Monday, November 19, 2007

Perubahan Geoekonomi Menuju Tahun 2050


Bambang Prijambodo

Riset yang dilakukan oleh Goldman Sachs memperkirakan bahwa pada sekitar tahun 2040, kemampuan ekonomi Brasil, Rusia, India, dan China (untuk selanjutnya disingkat BRIC) akan melampaui G-6, kelompok negara maju yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Perancis, dan Itali.

Kemampuan ekonomi di sini diukur dari produk domestik bruto (PDB). Kalau ini benar, akan terjadi perubahan geoekonomi yang pada gilirannya akan membawa pergeseran geopolitik. Peranan Indonesia dalam perubahan geopolitik ini akan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengembangkan ekonomi nasional dalam dinamika Asia yang berkembang pesat.

Pada tahun 2003, Goldman Sachs melakukan suatu proyeksi terhadap empat negara, yaitu China, India, Brasil, dan Rusia. Negara yang dipilih ini termasuk negara yang berpenduduk terbesar pertama, kedua, kelima, dan kedelapan di dunia.

Dengan mempertimbangkan aspek demografi, pemupukan modal, produktivitas ekonomi, dan peningkatan nilai tukar mata uangnya, kemampuan ekonomi keempat negara ini (diukur dari PDB) akan melampaui G-6 pada tahun 2039. Kalau ini terus berlanjut, pada tahun 2050 ekonomi BRIC akan meningkat menjadi 1,5 kali lipat dari G-6.

Gambaran ini tersusun dari perkiraan sebagai berikut. Ekonomi China diperkirakan akan tumbuh rata-rata 8,0 persen per tahun pada tahun 2000-2005 (pada kenyataannya tumbuh 9,4 persen per tahun) dan secara bertahap melambat menjadi 2,9 persen pada tahun 2045-2050.

Perekonomian Brasil diperkirakan tumbuh 4,2 persen per tahun pada tahun 2005-2010 kemudian melambat menjadi 3,4 persen pada tahun 2045-2050. Ekonomi Rusia tumbuh 5,9 persen per tahun pada tahun 2000-2005 dan secara bertahap melambat menjadi 1,9 persen pada tahun 2045-2050.

Adapun ekonomi India diperkirakan tumbuh rata-rata 5,3 persen per tahun pada tahun 2000-2005 (pada kenyataannya tumbuh 6,4 persen). Kemudian melambat dan meningkat lagi pada tahun 2030-2035 karena siklus demografi dan melambat lagi menjadi 5,2 persen pada tahun 2045-2050.

Dengan memperkirakan peningkatan nilai tukar mata uang BRIC sekitar 2,5 persen per tahun, PDB China diperkirakan akan melampaui Jerman pada tahun ini, Jepang pada tahun 2015, dan AS pada tahun 2040.

Ekonomi India akan melampaui Italia pada tahun 2016, Perancis pada tahun 2019, Jerman pada tahun 2023, dan Jepang pada tahun 2032. PDB Rusia akan melampaui Itali pada tahun 2018, Perancis pada tahun 2024, Inggris pada tahun 2027, dan Jerman pada tahun 2028.

Adapun ekonomi Brasil diperkirakan akan melampaui Italia pada tahun 2025, Perancis pada tahun 2031, dan Jerman pada tahun 2026. Secara keseluruhan, pada tahun 2050, enam perekonomian terbesar di dunia diukur dari PDB dalam dollar AS akan ditempati oleh China, AS, India, Jepang, Brasil, dan Rusia. Adapun Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia akan bergeser ke posisi 7 sampai 10.

Belum terkaya

Meskipun kemampuan ekonomi BRIC melampaui PDB G-6, setiap negara BRIC belum menjadi negara terkaya di dunia. PDB per kapita China pada tahun 2050 baru akan mencapai sekitar 31.000 dollar AS, hampir sama dengan pendapatan per kapita rakyat AS pada tahun 2000, sedangkan PDB per kapita AS pada waktu itu akan mencapai hampir 84.000 dollar AS.

Satu-satunya pendapatan per kapita BRIC yang akan melampaui beberapa negara G-6 adalah Rusia. Pada tahun 2050, PDB per kapita Rusia akan mencapai sekitar 50.000 dollar AS, melampaui pendapatan per kapita rakyat Italia dan Jerman.

Pengertian PDB per kapita sangat berbeda dengan PDB. PDB per kapita lebih menggambarkan kesejahteraan rakyat meskipun belum menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di dalam suatu negara.

Adapun PDB lebih menggambarkan kemampuan ekonomi suatu negara, kekuatan pasar dalam negeri yang bisa digerakkan, dan pada gilirannya dapat menjadi kekuatan di dalam menentukan politik luar negerinya.

Rakyat Swiss dan Singapura dengan pendapatan per kapita lebih dari 52.000 dollar AS dan 27.000 dollar AS dapat dikatakan lebih sejahtera dibandingkan dengan rata-rata rakyat China yang hanya berpendapatan 1.700 dollar AS. Namun secara agregat, kemampuan ekonomi Singapura dan Swiss jauh di bawah China. Demikian juga kekuatan politik dan pertahanannya.

Beberapa catatan

Ada beberapa catatan yang cukup baik dari riset yang dilakukan oleh Goldman Sachs. Pertama, dengan tingkat pertumbuhan itu, pada tahun 2010 peningkatan pengeluaran BRIC diperkirakan melebihi peningkatan pengeluaran G-6.

Adapun pada tahun 2025, peningkatan pengeluaran BRIC akan menjadi dua kali lipatnya dan pada tahun 2050 akan menjadi empat kali lipat dari peningkatan pengeluaran G-6. BRIC akan menjadi penggerak dari sisi permintaan dan pengeluaran yang sangat besar dan dapat mengimbangi pengaruh dari struktur penduduk yang menua dan pertumbuhan ekonomi yang lambat di negara-negara maju.

Kedua, tidak tertutup kemungkinan BRIC mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mencapai tingkat pembangunan sebagaimana yang diperkirakan. Peluang China untuk mencapai tingkat pembangunan tersebut sangat besar.

Data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan, sejak tahun 1979-2005 ekonomi China tumbuh rata-rata 9,7 persen per tahun dengan hanya tiga tahun tumbuh di bawah 6 persen. India dan Rusia juga mempunyai histori yang cukup kuat, meskipun lebih singkat dan lebih fluktuatif dibandingkan dengan China.

Ekonomi India dan Rusia berturut-turut tumbuh 6,3 persen per tahun (1996-2005) dan 6,7 persen (1999-2005). Keraguan terletak pada ekonomi Brasil. Gejolak eksternal dengan ketergantungan utang yang besar pada dasawarsa 1980-an serta transisi dari rezim militer ke demokrasi yang lemah masih berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Brasil.

Meskipun negara ini sebelumnya pernah mengalami pertumbuhan yang tinggi, yaitu rata-rata 8,7 persen per tahun antara tahun 1971 dan tahun 1980, tren pertumbuhan ekonomi Brasil masih dalam kecenderungan melambat.

Ketiga, dengan BRIC yang mewakili Asia, Eropa, dan Amerika Latin, bagaimana dengan benua Afrika? Afrika tetap tertinggal dalam pembangunan. Afrika Selatan, perekonomian terbesar di benua Afrika, pada tahun 2050 PDB-nya diperkirakan hanya mencapai kurang dari seperlima PDB Brasil. Afrika tetap merupakan kawasan yang seakan-akan terkunci dalam sejarah pembangunan sejak beratus tahun yang lalu.

Perubahan geoekonomi

Meskipun gambaran yang diberikan oleh Goldman Sachs belum pasti akurat, ada beberapa implikasi yang penting. Pertama, Asia akan menjadi kekuatan ekonomi yang terbesar di dunia. Pada tahun 2025, ekonomi Jepang, China, dan India akan melampaui PDB AS. Secara berangsur, kebijakan ekonomi dan politik Jepang dari yang selama ini lebih condong ke Barat akan bergeser ke Asia dengan semakin kuatnya China dan India.

Pada tahun 2050, PDB ketiga negara Asia itu akan meningkat menjadi 2,2 kali lipat PDB AS. Ini belum memperhitungkan macan Asia lainnya seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura. Kegiatan perdagangan antara negara-negara Asia akan meningkat luar biasa, padahal sebelumnya banyak bergantung pada pasar AS dan Eropa.

Kedua, dengan semakin meningkatnya kekuatan ekonomi Asia, terbuka peluang bagi Asia untuk menyatukan ekonomi sebagaimana Eropa. Meskipun karakteristik ekonomi di Asia jauh lebih beragam dibandingkan dengan Eropa, peluang ini tetap ada.

Kalau kemungkinan ini terbuka, beberapa negara Asia yang maju itu bukan tidak mungkin akan mempunyai mata uang tunggal sebagaimana euro. Potensi ini tetap ada dengan tren menurunnya nilai tukar dollar AS terhadap mata uang dunia lainnya. Goldman Sachs sendiri memperkirakan nilai tukar riil mata uang BRIC akan meningkat sekitar 300 persen selama 50 tahun.

Ketiga, kekuatan ekonomi China yang melampaui AS pada tahun 2040 akan membawa perubahan geopolitik. Politik luar negeri dan kekuatan pertahanan yang selama ini didominasi oleh AS secara berangsur-angsur akan terbagi menjadi tiga kekuatan besar, yaitu China, AS, dan Rusia.

Perubahan ini secara bertahap telah terlihat dari politik luar negeri China yang lebih progresif serta meningkatnya anggaran dan kekuatan pertahanan China. Ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya perekonomian suatu negara.

Selama satu dasawarsa terakhir anggaran pertahanan China meningkat dua digit setiap tahun. Ketertinggalan teknologi China dari AS, baik dalam bidang ekonomi maupun pertahanan, secara berangsur akan dikejar oleh China.

Implikasinya bagi Indonesia

Gambaran di atas memberi implikasi yang penting bagi Indonesia. Tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi mencakup aspek yang lebih luas termasuk politik luar negeri dan pertahanan.

Pertama, ekonomi Indonesia perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya agar dinamika Asia yang berkembang cepat itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Semua potensi pembangunan, tidak hanya sumber daya alam, tetapi yang lebih pokok adalah sumber daya manusia, infrastruktur, ruang (teritori), dan teknologi harus dioptimalkan. Dua potensi pembangunan terakhir selama ini kurang dimanfaatkan secara baik bagi peningkatan kemampuan ekonomi kita. Di sini pentingnya strategi industrialisasi dan teknologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari arah pembangunan ekonomi mendatang.

Kedua, mempertegas arah pembangunan ekonomi yang akan ditempuh dalam jangka panjang. Secara konsep kita sudah mempunyai Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) sampai tahun 2025.

Yayasan Indonesia Forum juga menyusun Visi Indonesia 2030. Apa pun rencana dan visi pembangunan jangka panjang sampai tahun 2050, di dalam menjabarkannya kepada prioritas pembangunan untuk kurun waktu yang lebih pendek harus konkret, konsisten, dan berkelanjutan.

Di sini peranan kepemimpinan dan pemerintah yang kuat serta sistem sosial, politik, dan budaya yang mendukung sangat besar. Ini kenapa China sewaktu di bawah kepemimpinan Mao tidak mampu memberi sinyal bahwa satu saat China akan menjadi kekuatan ekonomi dunia.

Ketiga, meningkatkan peranan Indonesia paling tidak di Asia Tenggara dalam waktu dekat. Agar berperan lebih besar dalam dinamika Asia menuju tahun 2050, Indonesia perlu secepatnya kembali memainkan peran yang lebih besar di ASEAN, baik bidang ekonomi, politik, maupun pertahanan.

Langkah ini penting mengingat geoekonomi dan geopolitik ASEAN sangat strategis. Dengan demikian, posisi tawar Indonesia tidak saja sebagai negara, tetapi satu kawasan yang sangat strategis. Kuncinya ekonomi kita harus maju, stabilitas politik dalam negeri harus mantap, dan politik luar negeri kita harus progresif.

Bambang Prijambodo Direktur Perencanaan Makro, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

No comments: