Thursday, November 22, 2007

Menggugat Temasek



Marwan Batubara


Anggota DPD RI, DKI Jakarta

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Senin 19 November 2007 membacakan putusan tentang pelanggaran UU No 5 Tahun 1999, yang berkaitan dengan kepemilikan silang yang dilakukan oleh kelompok usaha Temasek (Temasek) dan praktik monopoli Telkomsel. Putusan tersebut antara lain menyatakan bahwa Temasek terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 27 huruf a UU No 5/1999. Atas pelanggaran tersebut Temasek antara lain diperintahkan untuk melepas kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan, Indosat atau Telkomsel, membayar denda Rp 250 miliar dan menghentikan praktik pengenaan tarif tinggi dengan menurunkan tarif layanan seluler sekurang-kurangnya 15 persen.

Karena praktik monopoli yang dilakukan oleh Temasek, Majelis KPPU menghitung bahwa selama periode 2003-2006, konsumen layanan seluler di Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 14,76 triliun hingga Rp 30,80 triliun. Hal ini terjadi antara lain karena adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat yang menyebabkan melambatnya perkembangan Indosat sehingga tidak efektif bersaing dengan Telkomsel, yang berujung pada tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia.

Siapa Temasek


Bagi kami sebagai salah seorang pelanggan Telkomsel, bagi seluruh pemakai layanan seluler, atau juga seluruh rakyat Indonesia, keputusan KPPU tersebut sangat layak disyukuri, disambut dengan baik, dan perlu dikawal agar dapat segera dieksekusi. Keputusan KPPU membuka mata kita bahwa monopoli oleh Temasek telah merugikan pemakai layanan seluler, sekaligus merupakan bentuk pengisapan ala penjajah VOC masa lalu. Oleh sebab itu, kita sebagai konsumen sekaligus rakyat Indonesia juga sangat berkepentingan agar pihak-pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif menjaga serta menjamin terlaksananya keputusan tersebut.

Kita mencatat bahwa karena strategis dan menguntungkannya Indosat, Temasek tidak akan tinggal diam dan menghalalkan segala cara untuk melakukan perlawanan. Hal ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu melalui kegiatan-kegiatan seminar, demonstrasi, black campaign, menakut-nakuti dan bluff publik, pemanfaatan pakar, pemanfaatan media, dan sebagainya. Ancaman dan bluff yang sering kita dengar antara lain adalah, "Di Indnesia tidak ada kepastian hukum", "Jika Temasek dinyatakan bersalah, investor akan lari", "Pemerintah akan digugat pada arbitrase internasional", "Kasus Karaha Bodas akan terulang", dan seterusnya. Hal ini tidak perlu dirisaukan dan harus kita hadapi bersama. Salah satu koran ibukota sempat memuat berita dengan judul 'Orang KPPU Sukses Tendang Investor Asing'. Di bawah judul berita tersebut tidak termuat secara utuh tentang latar belakang keputusan dan tidak pula dijelaskan dampak monopoli yang merugikan puluhan juta konsumen layanan seluler, dan puluhan triliun rupian tersebut. Yang ada justru ancaman dan gertakan para pembela dan lawyer Temasek.

Bagi kami mereka bukan investor asing, tapi penjajah asing. Inilah penjelasannya. Kita perlu mengingat kembali bagaimana Temasek melakukan manipulasi dan melanggar sekian banyak undang-undang saat mengakuisisi Indosat bulan Desember 2002 yang lalu. Mereka menggunakan perusahaan siluman ICL, yang didirikan di Mauritius. Mereka terlibat kompolotan jahat dengan para oknum penguasa era Megawati dalam proses akuisisi tersebut, termasuk menggoreng harga saham sehingga memperoleh harga yang jauh lebih murah dari value Indosat sebenarnya. Mereka hanya membayar tidak sampai setengah dari value Indosat.

Kerugian kita


Setelah setahun, mereka menggadaikan saham Indosat untuk memperoleh pinjaman dari Standard Chartered Bank, agar bisa membayar utang, yaitu utang yang mereka buat saat membeli Indosat tahun 2002. Jadi, mereka tidak menggunakan modal sendiri seperti yang dipersyaratkan dalam dokumen tender.

