Thursday, November 22, 2007

Minyak Cetak Rekor Baru


Pembatasan Pemakaian BBM Mutlak Diperlukan

Jakarta, Kompas - Harga minyak di pasar internasional, Rabu (21/11), melejit ke angka 99,26 dollar AS per barrel. Ini rekor tertinggi sepanjang sejarah. Lonjakan harga minyak tersebut dipicu terutama oleh melemahnya dollar AS dan kekhawatiran terhadap ketatnya suplai minyak dunia.

Kemarin, mata uang dollar AS terus melemah ke posisi terburuknya, yakni 1,4855 per euro, sejak mata uang tunggal Eropa itu diluncurkan tahun 1999.

Di bursa New York, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Januari mencapai 99,29 dollar AS per barrel.

Lonjakan harga juga dialami minyak jenis Brent. Di bursa London, harga minyak Brent untuk pengiriman Januari menembus angka 96,53 dollar AS per barrel. Ini juga merupakan rekor tertinggi.

"Pasar bersiap-siap untuk mendorong harga minyak menembus 100 dollar AS per barrel," ujar Victor G Shum, analis energi dari Purvitz and Geertz.

Sementara, pelemahan dollar AS terhadap euro dipicu oleh meningkatnya ekspektasi terhadap memburuknya perekonomian AS dan pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed).

The Fed memperkirakan, ekonomi AS akan tumbuh 1,8 hingga 2,5 persen. Padahal, perkiraan sebelumnya, ekonomi AS akan tumbuh 2,5-2,75 persen.

Dampak

Kenaikan harga minyak di pasar internasional mau tidak mau berpengaruh terhadap harga bahan bakar minyak di dalam negeri yang tidak disubsidi.

Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, dampaknya akan segera terasa. Industri harus menanggung kenaikan harga. "Seluruh dunia terkena dampak kenaikan ini, industri harus mencari cara untuk mengatasinya, jangan cengeng lagi," kata Faisal.

Faisal mengimbau agar pemerintah mengambil langkah yang lebih serius untuk mengantisipasi dampak kenaikan.

"Memotong anggaran yang tidak perlu belum menyelesaikan masalah. Kita masih boros. Pembatasan pemakaian BBM mutlak diperlukan," ujarnya.

Deputi Direktur BBM Industri PT Pertamina Djoko Prasetyo mengatakan, industri sebenarnya bisa memperkirakan kenaikan harga BBM industri untuk tanggal 1 Desember, yaitu dari harga rata-rata Mean of Platts Singapore tanggal 8-23 November.

Masih aman

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi APBN masih aman walaupun harga minyak meningkat 10 dollar AS, menjadi rata-rata 70 dollar AS per barrel. Peningkatan itu memberi surplus penerimaan minyak dan gas Rp 0,3 triliun-Rp 0,5 triliun setelah dikurangi pengeluaran.

Dampak kenaikan harga minyak secara umum bersifat netral terhadap anggaran pemerintah. Sebab, kebutuhan subsidi BBM yang meningkat dapat ditutup dengan meningkatnya penerimaan dari hasil ekspor minyak.

Anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo berpendapat, meski harga minyak mentah mencapai 100 dollar AS per barrel hingga akhir tahun, pemerintah diperkirakan masih dapat menanggung beban itu asalkan produksi minyak tidak turun di bawah 1 juta barrel per hari.

Pasar

Kekhawatiran para investor terhadap harga minyak yang semakin mendekati 100 dollar AS per barrel, serta kemungkinan perlambatan ekonomi AS, membuat saham-saham di bursa Asia anjlok. Sebab, AS merupakan pasar utama ekspor Asia.

Indeks Nikkei Jepang turun hingga 2,46 persen, Hongkong melemah 4,2 persen, dan Seoul turun 3,5 persen.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta turun 61,24 poin menjadi 2.563,62, dengan nilai transaksi Rp 6,19 triliun.

Adapun melemahnya nilai tukar rupiah 30 poin ke posisi Rp 9.375 per dollar AS, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Aslim Tadjuddin, adalah seiring dengan melemahnya mata uang regional, yaitu won Korea dan peso Filipina.

"Itu dipicu oleh adanya perpindahan aset portofolio dari negara emerging market seperti Indonesia ke negara maju seperti Jepang," kata Aslim.

Menurut Aslim, melemahnya rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia.

Berdasarkan perhitungan BI, kenaikan harga minyak hingga 90 dollar AS per barrel akan menciptakan surplus neraca pembayaran yang makin besar. Dari sisi penerimaan, minyak memang defisit, namun jika ditambah penerimaan dari gas, hasilnya positif. (DOT/JOE/FAJ/AFP)

No comments: