pembagian 85 banding 15 sudah besar. ”Jadi, sementara ini windfall tax belum dilakukan, tetapi kita lihat mungkin bisa diterapkan case by case,” ujarnya.

Terkait dengan penerapan kartu kendali, Kepala Badan Pengatur Hilir Migas Tubagus Haryono mengatakan, program itu baru memasuki tahap uji coba pada Juni atau Juli. Bali dan Batam menjadi tempat uji coba. (DOT)

Thursday, April 17, 2008

Relaksasi Aturan


Upaya BI Menyikapi Resesi Global

EPA/DAI KUROKAWA / Kompas Images
Seorang wanita di depan kantor cabang Mizuho di Tokyo, Jepang, Jumat (11/4). Mizuho Financial Group Inc berencana menghapus kredit senilai 565 miliar yen akibat krisis subprime mortgage. Aksi ini membuat lembaga keuangan tersebut kehilangan laba bersih sekitar 300 juta yen untuk tahun fiskal 2007. Bencana yang menimpa Mizuho terkait dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat.
Kamis, 17 April 2008 | 01:34 WIB

M Fajar Marta

Gejolak pasar keuangan global yang terjadi akibat kenaikan harga berbagai komoditas dan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat telah berdampak pada perekonomian domestik kendati belum signifikan. Harga Surat Utang Negara atau SUN sempat terperosok dan laju ekspor menurun.

Sampai kini, gejolak pasar keuangan global belum bisa dipastikan kapan akan berakhir. Yang terjadi justru ancaman resesi perekonomian dunia yang sudah di depan mata. Tantangan perekonomian domestik pun makin berat.

Jika harga minyak dunia terus menanjak, sulit bagi pemerintah untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di dalam negeri.

Berkaca pada pengalaman tahun 2005 saat pemerintah menaikkan harga BBM, pertumbuhan ekonomi domestik langsung anjlok akibat tergerusnya daya beli masyarakat dan lesunya kegiatan sektor riil.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tercatat hanya 5,5 persen, di bawah target 6 persen. Target pertumbuhan ekonomi tahun 2008 juga direvisi dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Target tersebut tentu menjadi pertaruhan di tengah kian dekatnya ancaman resesi global.

Jika situasi ekonomi dunia makin memburuk dan harga BBM domestik terpaksa dinaikkan, seperti tahun 2005, target pertumbuhan ekonomi 2008 dipastikan tidak akan tercapai.

Untuk mengantisipasi kemungkinan itulah Bank Indonesia (BI) berinisiatif mengeluarkan paket regulasi perbankan April 2008, yang sebagian besar isinya merupakan pelonggaran atau relaksasi aturan kredit.

Paket regulasi tersebut terdiri dari, pertama, ketentuan penurunan perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit usaha kecil yang dijamin oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit yang memenuhi persyaratan tertentu.

Salah satu jenis kredit ini ialah kredit usaha rakyat (KUR) yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono November tahun lalu.

Kedua, ketentuan penurunan perhitungan ATMR untuk obligasi korporasi. Ketiga, ketentuan peningkatan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) kepada kelompok debitor bukan pihak terkait bank.

Keempat, ketentuan mengenai pendirian bank umum dan pengaturan kelembagaan lainnya. Kelima, ketentuan pelaksanaan Implementasi Basel II dan keenam, ketentuan lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui BI.

Pendalaman pasar keuangan

Tujuan dari relaksasi berbagai aturan tersebut antara lain mengatasi permasalahan yang dihadapi usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan bank serta pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dan mendorong perkembangan pasar modal.

Selain itu juga untuk memperbaiki dan memperkuat struktur kelembagaan bank serta meningkatkan manajemen risiko bank melalui implementasi Basel II yang didukung dengan ketersediaan industri pemeringkatan.

”Diharapkan paket regulasi perbankan itu menjadi stimulus untuk pertumbuhan perekonomian dan sekaligus dapat menjaga kestabilan sistem keuangan di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih belum kondusif dewasa ini,” jelas Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad saat mengumumkan paket regulasi, Selasa (15/4) di Jakarta.

Pelonggaran aturan secara teori bisa meningkatkan kemampuan dan keleluasaan bank menyalurkan kredit. Ini diharapkan bisa mengompensasi peningkatan risiko kredit akibat gejolak perekonomian sehingga laju penyaluran kredit tidak anjlok dan target pertumbuhan ekonomi tetap bisa tercapai.

Berdasarkan perhitungan, penurunan ATMR untuk KUR dari 85 persen menjadi minimum 20 persen akan mendongkrak rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan.

Sekretaris Perusahaan BRI Hartono Sukiman mengatakan, berdasarkan perhitungan kasar, CAR BRI bisa naik dari 16 persen saat ini menjadi sekitar 19-20 persen sebagai dampak pelonggaran ATMR KUR.

BRI merupakan penyalur KUR paling besar, mencapai Rp 2 triliun dari total KUR yang sekitar Rp 3,5 triliun. ”Dengan CAR yang besar, bank bisa lebih agresif lagi mengalurkan KUR,” ujar Hartono.

Adapun penurunan ATMR obligasi korporasi dari 100 persen saat ini menjadi minimum 20 persen secara perhitungan akan meningkatkan minat bank membeli obligasi korporasi, sebagai wadah penyaluran dana sekaligus penyeimbangan portofolio aset.

Tingginya permintaan diharapkan bisa mendongkrak penerbitan obligasi korporasi. Korporasi diharapkan terpacu menerbitkan obligasi untuk ekspansi usahanya sehingga perekonomian makin bergairah.

Independensi BI

Presiden Direktur Pefindo Kahlil Rowter mengatakan, penerbitan obligasi akan lebih marak karena insentif yang diberikan BI tersebut. Perdagangan obligasi korporasi tidak saja marak di pasar primer, tetapi juga likuid di pasar sekunder.

Besarnya penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR obligasi korporasi tergantung dari peringkat obligasi bersangkutan.

Jika peringkatnya AAA sampai AA minus, ATMR menjadi 20 persen. Jika peringkat A plus sampai A minus, ATMR diturunkan menjadi 50 persen.

Sayangnya, menurut pengamat perbankan, Iman Sugema, relaksasi berbagai aturan tersebut hanya berlaku di atas kertas. Di lapangan, semua itu tidak akan efektif sepanjang iklim investasi di Indonesia tidak dipercepat pembenahannya.

”Penyakit perekonomian Indonesia sebenarnya berada di sektor riil, yakni iklim investasi yang masih buruk. Tidak ada pengusaha yang mau ekspansi usaha. Percuma BI mengotak- atik aturan kalau permintaan kredit dari sektor riil tetap saja rendah,” kata Iman.

Iklim investasi yang buruk meliputi antara lain minimnya infrastruktur, birokratisasi yang rumit, ekonomi biaya tinggi, perpajakan, dan perburuhan.

Hartono menambahkan, penyaluran KUR sulit melaju lebih kencang jika pasar dari produk- produk yang dihasilkan pengusaha kecil tetap terbatas seperti saat ini.

”Pemerintah harus lebih serius membantu dan membina pengusaha mikro dan kecil dalam memasarkan produk mereka,” saran Hartono.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sandiaga Uno mengatakan, hingga kini masih ada berbagai kendala di sektor riil.

Ia mencontohkan, untuk mendapatkan izin usaha baru rata-rata dibutuhkan waktu tiga bulan, sangat lama dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini membuat orang tidak bergairah menjadi pengusaha.

Akibatnya, lanjut Sandiaga, jumlah pengusaha baru di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah hampir tidak ada perkembangan. Permasalahan lain adalah pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur atau perkebunan.

Waktu yang dibutuhkan amat lama mengingat selalu ada kendala. Bahkan, pembebasan lahan yang sebenarnya dimiliki negara pun masih tetap rumit akibat administrasi yang amburadul, terutama di daerah.

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Maruarar Sirait, mengatakan, BI sebaiknya tetap bisa menyuarakan kritik kepada pemerintah meskipun secara psikologis cukup berat pascapenahanan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

Tanda-tanda turunnya independensi BI, tutur Maruarar, mulai terlihat tatkala beberapa waktu lalu BI meminta bantuan pemerintah untuk menstabilkan kondisi moneter. Padahal, BI merupakan otoritas moneter.

BI boleh-boleh saja merelaksasi aturan, yang sebenarnya mengandung risiko bagi bank dan perekonomian nasional. Akan tetapi, BI juga harus bisa mendesak pemerintah untuk berlari sama kencang. Inilah bentuk koordinasi yang harus dilakukan BI dengan pemerintah.

Inflasi Pangan Sudah Menggerus Ekonomi

Langkah-langkah Mendorong Pertanian Digencarkan

KOMPAS/HELENA F NABABAN / Kompas Images
Petani penggarap di Desa Karang Anom, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Rabu (16/4), memanen padi. Dalam sepekan terakhir, harga gabah kering panen di Lampung terpantau tinggi, sekitar Rp 2.200 per kilogram. Tingginya harga gabah membuat petani tidak langsung menjual gabah, melainkan menyimpannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kamis, 17 April 2008 | 01:04 WIB

London, Rabu - Pangan langka dan mahal tidak saja menerpa secara langsung warga termiskin di dunia. Inflasi, yang didongkrak harga pangan dan minyak, juga mulai menggerus ekonomi dan dikeluhkan di banyak negara. Topik pembicaraan terus berkembang dan makin mengarah pada probabilitas terjadinya stagflasi global.

Demikian gambaran umum yang menjadi topik pemberitaan tentang ekonomi dunia, hingga Rabu (16/4).

Direktur Pelaksana IMF Domonique Stauss-Kahn mengatakan, inflasi menjadi ancaman tambahan bagi dunia, di samping resesi ekonomi. Inflasi menggerogoti daya beli warga, resesi menurunkan order barang, yang selanjutnya berpotensi menurunkan bonus, bahkan gaji. Keduanya melemahkan daya beli.

Pangan, lewat Inflasi, tak hanya mengacaukan kehidupan di negara miskin tetapi juga negara kaya. ”Kenaikan harga pangan dan bahan bakar minyak (BBM) menjadi faktor utama di balik melejitnya inflasi tahunan,” kata Sunil Kapadia, ekonomi UBS (Swiss), Rabu.

Ekonom AS Paul Krugman sudah menyinggung probabilitas terjadinya stagflasi, kombinasi antara resesi dengan inflasi.

Dengan keadaan seperti itu, Bank Sentral memiliki pilihan lebih sulit. Penurunan suku bunga untuk merangsang ekonomi, adalah satu pilihan untuk pemulihan ekonomi yang resesi. Namun, pilihan ini relatif sulit karena inflasi harus dijaga. Sementara inflasi justru bisa makin terangsang dengan penurunan suku bunga.

Inflasi dan stagflasi tak saja menurunkan daya beli. Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan kenaikan harga pangan di seantero dunia dapat mengganggu stabilitas politik dan pembangunan, termasuk mengancam kelanggengan rezim di negara-negara demokratis.

Banyak negara terkejut

Dalam perkembangan hingga kemarin, laju inflasi di Eropa, India dan China melebihi angka yang diperkirakan sebelumnya. Di wilayah Zona Euro, yang menggunakan euro, inflasi mencapai rekor baru, yakni 3,6 persen pada Maret 2008.

Badan statistik Uni Eropa mengatakan tingginya harga transportasi, minyak pemanas, makanan sehari-hari dan roti menjadi penyebab utama inflasi tinggi. Inflasi di atas 3 persen di negara maju, termasuk Uni Eropa, merupakan hal yang langka dan sudah dianggap sebagai peringatan besar.

Bank Sentral Eropa dan menteri-menteri keuangan di Eona Eero menyerukan para pemberi kerja agar mengendalikan kenaikan gaji karena dapat menyebabkan kenaikan harga lagi.

Dari China dilaporkan, telah terjadi kenaikan harga pangan 21 persen pada kuartal pertama 2008 ini, dibandingkan dengan kuartal pertama 2007.

Gubernur Bank Sentral India YV Reddy juga mengatakan, tingkat inflasi di India saat ini sudah tidak dapat diterima lagi. Langkah nyata harus diambil sesegera mungkin. ”Ini adalah situasi yang memerlukan pengawasan ketat dan tindakan penyelamatan harus diambil segera,” ujarnya.

Tingkat inflasi di India mencapai 7,41 persen pada Maret lalu. Sementara itu tingkat inflasi yang dianggap aman oleh China sekitar 5 persen untuk tahun fiskal yang berakhir 31 Maret.

Inflasi, juga mengancam pencapaian target-target pembangunan sosial dan ekonomi.

Mengacaukan pembangunan

Pejabat Bank Dunia untuk urusan Afrika Obiageli Ezekwesili mengatakan, inflasi akan memukul keras Benua Afrika, kawasan di mana warga miskin akan terbantu lewat pertumbuhan ekonomi dan pasokan pangan dengan harga terjangkau.

”Kejutan eksternal apa pun, termasuk inflasi akibat kenaikan harga pangan dan energi berpotensi membuat ekonomi anjlok,” kata Ezekwesili di Washington, Selasa. ”Padahal pertumbuhan merupakan jalan untuk mengurangi kemiskinan,” kata mantan Menteri Pendidikan Nigeria ini.

Salah satu tugas utama banyak negara saat ini adalah mencengah inflasi spiral, yakni inflasi yang terus menggelinding dan berpotensi merembet ke mana-mana. ”Sangat penting untuk menjaga agar kenaikan harga tak merembet ke sektor lain sehingga tidak menciptakan inflasi spiral,” kata jubir Komisi Uni Eropa, Amelia Torres di Brussels.

Berbagai negara kini bergegas untuk melakukan langkah antisipasi, setidaknya menjamin pengadaan pangan. China telah memperbaharui program insentif di sektor pertanian dengan dukungan Rp 80 triliun dana.

India dan Filipina memilih pembangunan prasarana pedesaan, pengadaan bibit unggul dan sarana pendukung pertanian.

Di tingkat global, Presiden Bank Dunia Robert Zoellick meminta, negara maju memberi dana 500 juta dollar AS, untuk bantuan pangan darurat bagi 120 juta warga dunia yang rentan kelaparan.

Sejak Januari 2008, George Soros sudah berkali-kali menekankan agar pasar uang dan bursa komoditi diatur secepat mungkin. Masalahnya, spekulan masih terus ”menggoyang” komoditi untuk terkerek naik agar bisa meraih untung.

Persoalannya, dana yang dimainkan termasuk pinjaman bank. Hal ini dimungkinkan karena regulasi kredit tak diatur secara ketat.

Akar dari krisis sekarang ini dimulai dari kehancuran pasar uang AS, kerugian spekulan sedunia yang memuncak pada Juli 2007, ketika bursa dunia anjlok. Setelah itu, spekulan mencari celah lain untuk meraih untung.(REUTERS/AP/AFP/MON/JOE)

Wednesday, April 16, 2008

Penerbangan

Delta-Northwest Merger
Terbesar di Dunia dengan 800 Pesawat
EPA/CRAIG LASSIG/MATT CAMPBELL / Kompas Images
Pesawat milik Delta Air Lines (bawah) lepas landas dari Bandar Udara LaGuardia, New York City, dan pesawat milik Northwest Airlines (atas) lepas landas di Bandara Internasional St Paul, Bloomington, Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat. Delta dan Northwest, Senin (14/4), diberitakan segera menjadi maskapai penerbangan terbesar di dunia setelah keduanya bergabung atau merger.
Rabu, 16 April 2008 | 01:16 WIB

Atlanta, Selasa - Delta Air Lines Inc dan Northwest Airlines Corp memutuskan bergabung dan membentuk perusahaan penerbangan terbesar di dunia. Alasan penggabungan ini antara lain tingginya harga bahan bakar dan turunnya pertumbuhan ekonomi.

Delta Air akan membeli saham Northwest Corp seharga lebih dari 3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 27,6 triliun. Delta merupakan perusahaan penerbangan ketiga terbesar di AS dan Northwest perusahaan penerbangan AS nomor lima.

Selain penggabungan kedua perusahaan itu, kemungkinan perusahaan penerbangan AS lainnya, United, segera bergabung dengan perusahaan penerbangan AS, Continental.

Dalam transaksi itu, pemegang satu lembar saham Northwest akan menerima 1,25 saham Delta. Rasio itu berarti 16,8 persen di atas harga saham Northwest pada penutupan pasar Senin lalu.

Saat ini nilai Northwest hampir 3,63 miliar dollar AS. Jika digabungkan dengan Delta, nilai perusahaan hasil merger yang tetap bernama Delta akan bernilai 17,7 miliar dollar AS. Jumlah itu termasuk harga pasar dari dua perusahaan dikombinasikan dengan utangnya.

Pihak Delta dan Northwest mengatakan, penggabungan mereka akan menghasilkan pendapatan sebesar 1 miliar dollar AS per tahun. Penghematan akan dilakukan dari pengurangan biaya operasional, efisiensi teknologi dan pemangkasan biaya administrasi, serta penguatan posisi tawar dengan para pemasok.

Kalau mendapatkan persetujuan dari otoritas, perusahaan baru itu akan bermarkas di Atlanta. CEO Delta Richard Anderson akan menjadi CEO Delta baru. Presiden Direktur Delta Daniel Carp akan menjadi presiden direktur pada perusahaan baru dan Presiden Direktur Northwest Roy Bostock akan menjadi wakilnya.

”Kami menegaskan, transaksi konsolidasi cocok untuk semua pihak. Delta dan Northwest merupakan paduan yang sempurna,” kata CEO Delta Richard Anderson.

Belum ada kejelasan mengenai jumlah karyawan yang akan dikurangi. Kedua perusahaan itu memiliki 80.000 pegawai. Jumlah pesawat yang dimiliki 800 unit, berasal dari berbagai tipe untuk melayani 390 rute di 67 negara.

Delta hasil merger diharapkan tidak akan merumahkan pegawai. Dana pensiun di kedua perusahaan juga akan tetap dilindungi.

Protes pekerja

Delta tidak merencanakan menutup jalur penerbangan yang ada di kedua perusahaan. Delta juga mengatakan akan terus memegang perjanjian kerja dengan para pilot. Mereka bahkan akan membagikan 3,5 persen saham perusahaan baru kepada para pilot dari Delta. Namun, langkah ini tidak untuk pilot Northwest.

Delta mengatakan akan terus mencoba cara terbaik agar perjanjian itu dapat mencakup pilot dari kedua perusahaan. Untuk pegawai bukan pilot dari dua perusahaan akan mendapatkan empat persen saham baru.

Namun, pilot dan pegawai lainnya di Northwest menyatakan akan berjuang untuk mendapatkan persamaan hak dalam perusahaan hasil penggabungan.

Delta dan Northwest sempat merugi dan harus masuk dalam perlindungan perusahaan bangkrut pada tahun 2005. Keduanya kemudian selamat dari kebangkrutan setelah menghabiskan ongkos miliaran dollar AS selama melakukan reorganisasi.

Saat dalam perlindungan, Delta lolos dari pengambilalihan paksa oleh Tempe, perusahaan grup US Airways yang bermarkas di Arizona. (Reuters/AP/joe)

Minyak Tembus 114 Dollar AS!


Terminal Transit milik Pertamina di daerah Koja, Jakarta Utara, Kamis (13/3). Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai $107 per barel menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Indonesia.

Rabu, 16 April 2008 | 08:09 WIB

NEW YORK,SELASA - Harga minyak mentah dunia semakin tidak terkendali, dengan kembali meraih rekor harga tertinggi sepanjang masa pada level 114 dollar AS per barrel. Terus melajunya harga minyak mentah ini masih didorong melemahnya dollar AS dan terutama kekhawatiran terhadap pasokan minyak global.

Minyak light sweet untuk pengiriman Mei, sempat melonjak ke posisi 114,08 dollar AS sesaat setelah penutupan perdagangan rutin, Selasa (15/4) waktu setempat, di New York Mercantile Exchange.

Kenaikan harga minyak akibat kekhawatiran akan seretnya pasokan minyak global, seiring laporan International Energy Agency, yang menyebutkan produksi minyak Rusia yang merupakan eksportir terbesar setelah Arab Saudi, tahun ini menurun, menjadi rata-rata 10 juta barrel per hari dari Januari sampai Maret, turun 1 persen dari tahun 2007.

