Purbaya Yudhi Sadewa
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan ketiga lebih cepat dari perkiraan banyak kalangan. Namun, pada saat yang bersamaan, popularitas pemerintah turun ke level yang cukup rendah. Mengapa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dapat mendongkrak popularitas pemerintah?
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2007 mencapai 6,5 persen, lebih cepat dari pertumbuhan sebesar 6,3 persen pada triwulan kedua, dan 6,0 persen di triwulan pertama. Angka ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat.
Dilihat dari sisi pengeluaran, pertumbuhan di triwulan ketiga terutama didukung oleh belanja rumah tangga, yang tumbuh sebesar 5,3 persen.
Tumbuhnya belanja rumah tangga menandakan pulihnya daya beli masyarakat kita. Hal ini antara lain didukung oleh suku bunga yang relatif rendah.
Sementara itu, ekspor tumbuh sebesar 7,8 persen (tahunan) di triwulan ketiga, turun dari 9,8 persen di triwulan kedua.
Walaupun isu subprime belum menyebabkan ekonomi dunia memasuki masa resesi, tampaknya ada gejala perlambatan di perekonomian negara partner dagang utama kita.
Akibatnya, permintaan akan barang impor dari Indonesia sedikit melambat, khususnya dalam beberapa bulan terakhir.
Sayangnya, angka investasi di triwulan ketiga belum tumbuh dengan laju yang cukup menggembirakan.
Investasi hanya tumbuh sebesar 8,8 persen di triwulan ketiga, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan sebesar 7,0 persen di triwulan kedua.
Walaupun meningkat, angka ini masih jauh dari yang diharapkan. Tampaknya para pengusaha masih menahan realisasi rencana investasinya di triwulan ketiga.
Para pengusaha masih belum terlalu yakin akan kesinambungan dari proses pemulihan ekonomi yang sedang terjadi.
Walaupun ada komponen pertumbuhan yang masih di bawah yang diharapkan, perekonomian Indonesia tampaknya sudah bergerak dengan arah yang benar.
Aktivitas perekonomian meningkat terus dari triwulan ke triwulan. Dengan kata lain, ekonomi Indonesia sedang mengalami percepatan pertumbuhan.
Kalau memang demikian, mengapa banyak suara yang mengutarakan kesulitan ekonomi? Atau, mengapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei menunjukkan popularitas pemerintah sekarang berada pada level yang rendah?
IKK masih tertekan
Coincident Economic Index (CEI), suatu indeks yang menggambarkan keadaan ekonomi di suatu waktu, menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia memang mengalami perbaikan sejak bulan Maret tahun 2007.
Hal ini terlihat dari kenaikan CEI yang mulai terjadi di bulan tersebut. CEI yang naik menggambarkan keadaan ekonomi yang membaik. CEI mengalami kenaikan terus sampai dengan bulan Agustus 2007. (Gambar 1)
Pada September, CEI turun sedikit karena turunnya aktivitas perekonomian akibat pengaruh bulan puasa. Namun, penurunan tersebut tidak mengubah tren kenaikan CEI secara keseluruhan pada triwulan ketiga.
Artinya, ekonomi kita terus mengalami perbaikan sampai dengan triwulan ketiga tahun ini. Sayangnya, ada indikasi bahwa perbaikan ekonomi yang terjadi belum dirasakan secara merata oleh masyarakat.
Walaupun CEI menunjukkan ekonomi kita sudah mulai membaik sejak bulan Maret, indeks kepuasan konsumen (IKK) tidak ikut naik di bulan tersebut. IKK bahkan bertahan pada level yang relatif rendah di bulan-bulan berikutnya.
Baru pada bulan Juli, IKK mengalami kenaikan yang signifikan. Namun, IKK kembali mengalami penurunan di bulan Agustus dan September. (Gambar 1)
Pada bulan September 2007, IKK berada pada level 82,9. Ini adalah level yang relatif cukup rendah, yang menggambarkan konsumen kita masih pesimistis.
IKK di atas 100 menggambarkan penilaian konsumen yang optimistis, sedangkan di bawah 100 menggambarkan penilaian konsumen yang pesimistis terhadap keadaan perekonomian mereka.
Jadi, IKK memberi indikasi bahwa keadaan ekonomi masyarakat kita secara keseluruhan belum mengalami perbaikan yang signifikan.
Mengapa hal ini terjadi ketika ekonomi kita sedang mengalami akselerasi?
Ada beberapa faktor yang membuat konsumen menjadi pesimistis akan keadaan perekonomian dan prospeknya. (Gambar 2)
Faktor-faktor tersebut terutama dirasakan oleh rumah tangga dengan penghasilan rendah, yang membuat mereka lebih pesimistis akan keadaan perekonomian mereka dan prospeknya. (Gambar 2 Faktor yang Menekan IKK)
Sulit cari pekerjaan
Faktor pertama yang menekan kepercayaan konsumen dalam sembilan bulan pertama tahun 2007 ini adalah kenaikan harga bahan makanan pokok.
Seperti kita ketahui, kenaikan harga beras yang signifikan di bulan Desember 2006 telah menggerus daya beli masyarakat secara signifikan.
Dan, harga beras masih terus mengalami kenaikan yang signifikan sampai dengan bulan Maret 2007.
Setelah itu, harga beras mulai terkendali, bahkan cenderung mengalami penurunan. Walaupun demikian, sampai dengan bulan September harga beras belum kembali ke level sebelum bulan Desember tahun 2006. (Gambar 3)
Faktor kedua yang menekan kepercayaan konsumen adalah sulitnya mencari pekerjaan. Walaupun pertumbuhan ekonomi kita saat ini cukup cepat, tampaknya belum cukup cepat untuk dapat menyerap tenaga kerja baru.
Menurut perhitungan Danareksa, ekonomi kita perlu tumbuh sekitar 6,7 persen untuk dapat menyerap tenaga kerja baru yang memasuki lapangan kerja.
Jadi, selama pertumbuhan ekonomi kita masih di bawah angka tersebut tampaknya masalah kesulitan mencari pekerjaan akan tetap menjadi faktor yang akan menekan kepercayaan konsumen.
Faktor lainnya adalah panen yang gagal. Dampak kekeringan di triwulan ketiga kemarin ternyata cukup signifikan. Selain itu, faktor yang sering disebut juga adalah faktor kenaikan harga barang secara umum.
Bahan makanan
Kenaikan harga bahan makanan biasanya akan menimbulkan dampak ikutan terhadap harga barang-barang lain secara keseluruhan.
Jadi, salah satu kunci utama untuk mengendalikan faktor kenaikan harga barang secara umum adalah menjaga stabilitas harga bahan makanan.
Pada saat aktivitas perekonomian meningkat, popularitas pemerintah yang sedang berkuasa biasanya ikut terdongkrak naik.
Akan tetapi, saat ini tampaknya kenaikan popularitas pemerintah masih jauh dari yang diharapkan.
Masih banyaknya masalah yang dirasakan membebani ternyata memberi dampak negatif yang amat signifikan terhadap popularitas pemerintah di mata masyarakat.
Hal ini terlihat dari pergerakan Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah (IKKP), yang dihitung dari survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute.
IKKP mulai mengalami penurunan yang signifikan sejak Desember 2006, di mana IKKP turun menjadi 104,1 dari 107,9 di bulan sebelumnya.
Penurunan pada IKKP terjadi bersamaan dengan mulai naiknya harga beras di Tanah Air. Di bulan-bulan berikutnya, IKKP terus mengalami penurunan.
Level terendah IKKP terjadi pada bulan Juni, di mana IKKP berada pada level 94,7. Walaupun IKKP naik menjadi 98,1 di bulan Agustus dan menjadi 100,2 di bulan September, level IKKP tersebut masih berada jauh di bawah bulan November 2006 (pada level 107,9), ketika kejutan harga beras belum terjadi.
Dengan kata lain, popularitas pemerintah saat ini masih jauh di bawah level IKKP pada bulan November 2006.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia saat ini sudah berada pada arah yang benar. Laju pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dengan prospek laju pertumbuhan yang lebih baik.
Dengan laju inflasi yang tampaknya akan tetap terkendali, yang membuat daya beli tidak tergerus lagi, dan suku bunga dapat bertahan pada level yang relatif rendah, prospek perekonomian kita dalam jangka pendek-menengah tampaknya akan tetap cerah.
Dengan latar belakang yang demikian, sebenarnya tidak terlalu sulit mengubah citra pemerintah, yaitu dengan fokus pada pengendalian harga bahan makanan, terutama harga beras. Hal itu akan mengurangi sebagian beban yang dirasakan oleh masyarakat.
Selain mengurangi beban masyarakat, pengendalian harga bahan makanan, khususnya beras, juga sekaligus akan membantu memperbaiki citra pemerintah di mata masyarakat.
Purbaya Yudhi Sadewa Chief Economist Danareksa Research Institute
No comments:
Post a Comment