Masalah Ada di Internal Pemerintah
FAISAL BASRI
Tampak luar, ekonomi kita cukup sehat. Pertumbuhan ekonomi sudah merangkak naik. Selama tiga triwulan terakhir 2007, pertumbuhan produk domestik bruto masing-masing 6,0, 6,3, dan 6,5 persen.
Pencapaian ini sudah lumayan jauh di atas pertumbuhan rata-rata negara industri baru Asia yang tahun ini diperkirakan hanya 4,9 persen.
Sementara itu, pasar keuangan menunjukkan daya tahan yang cukup memadai dalam menghadapi gejolak eksternal.
Dampak negatif langsung yang berarti dari persoalan subprime mortgage di Amerika Serikat hanya berlangsung dalam bilangan minggu. Surat Utang Negara dan saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta segera kembali diburu oleh investor asing ataupun domestik.
Aliran masuk investasi portofolio tersebut, dan ditambah dengan peningkatan nilai ekspor sejumlah komoditas primer yang harganya melambung, membuat cadangan devisa meningkat cukup tajam. Pada minggu kedua November ini, cadangan devisa sudah menembus 55 miliar dollar Amerika Serikat.
Sejumlah catatan patut dikedepankan jika telaahan lebih menukik. Pertama, akselerasi pertumbuhan ekonomi semakin didominasi oleh konsumsi masyarakat.
Dalam empat triwulan terakhir pertumbuhan konsumsi masyarakat terus naik, dari hanya 3,8 persen pada triwulan pertama 2006 menjadi 5,3 persen pada triwulan ketiga 2007.
Kecenderungan demikianlah yang membuat konsumsi masyarakat pada triwulan ketiga 2007 menyumbang hampir separuh dari laju pertumbuhan produk domestik bruto.
Tentu saja kita tak mungkin mengharapkan konsumsi masyarakat terus-menerus menjadi andalan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Apalagi jika kecenderungannya menunjukkan, yang meningkat adalah konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. Salah satu indikasinya terlihat dari kenaikan penjualan mobil, yang jauh lebih tinggi ketimbang penjualan sepeda motor.
Indikasi lain terlihat dari pertumbuhan sektoral yang masih saja didominasi oleh sektor-sektor non-tradable, khususnya sektor jasa modern, yang relatif sedikit menyerap tenaga kerja dan terpusat di kota-kota besar.
Kedua, komponen penyumbang pertumbuhan yang juga besar ialah ekspor.
Tak diragukan lagi bahwa peningkatan ekspor belakangan ini lebih didorong oleh kenaikan harga-harga komoditas ketimbang peningkatan produktivitas dan daya saing.
Dengan kecenderungan pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai merosot tahun ini dan makin merosot lagi tahun depan, sumbangan ekspor diperkirakan juga melemah.
Indikasinya sudah mulai terlihat sejak triwulan ketiga tahun ini, dengan terpangkasnya pertumbuhan ekspor sebanyak 2 persen dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor triwulan sebelumnya. Sebaliknya, pertumbuhan impor cenderung makin meningkat sehingga peranan ekspor neto otomatis menurun dalam pertumbuhan ekonomi.
Yang seharusnya paling bisa diandalkan untuk mengimbangi kemerosotan pertumbuhan konsumsi masyarakat dan ekspor ialah investasi.
Sayangnya, hingga kini, kinerja investasi masih relatif jauh dari target yang dicanangkan pemerintah. Pertumbuhan investasi, sekalipun naik pada triwulan ketiga tahun ini, masih di bawah 10 persen.
Saling menyalahkan
Pemerintah sudah berbuat banyak untuk memacu investasi baru. Namun, masalah yang menghadang ternyata masih lebih banyak ketimbang yang nyata-nyata telah diselesaikan.
Kita juga kerap menyaksikan instansi-instansi pemerintah belum padu dalam memajukan investasi, bahkan saling menyalahkan satu sama lain dan berebut kewenangan yang lebih besar.
Keterpaduan langkah pemerintah dalam mengatasi berbagai kendala investasi agaknya jauh lebih penting ketimbang menawarkan insentif-insentif baru.
Jadi, sebagian sumber masalah investasi justru berasal dari sisi pemerintah sendiri. Aspek inilah yang bisa segera diatasi.
Adapun persoalan-persoalan lain yang menghadang laju investasi kebanyakan bersifat jangka menengah dan jangka panjang.
Dalam situasi demikian, agaknya masih sulit mengharapkan investasi riil di sektor produktif akan meningkat secara berarti, dan menjadi ujung tombak utama dalam jangka pendek.
Maka, satu-satunya yang dapat diharapkan dalam jangka pendek untuk membuat pertumbuhan ekonomi terus lebih tinggi ialah dengan memaksimalkan pengeluaran pemerintah.
Dengan persiapan lebih baik dan perencanaan lebih terpadu, belanja pemerintah bisa sangat berperan untuk memajukan sektor-sektor potensial, yang menjadi tumpuan kehidupan mayoritas penduduk.
Selama ini pemerintah abai untuk membenahi sektor pertanian dan kawasan pedesaan.
Revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan baru sebatas wacana. Rencana di atas kertas pun tak secara konsisten dilaksanakan.
Alokasi dana yang meningkat untuk sektor pertanian dan pembangunan pedesaan baru sebatas komitmen APBN, sedangkan realisasinya sangat tersendat.
Program-program yang juga cukup banyak untuk memajukan usaha kecil dan menengah bernasib hampir serupa. Kesempatan demi kesempatan terlewatkan.
Salah satu contoh adalah pengadaan tabung gas dalam program konversi minyak tanah. Jika hal-hal yang kelihatannya "remeh-temeh" seperti ini saja selalu kisruh, jangan berharap untuk hal-hal yang lebih besar akan berhasil.
Kalau masalah yang membelit dirinya saja pemerintah masih tertatih-tatih, jangan banyak berharap pemerintah piawai menyelesaikan masalah rakyatnya.
No comments:
Post a Comment