Harga minyak langsung meloncat ke 113,99 dollar AS dalam sesi perdagangan rutin sebelum berakhir di 113,79 dollar AS per barrel, naik 2,03 dollar dari penutupan Senin di 111,76 dollar AS.

Sementara di London, minyak mentah Brent naik 1,47 dollar AS ke 111,31 dollar AS per barrel di ICE Futures exchange. (AP)

Tuesday, April 15, 2008

Pertumbuhan

Kesenjangan Ekonomi Antardaerah Meningkat
Selasa, 15 April 2008 | 01:17 WIB

Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menyebut tahun 2007 sebagai tahun pencapaian. Untuk pertama kalinya sejak krisis 1997, perekonomian Indonesia tumbuh di atas 6 persen, yaitu 6,32 persen.

Tahun 2007 juga menandai mulai bergerak dan bersinerginya dua mesin ekonomi sekaligus, yakni mesin stabilitas dan pertumbuhan. Mesin sektor keuangan dan sektor riil. Pada tahun sebelumnya, mesin pertumbuhan atau sektor riil tidak bergerak semestinya alias lambat.

Sayangnya, kualitas pertumbuhan ekonomi 2007 belum juga membaik. Pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan keadilan dan pemerataan. Masih banyak orang miskin yang tak tersentuh pembangunan.

Bahkan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi antarprovinsi membesar. Standar deviasinya mencapai 1,8 persen, lebih tinggi ketimbang tahun 2006 yang sebesar 1,7 persen (Laporan Perekonomian Indonesia 2007).

BI melaporkan, perekonomian nasional masih menghadapi permasalahan, antara lain perbedaan pertumbuhan ekonomi antardaerah dan meningkatnya jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional.

Kedua permasalahan itulah yang menyebabkan perbedaan peningkatan kualitas ekonomi daerah. Perbedaan terutama terjadi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua dengan Sumatera.

Beberapa provinsi di wilayah itu mengalami pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) yang relatif jauh di bawah pertumbuhan nasional.

Bahkan, beberapa daerah yang termasuk dengan kategori kaya sumber daya alam (SDA) mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari pertumbuhan nasional, seperti NAD, Riau, dan Kaltim.

Beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan di beberapa daerah relatif rendah antara lain keterbatasan infrastruktur, aturan daerah yang kurang menarik minat investasi, dan bertumpunya ekonomi daerah pada sektor primer tertentu, misal pertambangan.

Di sisi inflasi, sebagian besar kota di Indonesia menghadapi inflasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional.

Dalam empat tahun terakhir terdapat 34 kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional. Tingginya inflasi di kota-kota itu terutama berasal dari kenaikan harga bahan makanan, produk jadi, dan perumahan.

Faktor yang menyebabkan tingginya inflasi di daerah-daerah itu karena pengaruh gangguan pasokan barang.

Ekonom BNI, Tony Prasetiantono, menjelaskan, disparitas pertumbuhan antardaerah terjadi karena perbedaan potensi, terutama terkait produk primer.

”Provinsi yang memiliki produk primer, seperti perkebunan dan pertambangan, tumbuh lebih cepat,” kata Tony.

Namun, kata Tony, lonjakan pertumbuhan seperti itu hanya bersifat temporer dan dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang akan terjadi koreksi ketika harga produk-produk primer itu mulai terkoreksi ke level yang lebih normal.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sandiaga Uno mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan yang lebih adil dan merata, pemerintah perlu menggenjot pembangunan infrastruktur di daerah dan keberpihakan terhadap usaha mikro dan kecil. (FAJ)

Utang Bertambah Rp 97,7 Triliun

Tak Perlu Risaukan Neraca Keuangan yang Negatif
Selasa, 15 April 2008 | 01:27 WIB

Jakarta, Kompas - Selama tahun 2007 utang pemerintah bertambah Rp 97,74 triliun. Hal itu disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sehingga beban pembayaran utang luar negeri membengkak. Beban utang yang ditanggung jauh lebih besar dari aset yang diterima dari hasil utang itu.

Hal itu terungkap dalam neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2007, yang belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang diterima Kompas di Jakarta, Senin (14/4).

Dalam neraca LKPP disebutkan kewajiban pemerintah per 31 Desember 2007 mencapai Rp 1.427,8 triliun. Jumlah itu lebih besar Rp 97,7 triliun dibandingkan dengan kewajiban pemerintah per 31 Desember 2006 yang hanya Rp 1.330,1 triliun.

Pengamat utang dari Koalisi Anti Utang (KAU), Kusfiardi, menyatakan, beban utang luar negeri itu bukti bahwa beban utang yang ditanggung selama ini jauh lebih besar dari aset yang diterima, dari hasil utang tersebut. Bahkan, sebagian proyek yang didanai oleh utang tidak dapat dimanfaatkan karena terkena bencana alam.

”Beban itu tidak seharusnya ditanggung APBN. Dengan kondisi ini, pemerintah berhak minta pengurangan utang,” ujarnya.

Utang yang lebih besar daripada aset terlihat dalam neraca LKPP 2007. Nilai kewajiban pemerintah per 31 Desember 2007 mencapai Rp 1.427,8 triliun, sedangkan nilai asetnya Rp 1.366,47 triliun. Artinya, neraca pemerintah negatif Rp 61,3 triliun.

Menurut Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan (Depkeu) Hekinus Manao, selisih negatif neraca pemerintah semakin turun. ”Tahun 2004, saat pemerintah menyusun LKPP pertama kali, selisih negatif antara aset dan kewajiban pemerintah Rp 500 triliun. Tahun 2005 menjadi Rp 200 triliun lebih, 2006 menjadi Rp 110,3 triliun, dan 2007 menjadi Rp 61,3 triliun,” ujarnya.

Menurut Hekinus, neraca keuangan yang negatif tidak perlu dikhawatirkan karena setiap pinjaman yang diambil dijamin oleh kemampuan pemerintah dalam menambah penerimaan. Ini berbeda dengan yang dilakukan perusahaan, yaitu menjaminkan asetnya untuk berutang.

”Akuntansi pemerintah dan perusahaan berbeda. Pemerintah tidak mengagunkan aset negara untuk pinjam uang,” katanya.

Hekinus menyebutkan, membengkaknya nilai utang pemerintah pada 2007 karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang, yang menjadi basis pinjaman, terutama dollar AS.

Perlemahan nilai tukar rupiah menyebabkan beban pembayaran surat utang negara berdenominasi mata uang asing dan pinjaman luar negeri makin tinggi.

Pengamanan aset

Pengamat ekonomi Iman Sugema mengatakan, masalah yang dihadapi pemerintah adalah kemampuan mengidentifikasi dan menilai ulang aset rendah dan lambat. Ini menyebabkan sebagian aset pemerintah di bawah nilai sewajarnya.

”Akibatnya akan selalu ada selisih negatif antara aset dan kewajiban pemerintah. Jika penilaian ulang aset bisa dilakukan, mungkin nilai aset pemerintah yang dicantumkan di neraca lebih besar dua kali lipat,” katanya.

Pemerintah juga menghadapi masalah pengamanan asetnya karena banyak yang belum bersertifikat. Oleh karena itu, Presiden sebaiknya membentuk unit khusus di lingkungan sekretariat negara yang bertugas mengamankan aset negara tersebut.

”Saat ini sudah ada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Depkeu. Namun jika ingin lebih kuat kewenangannya, sebaiknya dibentuk langsung di bawah kontrol presiden,” ujar Iman. (OIN)

Carrefour Enak Di Mata Konsumen, Pahit Terasa di Pemasok

Para konsumen Carrefour tentu sangat diuntungkan dengan harga yang murah untuk sebagian barang yang dijual di gerai Carrefour dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya seperti Giant dan Hypermart. Namun tidak demikian yang dirasakan para pemasok.


Para pemasok terutama dari pemasok golongan UKM merasa dirugikan pihak Carrefour atas penerapan trading term yang banyak kepada para pemasoknya. Akibatnya salah satu pemasoknya yang dirugikan melaporkan kepada KPPU tentang persyaratan trading term. KPPU akhirnya mengeluarkan keputusan yang mengatakan Carrefour melanggar pasal 19 ayat a UU NO. 5/1999 dan memerintahkan Carrefour untuk menghentikan pengenaan minus margin kepada pemasoknya. Carrefour juga diharuskan membayar denda sebesar Rp. 1,5 Milyar. Keputusan KPPU dikuatkan dengan Keputusan Mahkamah Agung yang menolak keberatan dari pihak Carrefour.
Item-item apa saja yang diterapkan Carrefour dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Perbandingan item Trading Term yang dikenakan Carrefour kepada Pemasok

Tahun 2003
Fixed Rebate
Conditional Rebate
Promotional Discount
Promotional Budget
Regular Discount
Common Assortment

Tahun 2004
Fixed Rebate
Conditional Rebate
Promotional Discount
Promotional Budget
Regular Discount
Common Assortment
Reduce Purchase Price
Minus Margin
Penalty Delay Delivery Event
Opening Cost
Opening Discount for New
Additional Discount for Other
Anniversary Discount
Store Remodelling Discount

Tahun 2005
Fixed Rebate
Conditional Rebate
Promotional Discount
Promotional Budget
Regular Discount
Common Assortment
Reduce Purchase Price
Minus Margin
Penalty Delay Delivery Event
Opening Cost
Opening Discount for New
Additional Discount for Other
Anniversary Discount
Store Remodelling Discount
Opening Listing Fee
Lebaran Discount

Beberapa contoh trading term yang dirasakan memberatkan pemasok :

Minus Margin
Jaminan dari pihak pemasok bahwa harga jual produk pemasok ke Carrefour adalah paling murah.
Persyaratan Minus Margin yang diterapkan oleh Carrefour apabila Carrefour menemukan harga jual yang lebih murah di gerai para pesaing Carrefour maka invoice akan dipotong langsung atas selisih harga tersebut. Ini tidak wajar karena pemasok tidak dapat mengontrol harga jual yang ditetapkan pesaing Carrefour. Harga Jual produk ke konsumen adalah kebijakan peritel yang menjadi pesaing Carrefour.

Listing Fee
Yang dimaksud listing fee adalah biaya pemasok untuk memasok produk baru ke dalam gerai Carrefour. Listing Fee berfungsi sebagai jaminan apabila barang tersebut tidak laku.

Walau pun tidak dikenakan kepada semua pemasok tetapi pengenaan listing fee tidak tepat karena hubungan usaha antara Carrefour dengan pemasok adalah sistem jual putus. Dengan demikian tidak tepat Carrefour mengaitkan listing fee dengan alasan menutupi kerugian apabila barang tersebut tidak laku.
Bahkan ada pemasok yang sudah membayar listing fee tetapi produknya tetap tidak dipajang di gerai Carrefour.

Listing Fee yang bagi pemasok merupakan investasi yang tidak memberikan nilai tambah, dapat dipakai Carrefour untuk mengurangi item produk yang akan masuk dan menghalangi pemasok masuk gerai Carrefour.

Anniversary Discount
Biasa diberikan antara bulan Agustus – September, dirasakan memberatkan pemasok karena ulang tahun hanya 1 hari tetapi dibebankan kepada pemasok selama satu bulan.

Commont Assortment Cost
Biaya kompensasi terhadap display seluruh varian produk pemasok yang telah disepakati. Perilaku ini memberatkan karena kebijakan pembelian adalah kebijakan bisnis Carrefour. Sudah selayaknya resiko tidak lakunya barang yang dibeli menjadi tanggungan Carrefour.

Store Remodelling Discount
Adalah discount tambahan khusus diberikan oleh pemasok untuk mendukung promosi di gerai Carrefour yang sedang diremajakan. Diskon dihitung dari jumlah gerai yang diremajakan. Perilaku ini memberatkan karena kebijakan peremajaan gerai adalah kebijakan Carrefour jadi sewajarnya ditanggung sepenuhnya oleh Carrefour. Jika ini dianggap biaya promosi, maka merupakan tambahan biaya karena sudah ada promotion discount dan promotion budget.

Pembukaan gerai baru
Dalam hal pembukaan gerai baru, Carrefour mengenakan sekaligus tiga item trading term yaitu listing fee, opening cost/new store dan opening discount.


Syarat-syarat perdagangan (trading term) yang diterapkan semakin memberatkan setiap tahunnya berupa penambahan jenis item, kenaikan biaya dan kenaikan besaran tarif (fee precentage).
Bahkan menurut para pemasok, trading term ini merupakan virus yang menyebar karena para pesaing Carrefour mulai menerapkan beberapa item trading term yang sama akibat beberapa karyawan Carrefour yang pindah kerja ke perusahaan pesaing Carrefour.

Masih mau harga murah ? Masih donk asal diperoleh dengan cara-cara yang sehat dan hasil dari efisiensi dan innovasi value chain.



Sumber :
Salinan Keputusan KPPU Perkara Nomor 2/KPPU-L2/2005



Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http://signnet.blogspot.com)

Monday, April 14, 2008

Zaman Emas Indonesia

Sabtu, 12 April 2008 | 00:56 WIB

Jakob Sumardjo

Kapan waktunya dan siapa presidennya, belum diketahui. Namun, keberadaannya jelas karena logikanya juga jelas, yaitu potensi alamnya yang luar biasa, dan jumlah penduduknya yang begini besar tak mungkin goblok semua.

Saat itu presidennya tegas dan keras, tidak takut mati dan tidak takut kehilangan pendukungnya. Hatinya baik, tidak ada pikiran uang sama sekali karena sejak bayi sudah kaya-raya. Ketegasannya mendapat dukungan seluruh rakyat miskin di Indonesia, yaitu dalam melenyapkan korupsi, kejahatan dasar yang membuat negara ini hampir saja pecah belah.

Koruptor yang diketahui menilep uang negara satu miliar ke atas langsung dihukum mati karena yang antre untuk diadili begitu panjang. Koruptor di atas setengah miliar dipotong tangannya dan dipenjara seumur hidup. Yang korup seratus juta ke bawah dihukum seumur hidup. Khusus perkara korupsi tidak ada naik banding menurut hukum negara yang disetujui DPR, yang anggota-anggotanya cerdas, baik hati, tak banyak bicara, tetapi lebih banyak berpikir.

Dalam waktu satu tahun pertama pemerintahannya, nafsu orang yang ingin korup langsung lenyap. Hampir tiap hari ada koruptor dihukum mati, sampai banyak yang tak sempat disiarkan media. Keluarga koruptor yang dihukum mati, saat itu, tak mau mengubur sendiri, takut kerandanya ditimpuki rakyat miskin yang marah.

Demi perikemanusiaan

Pers dalam dan luar negeri cerewet menantang pemberantasan korupsi yang mereka nilai biadab dan melanggar hak asasi manusia ini. Namun, presiden kita memang orang berani. ”Saya tidak takut masuk neraka,” katanya kepada para juru kritik. ”Dalam situasi luar biasa, diperlukan tindakan luar biasa,” tambah wakil presidennya yang sama-sama batu karangnya.

Dalam waktu dua tahun pertama masa kepresidenannya, tak seorang pegawai negeri pun berani mangkir kerja tanpa surat dokter negeri. Orang berseragam pegawai negeri tak ada di jalanan, apalagi mal. Merokok pun tak berani, kecuali saat istirahat. Tiba-tiba seluruh pegawai negeri sibuk bekerja karena tugasnya tak habis-habis, semua melalui prosedur yang semestinya. Orang yang suka menyogok pegawai pun tak berkutik akibat semua pegawai negeri tak butuh sogokan, takut dipecat hari itu juga.

Para polisi di jalan raya dan di tempat lain tak lagi membawa pistol. Mereka hanya dibekali pentungan karet. Semua pengguna jalan tertib, antrean lama tak mengapa, karena tilang langsung dengan denda tinggi amat menakutkan. Para pengguna jalan ini patuh membayar denda tinggi karena yakin, uang denda benar-benar masuk kas negara.

Meski polisi tidak bersenjata, nyali para penjahat juga kecut karena yang diketahui membunuh korban langsung dihukum mati. Utang nyawa bayar nyawa, itulah semboyan di pojok-pojok toko. Para pemerkosa dihukum seumur hidup. Dua kali memerkosa dihukum mati. Di mana sila Perikemanusiaan dalam Pancasila? Jawab presiden, ”Itu semua dilakukan demi perikemanusiaan. Bukan perikejahatan!”

Setelah pemberantasan biang kekacauan, berangsur-angsur negara Indonesia membutuhkan tambahan pegawai. Karena tak ada lagi budaya sogok, hanya mereka yang benar-benar mampu di bidangnya dapat diterima. Kerja pembangunan bisa dilaksanakan. Tidak ada rencana pembangunan yang tak berhasil karena semua dana utuh sampai selesai. Jalan-jalan mulus. Kemacetan tak ada lagi akibat pembangunan jalan layang bagai kabel listrik di kota-kota besar. Dan subway dibangun di mana-mana.

Ibu kota negara dipindah ke Kalimantan, di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Itulah Washington Indonesia. Jakarta adalah New York-nya Indonesia. Bandara seperti Soekarno-Hatta dibangun di 20 kota besar Indonesia. Semua berasal dari uang negara yang 100 persen selamat. Coba tahun 1970-an sudah begini, Indonesia akan disebut macan Asia nomor dua setelah Jepang.

Syarat kesuburan

Pada pemerintahan kedua, turis Indonesia ditunggu-tunggu di negara-negara tetangga. TKI dan TKW telah lenyap sejak pemerintahan pertama hampir berakhir. Bahkan, TKW lain bangsa masuk Indonesia.

Turisme bukan lagi slogan. Menteri Pariwisata paling sibuk bekerja. Pada malam hari, lampu kantor ini tak pernah padam. Devisa sektor ini melebihi pendapatan pajak, pertambangan, pertanian, kehutanan. Para turis dimanja karena aman, transpor tepat waktu, dan ”Bali-Bali” baru bertebaran di Indonesia.

Nilai mata uang rupiah yang puluhan tahun bikin malu bangsa (negara sama sekali tak malu) diturunkan menjadi satu dollar AS setara satu rupiah RI. Bayangkan kalau kekayaan negara dihitung dalam nilai mata uang lama akan membingungkan kepala akibat triliun dari triliun dan triliun rupiah. Harga mobil paling mewah cuma Rp 200.000. Gaji pegawai negeri paling top Rp 70.000. Recehan satu sen ada di kantong tiap warga negara.

Setelah pemerintahannya yang kedua berakhir, presiden dan wakil presiden kita pensiun. Meski rakyat tetap ingin memilihnya, keduanya tetap menolak karena tak sesuai dengan undang-undang. Penggantinya tidak sehebat presiden kita itu, tetapi tak apa sebab seluruh bangsa telah memasuki budaya baru, yaitu budaya bersih. Orang takut, namanya masuk koran meski cuma nyopet jam tangan.

Impian tata temtrem kerta raharja, adil makmur ternyata bukan omong kosong dongeng anak-anak. Kuncinya hanya satu, tembak mati para maling negara, entah jemaah maupun perorangan. Ibu Pertiwi akan bersimbah darah para penjarah, tetapi itulah syarat kesuburan.

Jakob Sumardjo Esais

Bangsa yang Sabar ataukah Lembek?

POLITIK tidak saja sebuah pertarungan untuk meraih kekuasaan, melainkan juga penantian yang menuntut kesabaran. Pemerintahan demi pemerintahan silih berganti, dan rakyat yang menjadi penyangga kekuasaan tak pernah berhenti berharap agar kehidupan akan berubah dan membaik.

Kalaupun perubahan itu tidak bisa disulap atau terjadi dalam waktu singkat, rakyat masih bisa bersabar, asalkan diberi harapan yang cukup rasional. Politik penuh dengan janji, meski janji politik tidak pernah memberi kepastian. Bahkan para pemimpin yang begitu pandai dan bersemangat meyakinkan massa diajang kampanye bahwa mereka bisa mengubah dunia, ketika telah menduduki kursi kekuasaan baru menyadari bahwa peta politik sangat berbeda dengan medan dan teritorial politik. Sebagian masyarakat bisa dirayu dengan peta yang indah, namun ketika kenyataan lapangan menyajikan fakta yang berbeda, rakyat harus kecewa dan bersabar.

Para pemimpin baru menyadari bahwa masalah riil yang dihadapi ternyata lebih berat daripada yang bisa diucapkan di mimbar ketika menggalang dukungan. Ujung-ujungnya, semua pemimpin menyeru rakyatnya bersabar, menunggu keadaan menjadi lebih baik. Tetapi kita juga tidak tahu-termasuk para pemimpin sendiri-kapan keadaan yang lebih baik itu akan tiba?

Meski perbuatan menunggu itu sangat membosankan dan melelahkan, namun masyarakat kita sejak dulu sudah terbiasa menunggu. Mereka menunggu datangnya masa di mana sandang, pangan, dan papan mudah didapat; mereka menunggu hidup yang lebih bermakna daripada sekadar menanggung beban dan kesulitan; mereka juga menunggu lahirnya para pemimpin yang tahu isi hati mereka. Tapi, kapan pemimpin seperti itu akan datang? Pendeknya, dari dulu kita sudah dikondisikan untuk menunggu datangnya ratu adil guna meringankan beban derita yang ada.

Lagi-lagi, ketika bayang-bayang surgawi belum juga muncul, kita diseru untuk bersabar. Orang sabar itu dicintai Tuhan, katanya. Bayangkan, kita pernah bersabar dijajah bangsa lain selama tiga setengah abad. Pernah bersabar dikekang penguasa bangsa sendiri selama lebih setengah abad. Kesabaran masyarakat kita tampaknya memang sudah teruji.

Sekian banyak terjadi kecelakaan laut, darat, udara, sampai semburan lumpur Sidoarjo dan megakorupsi, rakyat kita masih tetap bisa berkompromi dengan penderitaan. Memang ada yang mulai gampang naik pitam dengan membakar kantor bupati atau merusak kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena kecewa atau tidak puas dengan hasil pemilu.

Namun secara umum masyarakat kita tetaplah golongan orang-orang yang sabar dan hidup dengan harapan serta doa, meski sering dibohongi para politikus. Sejauh ini, politik tampaknya masih menjadi komoditas dan sumber pencaharian bagi kalangan elite, dan mereka juga enggan berbagi dengan masyarakat. Masyarakat hanya menjadi pemberi stempel. Rumusan klasik bahwa politik adalah soal "siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana" tampaknya sedang dipraktikkan di negeri ini.

Rumusan itu lebih banyak berbicara tentang aktor politik, sementara konstituen politiknya sendiri diabaikan. Tidak mengherankan kalau dunia politik dipenuhi transaksi jual beli suara, dukungan, atau kandidat, layaknya pasar lelang. Mestinya politik itu untuk menyejahterakan rakyat, bukannya rakyat dieksploitasi untuk menyejahterakan politisi. Jangan-jangan agenda pemekaran wilayah besar-besaran hanya untuk melayani pejabatnya akibat kalah bersaing, bukannya untuk memakmurkan rakyat.

Jadi, seharusnya rumusan itu ditambah: Siapa mendapatkan apa, kapan, bagaimana, untuk apa dan siapa? Yang terakhir ini penting sebagai alat kontrol. Sebab, tanpa mengetahui akan diapakan sebuah mandat kekuasaan oleh penguasa, kita seperti orang yang berjalan tanpa arah yang jelas. Masyarakat tak ubahnya gerombolan domba yang dungu. Sungguh sangat berbahaya bagi masa depan bangsa jika kepentingan banyak orang hanya dipegang dan dipercayakan kepada segelintir elite penguasa yang hanya berpikir untuk dirinya, keluarganya, dan partainya.

Dari rumusan "siapa mendapatkan apa, kapan, bagaimana, untuk apa dan siapa" diharapkan tumbuh kesadaran tentang nilai, tentang mimpi sebuah bangsa, tidak semata berebut kekuasaan secara telanjang tanpa etika dan tanpa harga diri. Setelah lama kekuasaan berjalan tanpa panduan nilai luhur dan berakhir dengan tragedi, inilah saatnya untuk mengusung kembali nilai-nilai luhur dan mulia dalam perpolitikan kita. Bukankah kekuasaan itu pada awalnya mulia, dan harus terus dimuliakan jika kita tidak ingin dihinakan dan menjadi budak kekuasaan?

Tuhan sendiri menyifati dirinya sebagai penguasa (al-malik). Namun, kekuasaan Tuhan selalu dikaitkan dengan sifat rahimnya sehingga selalu memberi rahmat dan perlindungan kepada makhluknya. Dan manusia diberi kekuasaan oleh Tuhan sebagai khalifah di muka bumi, menunjukkan bahwa kekuasaan itu mulia adanya.

Karena itu, pertanyaan "untuk apa dan siapa" kekuasaan digunakan, menjadi penting karena para pemilik kuasa (penguasa) cenderung sewenang-wenang dengan kekuasaan di tangannya, sebagaimana pernah diingatkan oleh Lord Acton," power tends to corrupt...." Mempertanyakan arah kekuasaan bukanlah monopoli kaum moralis. Demokrasi dalam dirinya mengandung keniscayaan untuk saling mengontrol atau mengawasi. Ini pun tugas politik, bukan semata-mata tugas para pengkhotbah agama.

Politik tanpa kontrol dan etika akan menyebabkan terjerembap pada akumulasi kekuasaan yang berbahaya yang-dalam pengalaman bangsa kita- berujung pada malapetaka dan merugikan semua orang. Kontrol atau pengawasan diperlukan agar kekuasaan berjalan pada rel yang benar. Menurut agama,pengawasan tidak hanya dikaitkan dengan kebenaran (tawashaw bil haq), tapi juga dengan kesabaran (tawashau bi shabr).

Artinya, kontrol atau pengawasan terhadap kekuasaan bukan saja harus dilakukan untuk tegaknya kebenaran dan dengan cara yang benar (yaitu sesuai mekanisme demokrasi yang berlaku), namun juga tidak boleh dipaksakan karena ada proses yang membutuhkan waktu. Prinsip demokrasi mengajarkan kesabaran menunggu waktu lima tahunan untuk mengganti para pemimpin dan wakil rakyat yang tidak kredibel.

Penantian lima tahun memang bukan waktu yang sebentar. Namun, itulah dalil yang harus dijaga agar tidak mencederai dan menghancurkan demokrasi yang akhirnya menimbulkan preseden buruk bagi demokrasi di masa depan. Pemilu merupakan buah kesabaran karena semua orang dituntut menunggu dengan tertib, tidak boleh menyalip dan menelikung di tikungan. Kesabaran berarti orang harus siap kalah dalam kompetisi.

Kesabaran juga berarti kebesaran hati untuk memberi kesempatan kepada yang lain. Ibarat pepohonan, daun-daun tua meranggas, daun-daun muda tumbuh bersemi. Begitulah dunia politik. Ada masanya orang berjaya, ada masanya harus surut. Hanya orang-orang yang sabar yang bisa menerima semua kenyataan itu dengan lapang dada. Namun perlu dicatat, kita mesti membedakan antara sikap sabar dan jiwa yang lembek.

Kesabaran akan tumbuh jika seseorang memiliki visi dan cita-cita yang jelas, keyakinan yang teguh, dan tahu bagaimana mencapainya. Kalau itu semua tidak ada, maka seseorang atau bangsa bukannya sabar, melainkan lembek, tidak punya harga diri dan cita-cita besar. (*)

Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (//mbs)

Membangun Konsep Pembangunan

Membangun''. Satu kata singkat tersebut bisa menggambarkan secara lengkap apa sebenarnya kewajiban pemerintah berkuasa atas Tanah Air dan rakyatnya. Menyadari kata tersebut, beberapa presiden Indonesia terdahulu menggunakan kata pembangunan dalam berbagai akronim menarik sebagai slogan.

Mantan Presiden Soeharto dapat dikatakan yang paling paham menggunakan kata pembangunan tersebut dalam jualan politiknya. Orde Baru (Orba) menekankan aspek modernisasi ekonomi yang ditandai pertumbuhan ekonomi. Untuk mengakomodasinya, muncul wacana stabilitas yang menekankan aspek-aspek keseimbangan dan keteraturan sosial (social order).

Keterkaitan antara dua wacana tersebut kemudian terwujud dalam ''trilogi pembangunan," yaitu pertumbuhan (growth), stabilitas (stability), dan kesetaraan (equity). Pengaruh wacana tersebut sangat besar sehingga selalu tampil dalam segala aspek kehidupan kemasyarakatan pada masa Orba, baik segi ekonomi, politik, sosial, maupun kebudayaan. Hal tersebut dengan apik dibahas Ariel Heryanto dalam artikelnya ''The Development of Development" Mantan Presiden Soekarno juga tak kalah hebat.

Dia memiliki berbagai akronim pula untuk menggambarkan semangatnya yang menggebu-gebu sekaligus menyilaukan rakyatnya yang haus akan pembangunan. Tak kurang slogan ''Jembatan Emas" menjadi jualan termasyhurnya akan pembangunan. Terakhir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (SBY-JK) pun mafhum benar betapa ajaibnya kata pembangunan ini sehingga meresapkan kata pembangunan dalam slogan kampanyenya ''Bersama Kita Bisa'' dan nama kabinetnya ''Indonesia Bersatu'' yang berasosiasi dengan usaha membangun.

Pun demikian ajaibnya kata pembangunan tersebut, tak ayal kita terus bertanya apakah pembangunan itu memang terjadi di Indonesia. Berbagai bukti kegagalan akhirnya mengurangi respek rakyat terhadap sosok pemimpinnya. Pemerintah selalu digambarkan sebagai pemimpin yang memihak kepentingan para pemilik modal dan kalangan-kalangan dekatnya. Rakyat banyak hanyalah menjadi kelompok pheri-pheri di tengah pergumulan kepentingan.

Rapuh

Saat ini kita selalu berbangga diri melihat neraca ekspor-impor yang terus menanjak. Pemerintah melalui para menterinya mengampanyekan kondisi tersebut sebagai suatu keberhasilan. Namun, bisa jadi sadar atau tidak, pemerintah seakan membohongi masyarakat dengan angka dan sesuatu yang mungkin tak dapat dicerna dengan baik.

Indonesia saat ini bisa dikatakan memiliki fondasi ekonomi yang tak jauh berbeda dengan saat 20, 30, bahkan 60 tahun lalu. Kalau kita perhatikan secara menyeluruh, sebenarnya belum waktunya untuk terlalu berbangga diri. Indonesia hanya menjadi negara pheri-pheri dalam perdagangan internasional. Hasil ekspor Indonesia mayoritas merupakan barang bahan mentah dan bahan baku, sekalipun jumlahnya banyak.

Dari hasil ekspor 2006 saja, dari top 10 ekspor nonmigas Indonesia, hanya tiga yang termasuk barang jadi dan non-SDA, yaitu barang elektronik, mesin, dan pakaian jadi. Kondisi yang terjadi berbanding terbalik dengan impor Indonesia. Kita mengimpor berbagai barang dengan kualitas tinggi. Bahkan, kita masih mengimpor banyak spare parts penting untuk industri otomotif yang sudah lebih dari 30 tahun ada di Indonesia. Contoh paling mudah adalah Indonesia termasuk pengekspor logam terbesar dunia.

Tak kurang tembaga, timah, bijih besi, aluminium, dan berbagai logam lainnya diekspor ke negara seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), China, India, dan negara industri maju lainnya. Barang-barang itu kembali masuk ke pelabuhan Indonesia berbentuk barang jadi dengan nilai yang berkali-kali lipat dibanding yang merupakan nilai tambah (added value).

Akhirnya, sekalipun mengalami surplus perdagangan, pada kenyataannya Indonesia mengalami kerugian dari hilangnya kesempatan (opportunity cost) yang bisa dimanfaatkan dengan maksimalisasi SDA. Skema pengentasan kemiskinan tak juga lepas dari paradigma kuno, memberikan ikan alih-alih memberikan kail. Program seperti bantuan langsung tunai (BLT), beras untuk rakyat miskin (raskin), serta operasi pasar masih saja dilakukan.

Padahal, pola tersebut akan membuat rakyat makin tergantung pada pemerintah. Dengan itu pemerintah mempertahankan ketidakmampuan masyarakat dalam lingkaran setan ketergantungan.

Road Map dan Role Model

Pembangunan kita sebenarnya sudah tak pernah jelas lagi. Padahal, kita sebenarnya punya road map,tapi semuanya berjalan bak tak berarah. Contoh paling nyata adalah kita mencanangkan untuk menguatkan indsustri hilir. Namun nyatanya, investasi di bidang itu tak jua berkembang. Lagi-lagi, sektor migas dan perkebunan menjadi primadona. Dengan road map kita dapat mengukur secara objektif target dan pencapaian.

Kita bisa tahu apakah program pengentasan kemiskinan berjalan sesuai rencana atau tidak dan tak lagi berdebat di tataran toritis dan metodologis. Kita juga setidaknya bisa tahu seperti apa Indonesia 10 atau 20 tahun ke depan. Namun,kondisi pemerintahan yang selalu berganti membuat pelaksanaan road map ini rentan kepentingan politis. Kondisi berbeda kita temui pada masa Soeharto yang menjaga dengan kebijakan otoriternya.

Mungkin kita bisa mengonsepkan kembali suatu rencana jangka panjang macam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dipatuhi siapa pun presiden yang terpilih. Pemerintah juga jangan takut untuk membangun. Jelas tidak semua kalangan yang bisa dipuaskan. Namun, tentu sudah selayaknya pemerintah lebih memuaskan rakyat kecil dibanding para kapitalis besar yang tentu bisa menyenangkan dirinya tanpa bantuan pemerintah. Kisah Kaisar Nero dari Yunani bisa memberikan ilham bagi pemerintah.

Saat itu Kaisar Nero selalu mendapat kritikan dari para kalangan orang kaya Yunani akibat kebijakan populisnya yang mementingkan rakyat. Namun, semua berbuah manis, akhirnya Kaisar Nero sampai saat ini dikenang sebagai kaisar yang peduli pada rakyatnya serta berhasil dalam membangun.

Mungkin kita semua ingat slogan Habibie sewaktu menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) yaitu ''Bermula di Akhir dan Berakhir di Awal," untuk menggambarkan idenya guna menjadikan Indonesia negara maju berteknologi dengan menjadikan Jepang sebagai role model. Terlepas salah benarnya pola Habibie,konsep tersebut menekankan bahwa kita butuh role model. Kita akan lebih bisa menilai pembangunan yang telah terlaksana secara lebih obyektif.

Pemerintah akan lebih mudah menyuarakan keberhasilannya. Sekaligus,kaum oposan akan lebih mudah meneriakkan kekurangan pemerintah berkuasa sehingga terjadi penilaian yang obyektif dan sehat. Menarik, jika kita mengingat ungkapan dari Mao Ze Dong dalam merencanakan pembangunan perekonomian China. ''Tak peduli kucing itu hitam atau putih,yang penting dia bisa menangkap tikus." Pembangunan Indonesia butuh pola yang tepat untuk mampu mengejar ketertinggalan yang telah menyengsarakan rakyat. (*)

GIGIH BANGUN KELANA Pemerhati Masalah Sosial Politik (//mbs)

Saturday, April 12, 2008

Zaman Emas Indonesia

Sabtu, 12 April 2008 | 00:56 WIB

Jakob Sumardjo

Kapan waktunya dan siapa presidennya, belum diketahui. Namun, keberadaannya jelas karena logikanya juga jelas, yaitu potensi alamnya yang luar biasa, dan jumlah penduduknya yang begini besar tak mungkin goblok semua.

Saat itu presidennya tegas dan keras, tidak takut mati dan tidak takut kehilangan pendukungnya. Hatinya baik, tidak ada pikiran uang sama sekali karena sejak bayi sudah kaya-raya. Ketegasannya mendapat dukungan seluruh rakyat miskin di Indonesia, yaitu dalam melenyapkan korupsi, kejahatan dasar yang membuat negara ini hampir saja pecah belah.

Koruptor yang diketahui menilep uang negara satu miliar ke atas langsung dihukum mati karena yang antre untuk diadili begitu panjang. Koruptor di atas setengah miliar dipotong tangannya dan dipenjara seumur hidup. Yang korup seratus juta ke bawah dihukum seumur hidup. Khusus perkara korupsi tidak ada naik banding menurut hukum negara yang disetujui DPR, yang anggota-anggotanya cerdas, baik hati, tak banyak bicara, tetapi lebih banyak berpikir.

Dalam waktu satu tahun pertama pemerintahannya, nafsu orang yang ingin korup langsung lenyap. Hampir tiap hari ada koruptor dihukum mati, sampai banyak yang tak sempat disiarkan media. Keluarga koruptor yang dihukum mati, saat itu, tak mau mengubur sendiri, takut kerandanya ditimpuki rakyat miskin yang marah.

Demi perikemanusiaan

Pers dalam dan luar negeri cerewet menantang pemberantasan korupsi yang mereka nilai biadab dan melanggar hak asasi manusia ini. Namun, presiden kita memang orang berani. ”Saya tidak takut masuk neraka,” katanya kepada para juru kritik. ”Dalam situasi luar biasa, diperlukan tindakan luar biasa,” tambah wakil presidennya yang sama-sama batu karangnya.

Dalam waktu dua tahun pertama masa kepresidenannya, tak seorang pegawai negeri pun berani mangkir kerja tanpa surat dokter negeri. Orang berseragam pegawai negeri tak ada di jalanan, apalagi mal. Merokok pun tak berani, kecuali saat istirahat. Tiba-tiba seluruh pegawai negeri sibuk bekerja karena tugasnya tak habis-habis, semua melalui prosedur yang semestinya. Orang yang suka menyogok pegawai pun tak berkutik akibat semua pegawai negeri tak butuh sogokan, takut dipecat hari itu juga.

Para polisi di jalan raya dan di tempat lain tak lagi membawa pistol. Mereka hanya dibekali pentungan karet. Semua pengguna jalan tertib, antrean lama tak mengapa, karena tilang langsung dengan denda tinggi amat menakutkan. Para pengguna jalan ini patuh membayar denda tinggi karena yakin, uang denda benar-benar masuk kas negara.

Meski polisi tidak bersenjata, nyali para penjahat juga kecut karena yang diketahui membunuh korban langsung dihukum mati. Utang nyawa bayar nyawa, itulah semboyan di pojok-pojok toko. Para pemerkosa dihukum seumur hidup. Dua kali memerkosa dihukum mati. Di mana sila Perikemanusiaan dalam Pancasila? Jawab presiden, ”Itu semua dilakukan demi perikemanusiaan. Bukan perikejahatan!”

Setelah pemberantasan biang kekacauan, berangsur-angsur negara Indonesia membutuhkan tambahan pegawai. Karena tak ada lagi budaya sogok, hanya mereka yang benar-benar mampu di bidangnya dapat diterima. Kerja pembangunan bisa dilaksanakan. Tidak ada rencana pembangunan yang tak berhasil karena semua dana utuh sampai selesai. Jalan-jalan mulus. Kemacetan tak ada lagi akibat pembangunan jalan layang bagai kabel listrik di kota-kota besar. Dan subway dibangun di mana-mana.

Ibu kota negara dipindah ke Kalimantan, di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Itulah Washington Indonesia. Jakarta adalah New York-nya Indonesia. Bandara seperti Soekarno-Hatta dibangun di 20 kota besar Indonesia. Semua berasal dari uang negara yang 100 persen selamat. Coba tahun 1970-an sudah begini, Indonesia akan disebut macan Asia nomor dua setelah Jepang.

Syarat kesuburan

Pada pemerintahan kedua, turis Indonesia ditunggu-tunggu di negara-negara tetangga. TKI dan TKW telah lenyap sejak pemerintahan pertama hampir berakhir. Bahkan, TKW lain bangsa masuk Indonesia.

Turisme bukan lagi slogan. Menteri Pariwisata paling sibuk bekerja. Pada malam hari, lampu kantor ini tak pernah padam. Devisa sektor ini melebihi pendapatan pajak, pertambangan, pertanian, kehutanan. Para turis dimanja karena aman, transpor tepat waktu, dan ”Bali-Bali” baru bertebaran di Indonesia.

Nilai mata uang rupiah yang puluhan tahun bikin malu bangsa (negara sama sekali tak malu) diturunkan menjadi satu dollar AS setara satu rupiah RI. Bayangkan kalau kekayaan negara dihitung dalam nilai mata uang lama akan membingungkan kepala akibat triliun dari triliun dan triliun rupiah. Harga mobil paling mewah cuma Rp 200.000. Gaji pegawai negeri paling top Rp 70.000. Recehan satu sen ada di kantong tiap warga negara.

Setelah pemerintahannya yang kedua berakhir, presiden dan wakil presiden kita pensiun. Meski rakyat tetap ingin memilihnya, keduanya tetap menolak karena tak sesuai dengan undang-undang. Penggantinya tidak sehebat presiden kita itu, tetapi tak apa sebab seluruh bangsa telah memasuki budaya baru, yaitu budaya bersih. Orang takut, namanya masuk koran meski cuma nyopet jam tangan.

Impian tata temtrem kerta raharja, adil makmur ternyata bukan omong kosong dongeng anak-anak. Kuncinya hanya satu, tembak mati para maling negara, entah jemaah maupun perorangan. Ibu Pertiwi akan bersimbah darah para penjarah, tetapi itulah syarat kesuburan.

Jakob Sumardjo Esais

Tuesday, April 8, 2008

Harga Beras dan Perilaku Petani


Selasa, 8 April 2008 | 00:50 WIB

Her Suganda

Masalah beras muncul kembali setelah harganya di pasar dunia makin mahal. Jika memanfaatkan momentum ini dengan melakukan ekspor beras, siapakah yang diuntungkan? Petani, spekulan yang berkedok pedagang, atau siapa?

Sebagai negara yang lebih dari 90 persen penduduknya menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok, sebaiknya kita berhati-hati menyikapi hal ini. Pengalaman selama ini menunjukkan, harga beras yang membubung tinggi bisa menjadi makanan empuk isu politik.

Namun, sayangnya, keputusan-keputusan penting yang menyangkut beras sering kali tidak memperhitungkan aspek perilaku petani. Bahkan, sebagai aktor utama penghasil beras, perilaku petani sering kali berada di luar pertimbangan para pengambil keputusan. Padahal, terjadinya surplus produksi belum tentu merupakan pencerminan cadangan beras di tangan petani sebagai penunjang utama ketahanan pangan.

Bahwa kemampuan kita dalam meningkatkan produksi padi yang terus meningkat terlihat sejak dilaksanakan Revolusi Hijau. Perkembangan produksi padi sejak 1966 yang semula hanya 14,1 juta ton, setahun kemudian meningkat menjadi 14,3 juta ton atau sekitar 10 persen dibanding 1964. Atau bandingkan tahun 1965 yang hanya meningkat 0,5 persen dibanding tahun yang sama. Bahkan, dengan bibit-bibit baru yang dijuluki ”bibit ajaib”, sejak itu produksi padi terus meningkat secara fantastis sehingga tahun 1984 kita mencapai swasembada.

Perubahan perilaku

Akan tetapi, terjadinya peningkatan produksi yang disusul dengan kebijaksanaan pemerintah menekan diberlakukannya harga dasar mendorong adanya perubahan mendasar dalam kehidupan petani di daerah pedesaan. Dari satu sisi, lewat kebijaksanaan ini harga gabah/beras berhasil dikendalikan. Jika harga gabah/beras di bawah harga dasar, Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan pembelian gabah petani. Sebaliknya, jika harga beras berada di atas harga tertinggi, Bulog melakukan operasi pasar.

Namun, karena laju kenaikan harga-harga di luar produksi pertanian meningkat lebih cepat, produksi melimpah tak mencerminkan keuntungan yang berarti. Dalam sistem ekonomi petani, keuntungan mereka bukan hanya didasarkan pada seberapa besar masukan (input) dibanding keluaran (output). Keuntungan petani juga diperoleh berdasarkan fluktuasi harga beras pada musim panen dan musim paceklik.

Keuntungan itu dianggap tidak lagi diperoleh petani sejak diberlakukannya harga dasar sehingga produksi yang melimpah tidak mendorong petani menyimpannya. Para petani tak membutuhkan lagi lumbung yang sebelumnya merupakan tempat penyimpanan cadangan pangan mereka dan sekaligus menjadi lambang status sosialnya karena hasil panen mereka langsung dijual, entah ke tengkulak, pengusaha penggilingan, atau ke Depot Logistik (Dolog). Fungsi lumbung sudah digantikan oleh gudang pengusaha penggilingan atau gudang-gudang Dolog setempat.

Karena itu, kasus harga gabah yang terjadi pada setiap musim panen, terutama saat musim panen raya, merupakan fenomena yang sudah lama terjadi dan akan terus terjadi. Harga gabah jatuh di bawah harga dasar karena jumlah yang ditawarkan lebih besar dari daya serap pasar. Apalagi jika faktor cuaca tidak mendukung sehingga petani mengalami kesulitan menjemur hasil panen.

Besarnya penawaran gabah produksi petani pada musim panen raya bukan hanya karena dorongan kebutuhan ekonomi, misalnya untuk memenuhi kebutuhan biaya garapan masa musim tanam berikutnya, tetapi lebih didasarkan pada pertimbangan rasional karena menyimpan gabah/beras tidak lagi menguntungkan mereka. Perilaku ini diikuti sebagian besar buruh tani dan petani penggarap dan petani berlahan kurang dari 0,5 hektar yang menempati urutan terbesar dalam struktur petani kita.

Menjadi konsumen

Sebaliknya perilaku yang berbeda akan terjadi pada saat musim paceklik. Musim ini akan berlangsung sekitar tiga bulan dalam setahun. Dalam siklus kehidupan petani, musim paceklik ditandai dengan naiknya harga beras karena bahan persediaan yang menipis dan hilangnya sumber-sumber mata pencarian sebagian besar petani.

Petani yang semula menjadi produsen, pada musim paceklik berubah menjadi konsumen. Jika pada musim panen mereka menjual gabah hasil panennya dengan harga rendah, sebaliknya pada musim paceklik harus membeli beras dengan harga tinggi. Fenomena nasi aking dan tiwul yang selalu muncul dalam pemberitaan media massa merupakan gambaran keadaan di atas.

Bahwa mereka kemudian memperoleh beras murah lewat ”beras miskin” dan operasi pasar hanyalah terapi sesaat. Pengaruhnya hanya sedikit karena hasil pengadaan Bulog yang berasal dari pembelian dalam negeri tidak lebih dari 10-15 persen dari produksi nasional. Sebagian besar produksi, selain dikonsumsi, cadangan gabah/beras justru berada di tangan pedagang/pengusaha penggilingan.

Her Suganda Wartawan; Tinggal di Bandung

Mewaspadai Ketidakadilan Harga Beras


Selasa, 8 April 2008 | 00:51 WIB

Gatot Irianto

Predikat sebagai komoditas strategis dan politik yang disandang beras tampaknya justru menjadikan komoditas ini sarat intervensi yang lebih banyak madarot-nya dibandingkan manfaatnya. Begitu banyaknya intervensi ekonomi dan politik pemerintah melalui Departemen Perdagangan dan Bulog ditambah lagi intervensi swasta melalui tengkulak menyebabkan petani selalu mengalami ketidakadilan harga saat panen raya.

Petani yang sebagian besar miskin ”terpaksa dan dipaksa” menerima ”harga senyatanya dan bukan harga yang seharusnya” (harga pokok pembelian pemerintah/HPP). Ironisnya lagi, mengapa hanya beras saja yang diperlakukan tak adil, sementara harga kedelai dan minyak goreng lebih mudah disesuaikan?

Mengapa disparitas harga beras dalam dan luar negeri yang mencapai Rp 1.800 tidak bisa dinikmati petani? Bahkan, sebaliknya, harga gabah kering panen petani hanya dihargai Rp 1.700. Logika ekonomi dan matematika mana yang dapat menjelaskan ketidakadilan tersebut?

Ekspor gelap dan ”distrust”

Ada dua implikasi konkret yang perlu diwaspadai berkaitan dengan ketidakadilan harga beras petani: (i) terjadinya ekspor gelap dan (ii) melunturnya kepercayaan petani (distrust) terhadap program, aparat, dan citra Departemen Pertanian. Pemerintah tampaknya ”sedikit terlambat” merespons naiknya harga beras dunia dibandingkan para pedagang. Disparitas harga beras dalam dan luar negeri dimanfaatkan pedagang di daerah perbatasan untuk melakukan ”ekspor gelap” yang benefitnya tak dinikmati petani.

Fenomena ekspor gelap ini sangat berbahaya karena akan menyedot cadangan beras dan mengacaukan harga beras, bahkan stabilitas politik dalam negeri. Jika kekacauan iklim akibat perubahan iklim yang dialami produsen pangan dunia, Amerika, China, Vietnam, Eropa, dan Australia, terus berlanjut, bahkan terjadi juga di Indonesia, lonjakan harga pangan dunia sulit dielakkan. Peningkatan kewaspadaan nasional terhadap gejolak pangan harus ditumbuhkan dan dipersiapkan dari tingkat keluarga, sekarang juga.

Untuk meraih manfaat maksimal dari melonjaknya pangan dunia, pemerintah secepatnya perlu melakukan ”ekspor beras terbatas” untuk memperoleh devisa dan mengatrol harga dalam negeri. Selain mencegah terjadinya permanent distrust, juga dapat memacu pencapaian program swasembada gula 2009. Jagung, daging, dan kedelai pada 2010.

Indikasi terjadinya distrust mulai terlihat ketika petani diminta meningkatkan produksi kedelai. Pertanyaan pertama yang mengemuka adalah bagaimana jaminan harganya dan siapa yang membeli produksinya? Pertanyaan itu sampai saat ini belum bisa dijawab karena beras yang ada HPP-nya saja tidak bisa dipenuhi, apalagi kedelai yang dibebaskan.

Stimulan dan insentif

Melambungnya harga beras dalam negeri merupakan ”stimulan tidak berbiaya ekonomi” bagi pemerintah dan ”insentif tak terduga” bagi petani untuk menggenjot produksi dalam negeri dan pendapatan petani. Rencana pemerintah mengekspor beras telah mengubah secara fundamental ”citra dan posisi Indonesia” dari negara pengimpor beras terbesar menjadi negara eksportir beras. Selain membanggakan bagi bangsa Indonesia, meraih kembali swasembada beras yang sempat lepas merupakan pembuktian eksistensi predikat negara agraris.

