Monday, November 19, 2007

Ramai-ramai Memburu Pasar Rp 9.000 Triliun


Ninok Leksono

Tidak berlebihan kalau acara yang menandai berkumpulnya sekitar 1.000 pengembang program komputer dan komunikasi (atau telematika), Selasa (6/11) lalu, disebut sebagai Hari Pengembang Program Telematika (Software Developers Day). Dalam konteks yang disebut Warren McFarlan, industri perangkat lunak merupakan industri paling penting dalam 15 tahun mendatang, peristiwa hari itu memang patut dicatat.

Hari Pengembang Program Telematika yang didukung oleh PT IBM Indonesia itu berlangsung di Jakarta Convention Center dan dibuka Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh.

Suasana pembukaan yang semarak menggarisbawahi besarnya antusiasme para ahli pembuat perangkat lunak yang hadir. Pada dasarnya, perangkat lunak merupakan nyawa bagi teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Ia juga penggerak atau enabler bagi industri lain.

Seperti dikemukakan Ketua Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) Djarot Subiantoro dalam pidato pembukaan, pada era tahun 1960-an, perangkat lunak digunakan untuk aplikasi bisnis mandiri (stand alone) atau untuk sistem pertahanan.

Pada Abad ke-21, perangkat lunak dijumpai pada setiap produk yang digunakan manusia, mulai dari permainan (game), peralatan medik, telepon seluler, alat bantu pendengaran, kendaraan bermotor, hingga peralatan audio.

Karena luasnya pemanfaatan, nilai total industri perangkat lunak ini di dunia mencapai 1 triliun dollar AS (atau sekitar Rp 9.000 triliun). Pangsa AS merupakan separuh dari angka di atas.

Melonjak 100 kali

Dalam 20 tahun terakhir, industri perangkat lunak tumbuh dengan pesat, dengan produktivitas meningkat 100 kali. Hal ini didukung antara lain oleh bahasa pemrograman yang levelnya makin tinggi dan adanya sistem sumber terbuka.

Salah satu indikator pesatnya pertumbuhan industri perangkat lunak ini adalah laju pertumbuhan ahlinya, yang di AS mencapai 70.000 ahli per tahun, India 350.000, China 600.000, dan Indonesia 35.000.

Meski membukukan perkembangan pesat di dunia, Indonesia secara umum masih ketinggalan. Sebagaimana pada indikator TIK yang lain, misalnya penetrasi internet dan PC, Indonesia saat ini masih dalam kesenjangan digital (digital divide).

Jumlah dan pemanfaatan TIK di Indonesia relatif masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk, ataupun kalau dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Belum ada massa kritis, seperti kata Menkominfo Mohammad Nuh ketika membuka Universitas Multimedia Nusantara di Jakarta awal Agustus silam. Atas dasar itu pula, dalam sambutannya Menkominfo mengajak agar peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional tahun depan juga ditandai dengan kebangkitan TIK.

Keinginan untuk ambil bagian mengembangkan potensi Indonesia di bidang perangkat lunak juga ada di pihak IBM, perusahaan TI yang sudah 70 tahun beroperasi di Indonesia.

Perusahaan seperti IBM mau tak mau merasa terganggu. Setelah sekian lama berkiprah di Indonesia, ternyata capaian TI di Indonesia baru setingkat seperti sekarang, meski untuk hal ini banyak faktor lain yang juga harus dilihat.

Diharapkan, dengan adanya forum seperti Hari Pengembang Perangkat Lunak tumbuh dinamika baru, dengan Indonesia tidak lagi menjadi target pasar, tetapi, kata Ketua Aspiluki, juga sebagai mitra.

Potensi Indonesia

Dewasa ini jumlah pengembang perangkat lunak di Indonesia adalah 0,3 bagian untuk setiap 1.000 penduduk. Dengan jumlah itu, kebutuhan perangkat lunak di negeri ini belum dapat dipenuhi oleh kemampuan lokal.

Pada sisi lain, sejumlah negara Asia bukan saja telah berhasil memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga bahkan melayani kebutuhan negara lain. Negara-negara dalam kategori ini disebut sebagai offshore software player. India, misalnya, telah melayani 1 persen dari seluruh pesanan perangkat lunak dunia. Pertumbuhannya sudah mencapai 20 persen hingga 25 persen per tahun.

Dinamika ini mengangkat pula tingkat penghargaan kepada ahli perangkat lunak. Ketua Aspiluki menyebutkan, pada tahun 1980 gaji pengembang perangkat lunak India hanya 10 persen gaji pengembang AS.

Tahun 2006 angka itu sudah mencapai 75 persennya, yang nilainya sekitar Rp 600 juta per tahun. Dalam dua tahun ke depan, gaji programmer India diramalkan akan melampaui rekannya di AS.

Tentu saja arah seperti itu juga menggiurkan pengembang perangkat lunak di negara Asia lain, khususnya China, Malaysia, dan Thailand, serta tentu saja Indonesia.

Namun untuk bisa masuk ke lingkaran pengembang perangkat lunak yang mendapat pesanan luar negeri ini (offshore software services), pengembang Indonesia perlu lebih dikenal.

Dari survei yang dilakukan AT Kearney (Maret 2007) terhadap 50 negara, Indonesia berada di peringkat 6 dari 50 negara, di bawah India, China, Malaysia, Thailand, dan Brasil.

Melihat hasil survei dalam tiga kategori ditemukan: dari sisi kemampuan dan keterampilan posisi Indonesia di peringkat 14; dari sisi biaya, di posisi ke-2, di bawah Vietnam; dan dari sisi lingkungan bisnis, peringkat Indonesia amat rendah, yakni ke-49.

Lingkungan bisnis yang dimaksud mencakup kondisi politik dan ekonomi, kualitas infrastruktur, budaya kerja, dan keamanan TIK.

Djarot Subiantoro yakin kalau ketiga faktor di atas dapat diperbaiki, posisi keseluruhan RI bisa ditingkatkan setidaknya menjadi peringkat ketiga.

Pemain global

Bisa ambil bagian dalam industri perangkat global dan berperan sebagai offshore software player terkemuka seperti halnya India tentu menjadi dambaan organisasi seperti Aspiluki. Namun, sebenarnya juga harus menjadi keinginan pemerintah dan bangsa Indonesia.

Kalau para astronot Apollo menegaskan Bumi itu bulat, Thomas Friedman pada tahun 2006 mengatakan melalui bukunya yang terkenal, The World is Flat (Dunia Itu Datar).

Lanskap ekonomi abad ke-21, seperti dikemukakan Presiden Direktur PT IBM Indonesia Betti Alisjahbana dalam sambutannya, tak salah lagi merupakan dunia yang terintegrasi secara global: sumber dayanya global, infrastrukturnya global, dan produksinya pun global.

Dalam lanskap ini, kata Betti, yang dituntut adalah angkatan kerja yang mampu memenuhi persyaratan sumber daya global, tetapi juga tetap mengandung sesuatu yang khas Indonesia.

Harapan itu tidak berlebihan. Industri perangkat lunak, meski menjangkau penjuru global, tetap harus memberi kesempatan luas bagi ciri lokal.

Hari Pengembang Perangkat Lunak ditandai dengan berkumpulnya sekitar 1.000 pengembang perangkat lunak di Jakarta 6 November lalu. Presiden Direktur PT IBM Indonesia Betti Alisjahbana, Ketua Umum Apsiluki Djarot Subiantoro, dan Menkominfo Mohammad Nuh memperlihatkan kaus pengembang perangkat lunak.

No comments: