Sri Hartati Samhadi
Kemelut kasus monopoli kepemilikan silang di PT Telkomsel dan PT Indosat yang melibatkan Temasek Holdings Pte Ltd, pascadiumumkannya putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU pekan lalu, tampaknya masih akan berkepanjangan.
Temasek dengan reaktif sudah menyatakan akan melawan balik putusan KPPU yang dinilainya tak berdasar.
Seperti sudah diumumkan oleh KPPU dalam Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007, Kelompok Usaha Temasek (KUT) terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 27 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha.
Yang dimaksud KUT di sini adalah Temasek Holdings Pte Ltd (Temasek), raksasa telekomunikasi Singapura dan sejumlah anak perusahaannya; baik yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek maupun perusahaan di mana Temasek hanya memiliki sebagian saham. (lihat skema)
Bukan hanya Temasek dan anak-anak perusahaannya, KPPU juga memutuskan PT Telkomsel bersalah karena melanggar dua pasal, yakni Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5/1999.
Pelanggaran Pasal 27 yang dilakukan oleh KUT adalah terkait kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi seluler terbesar, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat.
Kepemilikan silang ini mengakibatkan Telkomsel yang 40,77 persen sahamnya dimiliki oleh dua anak perusahaan Temasek, yakni Indonesia Communications Limited (ICL) dan Indonesia Communications Pte Ltd (ICPL), berpeluang melakukan monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan di pasar layanan telekomunikasi seluler Indonesia, melalui indikasi penetapan atau pengaturan harga (price fixing/price leadership), pengenaan tarif yang "eksesif", dan menghambat interkoneksi.
Akibatnya, konsumen dirugikan. Kerugian konsumen disebutkan mencapai Rp 14,764 triliun-Rp 30,808 triliun. Kerugian ini dihitung berdasarkan analisa perbandingan dengan tarif di negara-negara lain.
Atas pelanggaran itu, Temasek dan anak-anak perusahaannya sebagai pelapor didenda masing-masing Rp 25 miliar. KUT juga diharuskan melepaskan seluruh kepemilikan dan hak suara di salah satu dari perusahaan telekomunikasi itu. Selain itu, PT Telkomsel juga diperintahkan untuk menghentikan praktik pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan seluler sekurang-kurangnya 15 persen dari tingkat tarif saat putusan dibacakan.
Putusan KPPU menjadi klimaks dari kontroversi mengenai dominasi dan berbagai spekulasi kartel atau praktik persaingan tidak sehat yang diduga dilakukan Temasek di industri seluler Indonesia beberapa tahun terakhir.
Kasus ini sedari awal mendapat banyak sorotan dan dinilai kontroversial karena menyangkut investor asing dan karena kepemilikan silang Temasek sedikit banyak terjadijuga akibat kecerobohan pemerintah sendiri. Pemerintah meloloskan Temasek dalam divestasi Indosat, padahal saat itu Temasek sudah menguasai 35 persen saham Telkomsel.
Temasek sudah mendapat jaminan dari pemerintah saat akan membeli saham Indosat, bahwa aset yang akan mereka beli waktu itu sudah clean dan clear (tidak bermasalah). Menurut Temasek, KPPU sendiri bahkan sudah memberi persetujuan terhadap divestasi Indosat tersebut, meskipun hal ini dibantah KPPU.
Terhadap putusan KPPU ini, Temasek sendiri langsung menunjukkan reaksi keras dan membantah semua yang dituduhkan KPPU. Kubu pro-Temasek menduga ada kepentingan yang bermain di balik diperiksanya Temasek oleh KPPU dan konspirasi untuk menendang Temasek.
Putusan KPPU yang menjatuhkan sanksi denda pada Temasek, menurut mereka, bakal menjadi lonceng kematian bagi investasi di Indonesia, yang saat ini justru sangat diperlukan negara ini untuk menggerakkan kembali ekonominya.
KPPU dituding telah menjadi kuda tunggangan kepentingan kelompok usaha tertentu yang mengincar saham yang dikuasai Temasek. Secara telak, beberapa pihak menyebut kelompok usaha yang dimaksud adalah Alfa Telecom International Mobile (Altimo), raksasa telekomunikasi Rusia yang sebelumnya terang-terangan mengatakan mengincar investasi telekomunikasi di Indonesia.
Perusahaan milik orang keempat terkaya di Rusia itu mengaku sudah menyediakan dana 2 miliar dollar AS untuk keperluan ini. Pers di Singapura menuding Altimo melakukan trik-trik kotor, termasuk menyuap sejumlah kalangan dan membiayai penelitian sejumlah lembaga dalam rangka kampanye buy-back (pembelian kembali) saham Indosat. Sebaliknya, sejumlah pihak lain mengaku dilobi dan dicoba disuap oleh Temasek. Sejumlah media massa di Indonesia bahkan diisukan juga telah dibeli.
Polarisasi
Kasus pemeriksaan KPPU terhadap Temasek juga memunculkan polarisasi pendapat di kalangan akademisi, ekonom, pengamat, praktisi hukum, DPR, dan pemerintah. Sebagian dari mereka mendukung langkah KPPU, sementara sebagian lainnya menganggap KPPU sudah blunder dan melampaui kewenangannya. Contohnya, keputusan KPPU yang mengatur mekanisme penjualan saham kalau saham itu sudah dilepas oleh Temasek.
Selain Altimo, pihak yang termasuk disebut-sebut mengincar saham Telkomsel atau Indosat adalah pengusaha Chaerul Tanjung, Harry Tanoesudibyo, Aburizal Bakrie, dan Aksa Mahmud. Sebelumnya juga ada nama Setiawan Djodi dan Bukaka. Namun sumber lain lagi menyebutkan, ada nama lain yang lebih banyak memengaruhi jalannya drama KPPU-Temasek, yakni salah seorang petinggi di negara ini. Tetapi sekali lagi semua itu hanya isu yang sulit dibuktikan.
Ironisnya, pemerintah yang semula mengatakan akan melakukan buy-back ternyata tak punya uang untuk membeli kembali saham-saham tersebut.
Kalangan di Singapura sendiri melihat ada unsur lain di luar pertimbangan komersial dalam kasus Temasek. Pemeriksaan terhadap Temasek, menurut mereka, merupakan bentuk balas dendam Indonesia karena berbagai ketidakpuasan dalam penyelesaian kasus dengan Singapura, seperti kasus penyelundupan pasir dan perjanjian ekstradisi para debitor kakap yang melarikan diri ke negara itu.
Mereka menuding Indonesia mengidap sindrom xenophopia atau ketakutan berlebihan terhadap kehadiran asing di telekomunikasi karena telekomunikasi dinilai sebagai sektor yang sangat strategis dan sensitif.
Dengan menguasai sektor telekomunikasi Indonesia, sejumlah kalangan di Indonesia mengkhawatirkan intelijen Singapura akan leluasa menyadap dan memata-matai seluruh rahasia negara dan kejadian di dalam negeri Indonesia untuk kepentingan mereka. Apalagi, Singapura melalui Temasek kini juga semakin jauh merambah ke sektor strategis Indonesia lainnya, seperti perbankan, melalui akuisisi sejumlah bank.
Sentimen anti-Temasek dan kekhawatiran masuknya asing ke sektor telekomunikasi yang dianggap bisa mengusik kedaulatan negeri mereka, juga muncul di Thailand. Di Negeri Gajah Putih ini, penjualan Shin Corp, perusahaan telekomunikasi terbesar negara itu bahkan menjadi salah satu pemicu terjungkalnya rezim PM Thaksin Shinawatra yang sangat kuat. Padahal, Shin Corp perusahaan keluarga milik keluarga Thaksin, bukan BUMN seperti Telkom atau Indosat pada awalnya dulu.
Keluhan terhadap Temasek sebenarnya bukan hanya karena kekhawatiran Indonesia akan dimata-matai. Temasek dinilai terlalu kemaruk dan menikmati untung terlalu banyak dari investasinya di Telkomsel dan Indosat, sementara konsumen dan perekonomian nasional tidak terlalu diuntungkan oleh masuknya Temasek. Indikasi KPPU, dominasi Temasek justru menghalangi berkembangnya Indosat dengan menunda-nunda pengembangan jaringan.
Terlepas dari hiruk-pikuk dan semua spekulasi yang ada, Indosat dan Telkomsel memang terlalu seksi untuk diperebutkan. Dengan sekitar 90 persen penguasaan pangsa pasar seluler dan margin keuntungan kedua tertinggi di dunia serta perkembangan pendapatan operasi yang mengikuti pola kuadratik dan eksponensial selama kurun enam tahun terakhir, tidak berlebihan Telkomsel dan Indosat ibaratnya angsa bertelur emas.
Tahun 2006, pendapatan operasi Telkomsel mencapai Rp 29,145 triliun, sementara Indosat Rp 5,895 triliun. Oleh karena itu, banyak kalangan berpendapat, kecil kemungkinan Temasek mau melepas sahamnya di dua perusahaan tersebut.
Bagaimana babak baru kasus Temasek dan siapa akhirnya yang akan mendapat saham yang akan dilepas Temasek, nanti kita lihat saja. Pengacara Temasek dan para praktisi hukum sendiri tidak menutup kemungkinan Temasek akan membawa kasus ini ke mahkamah arbitrase internasional jika pengadilan negeri atau Mahkamah Agung ternyata mengukuhkan putusan KPPU.
Banyak hal bisa terjadi di arbitrase ini. Yang pasti, kasus Temasek menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Terlepas dari adanya sinyalemen "Temasek atau Singapura selama ini terkesan hanya mau bermain bersih di negeri sendiri tetapi mengotori negara tetangga".
Ketua Umum KPPU mencatat, ada puluhan regulasi pemerintah lainnya di berbagai sektor yang justru menciptakan atau membuka peluang terjadinya monopoli, seperti pada kasus sektor telekomunikasi.
Oleh karena itu, mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat, masih menjadi pekerjaan rumah panjang yang menghadang KPPU.
No comments:
Post a Comment