Pesimisme berbagai kalangan akan terjadinya kelangkaan pangan dijawab dengan produksi dalam negeri yang melimpah melalui kerja sama semua pihak. Ledakan produksi lebih dahsyat semestinya terjadi jika tidak ada bencana banjir awal tahun, dan apabila itu terjadi, Indonesia menjadi eksportir beras dunia.

Momentum ini harus direbut untuk mendongkrak pendapatan sehingga petani dapat melakukan perbaikan infrastruktur irigasi yang selama ini sebagian terbengkalai akibat keterbatasan pendanaan pemerintah. Harga beras yang atraktif mendorong semua pihak mengusahakan padi sehingga dengan pasokan air yang terbatas, akan terjadi peningkatan efisiensi pemberian air irigasi secara alamiah secara signifikan. Kemungkinan pengenaan iuran pemakaian air yang selama ini tidak berjalan juga dapat diimplementasikan kembali.

Mengapa peluang yang demikian besar belum dimanfaatkan pengambil kebijakan untuk menyejahterakan petani hanya demi menekan terjadinya inflasi? Bukankah inflasi yang produktif dengan efek penguatan yang positif dan luas sampai batas tertentu sangat direkomendasikan? Keputusan pemerintah merupakan suatu pilihan, tetapi akan lebih bijak kalau kebijakan dapat dilakukan untuk mengakhiri ketidakadilan terhadap yang lemah, jumlahnya banyak dan selama ini sudah lama menderita, yaitu petani.

Gatot Irianto Pengajar Analisis Sistem Hidrologi Sekolah Pascasarjana IPB

Pasar Modal Perlu Menggerakkan Sektor Riil

Selasa, 8 April 2008 | 01:30 WIB

Jakarta, Kompas - Pasar modal dapat berperan lebih untuk menggerakkan sektor riil, antara lain dengan mengakomodasi usaha kecil dan menengah.

Instrumen keuangan syariah di pasar modal untuk pembiayaan sektor riil juga merupakan potensi besar yang belum termanfaatkan karena kelambanan regulasi. Pandangan itu mengemuka dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Information and Development Studies (CIDES) di Jakarta, Senin (7/4).

Pada kesempatan itu, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) A Fuad Rahmany mengingatkan, pembiayaan bagi pengembangan sektor riil cukup tersedia di pasar modal, tetapi pelaku usaha kerap mengalami kesulitan untuk mengakses pembiayaan tersebut.

Menurut Fuad, hal ini antara lain disebabkan kurangnya pemahaman terhadap mekanisme pasar modal. ”Pemerintah dan regulator pasar modal beberapa tahun terakhir ini kurang memerhatikan pendidikan, sehingga kita memang kekurangan sumber daya manusia yang memahami soal pasar modal,” ujar Fuad.

Standardisasi akuntansi

Pendanaan melalui pasar modal juga dimanfaatkan oleh usaha berskala kecil dan menengah (UKM). Namun, Fuad mengingatkan, standardisasi akuntansi untuk UKM perlu ditingkatkan agar lebih banyak UKM dapat memanfaatkan pasar modal.

Direktur Utama Kresna Sekuritas Michael Steven mencontohkan, ketika pertama kali terdaftar di pasar modal tahun 2000, perusahaan yang dipimpinnya berskala UKM dengan modal sekitar Rp 25 miliar dan keuntungan kurang dari Rp 500 juta.

”Berkat pasar modal, nilai aset kami tahun 2007 lalu sudah mencapai Rp 709 miliar,” ujar Michael.

Sementara itu, Presdir Nikko Sekuritas Harianto Solichin menegaskan, kelambanan pemerintah dan DPR menyusun regulasi bagi instrumen keuangan syariah merupakan kendala serius.

Padahal, lanjut Harianto, dana syariah yang bisa diakses melalui pasar modal semakin luas dimanfaatkan secara global. (DAY)

ANALISIS EKONOMI


Mencegah Gejolak Pasar Keuangan


Senin, 7 April 2008 | 08:49 WIB

Mirza Adityaswara

Minggu lalu, daya tahan pasar keuangan kita kembali diuji. Imbal hasil surat utang negara atau SUN memburuk dan indeks harga saham terpuruk. Tim ekonomi pemerintah menggelar pertemuan dengan kalangan media dan analis pasar keuangan untuk menjelaskan situasi ekonomi dan langkah langkah pengamanan yang disiapkan pemerintah.

Fokus kekhawatiran pelaku pasar keuangan kali ini adalah peningkatan angka inflasi bulan Maret, berlarut-larutnya pembahasan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di DPR, dan mengecilnya angka surplus neraca perdagangan.

Investor bertanya-tanya bagaimana cara pemerintah mendanai kenaikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) apabila belum ada kesepakatan mengenai pemotongan pengeluaran departemen dan lembaga negara. Kekhawatiran terhadap kondisi makroekonomi di dalam negeri telah memperburuk sentimen investor pasar keuangan yang sedang gundah karena pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia.

Krisis kredit kepemilikan rumah di Amerika telah membuat rugi puluhan miliar dollar bank-bank internasional, seperti Citigroup, UBS, Merril Lynch, dan Bear Stearns. Kerugian bank kelas dunia itu telah membuat terjadi pengetatan kredit di pasar keuangan internasional.

Karena kekhawatiran terhadap APBN dan naiknya inflasi, imbal hasil (yield) SUN yang berjangka waktu 10 tahun minggu lalu memburuk dari 11,8 persen ke 12,2 persen. Untungnya gejolak di pasar SUN dan pasar saham tidak berimbas ke pelemahan kurs rupiah karena Bank Indonesia menambah supply ke pasar valuta asing.

Sebaiknya BI masuk SUN

Untuk menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di 8,0 persen dan Departemen Keuangan melakukan program buy back (pembelian kembali) SUN. Sebaiknya BI juga siap masuk ke pasar SUN untuk memberikan likuiditas ke pasar SUN. Kondisi pasar keuangan saat ini rentan, kita perlu membuatnya stabil.

Pemburukan imbal hasil SUN sudah terjadi sejak awal Maret. Contohnya, SUN berjangka waktu 2 tahun yield-nya naik dari 8,4 persen per Desember 2007 menjadi 10,5 persen pada Jumat lalu. Pada akhir Februari 2008, imbal hasil SUN berjangka waktu 10 tahun hanya 9,8 persen, sekarang 12,2 persen.

Artinya, beban bunga pemerintah untuk membiayai surat utang yang jatuh tempo dan mendanai defisit APBN meningkat 240 basis poin, atau 2,4 persen. Sebagai gambaran, untuk menutup defisit Rp 76 triliun, tambahan beban bunga sebesar 2,4 persen tersebut adalah setara dengan Rp 1,8 triliun per tahun. Tentunya banyak sekali sekolah yang bisa kita bangun dengan dana Rp 1,8 triliun.

Inflasi sedang menjadi momok di seluruh dunia karena kenaikan harga minyak bumi dan bahan pangan. Tren diversifikasi di dunia, dari sumber energi minyak bumi ke energi dari bahan pangan, telah menaikkan harga komoditas pangan, seperti kelapa sawit, jagung, dan gandum.

Di Indonesia, inflasi tahunan pada bulan Maret sudah naik jadi 8,2 persen, padahal pada Desember 2007 inflasi tahunan hanya 6,6 persen. Di dalam komponen indeks inflasi umum, inflasi bahan pangan malahan sudah mencapai 13,6 persen.

Di sektor keuangan, meningkatnya inflasi akan menurunkan harga SUN, memperburuk imbal hasil SUN. Di sektor riil, meningkatnya inflasi pasti akan memukul daya beli masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

Kenaikan subsidi BBM akan membuat defisit APBN melonjak dari 1,7 persen produk domestik bruto (PDB) menjadi lebih dari 4 persen PDB. Subsidi BBM akan meningkat dari sekitar Rp 75 triliun menjadi sekitar Rp 200 triliun, suatu jumlah yang sangat besar. Bisa dimengerti pemerintah sangat berkeberatan memotong subsidi BBM karena akan meningkatkan inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat, apalagi menjelang Pemilu 2009.

Namun, jika tak mau mengurangi beban subsidi BBM, harus ada pengeluaran lain yang dipotong supaya defisit APBN tak lebih dari 2,1 persen PDB.

Mengapa defisit APBN perlu dijaga tidak lebih dari 2,1 persen PDB? Hal ini supaya investor pasar keuangan dan negara donor tetap bersedia memberikan pendanaan dengan suku bunga yang relatif rendah.

Sebagai negara kecil dengan sistem devisa bebas, kita dituntut disiplin. Apabila kita tidak ingin utang pemerintah meningkat terus, maka defisit anggaran negara tiap tahun tidak boleh lebih dari 2 persen PDB, bahkan kalau bisa dalam jangka panjang APBN harus surplus.

Alangkah baiknya jika DPR dan para menteri mendukung pengetatan anggaran departemen yang diajukan pemerintah. Akan lebih baik lagi jika daerah, provinsi dan kabupaten/kota, untuk sementara bersedia menerima transfer dana lebih kecil dari pemerintah pusat.

Dalam kondisi prihatin seperti sekarang, apabila subsidi BBM ingin dipertahankan, semua pihak di pemerintah pusat maupun daerah harus berbagi beban.

Apakah Indonesia akan kembali tertimpa krisis keuangan? Seharusnya tidak karena tata kelola sektor perbankan saat ini jauh lebih sehat. Di sektor perbankan, penyalahgunaan kredit untuk grup usaha sendiri sekarang hampir tidak terdengar.

Jadi, dari tiga komponen fundamental makroekonomi (sektor perbankan, neraca pembayaran, dan anggaran pemerintah), pasar keuangan saat ini ingin melihat komitmen negara ini menjaga disiplin fiskal.

Namun, disiplin fiskal tidak cukup jika tidak dibarengi upaya terus membenahi sektor riil, efisiensi distribusi barang, membuka peluang usaha, dan meningkatkan lapangan kerja demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Mirza Adityaswara Analis Perbankan dan Pasar Modal