Setelah 3 tahun, sampai tahun kelima, mereka melakukan hedging dalam rangka mengurangi pembayaran pajak. Sebelum itu, mereka banyak membeli perangkat telekomunikasi dengan harga yang lebih mahal dibanding harga pasar atau harga yang dibayar oleh perusahaan seluler lain, dalam praktik transfer pricing. Ujung-ujungnya, penerimaan pajak negara menjadi turun, pelanggan seluler membayar lebih mahal, dan kita sebagai bangsa jadi objek pengisapan dan penjajahan.

Perhitungan kerugian sebanyak Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun bagi rakyat, menjelaskan kepada kita bahwa Temasek konsisten dengan sikapnya sejak dalam proses akuisisi Indosat, yakni melanggar berbagai peraturan dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Keputusan KPPU juga membuktikan kekhawatiran kami, yang tergabung dalam Iluni UI Jakarta, akan timbulnya dampak negatif penguasaan sektor strategis dan vital ini oleh asing.

Pemerintah RI saat itu menjual Indosat karena ingin mengakhiri monopoli negara atas Telkom dan Indosat. Namun kemudian pemerintah menjual saham Indosat kepada Temasek yang saat itu sudah memiliki saham di Telkomsel. Sehingga terjadilah pengalihan monopoli oleh negara sendiri menjadi monopoli negara asing. Inilah yang kita sebut dengan 'logika keledai'. Kalau monopoli oleh negara sendiri, jika untuk melindungi kepentingan rakyat, apa salahnya?

Iklan Indosat


Keputusan KPPU telah mendapat sambutan dan dukungan yang luar biasa dari kaum intelektual, mahasiswa, dan para pelanggan seluler. Masyarakat tersadarkan bahwa mereka selama ini diisap oleh sistem yang salah dan rakus, temasuk para penajajah. Di saat yang bersamaan, kita membaca demikian gencarnya Temasek memasang iklan tentang keberhasilan Indosat selama 40 tahun berkiprah di Indonesia, terutama dalam sebulan terakhir ini. Padahal jelas, ini dilakukan dalam rangka kampanye untuk mempertahankan dominasi penjajahannya di Indonesia.

Untuk itu, kita perlu mengingatkan bahwa sebelum dikuasai Temasek, selama bertahun-tahun sejak tahun 1980-an hingga tahun 1996, Indosat adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok nomor tiga besar pembayar pajak terbesar di Indonesia. Minimal 2,5 persen keuntungan Indosat disalurkan untuk membantu UKM dan pengusaha kecil di daerah-daerah. Justru sejak dikuasai Temasek, Indosat menjadi perusahaan yang jauh lebih kecil pembayaran pajaknya, berada pada posisi nomor 30-an ke atas. Malah karena praktik-praktik manipulatif, seperti dalam kasus hedging dan transfer pricing, pembayaran pajaknya terus turun secara kontinyu dari tahun 2004 hingga 2006. Jelas hal ini tidak akan kita temukan dalam iklan 40 tahun Indosat tersebut.

Dengan demikian, kami berharap rakyat Indonesia cukup cerdas untuk tidak begitu saja terkecoh dengan iklan kampanye Temasek tersebut. Sebaliknya, mengingat besarnya dampak kerugian akibat parktik monopoli yang dilakukan (Rp 14 tirilun hingga Rp 30 triliun) kami menyatakan bahwa Temasek harus membayar denda ganti rugi yang sebanding kepada pelanggan/konsumennya. Jumlah denda Rp 250 miliar yang ditetapkan KPPU kami anggap masih sangat jauh dari wajar dan dari rasa keadilan. Kami perkirakan Temasek harus dihukum membayar denda minimal 20 persen dari nilai maksimum kerugian, yaitu 20 persen x Rp 30 triliun = Rp 6 triliun.

Kita memang tidak mampu membayar lawyer, pusat-pusat kajian, atau pakar seperti yang dilakukan Temasek, terutama untuk menyosialisasikan keputusan KPPU dan menyuarakan kepentingan rakyat. Kita hanya bisa bekerja optimal sesuai kemampuan untuk kemudian berdoa dan bersikap tawakal.

Dalam konteks ini, melalui tulisan ini pula, kami menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan-kepentingan lain. Rakyat juga harus menjaga harga diri dan martabat bangsa dari dominasi kaum penjajah, mendukung dan mengawal keputusan KPPU dalam berbagai proses hukum, serta mengajukan gugatan kepada lembaga terkait untuk menuntut Temasek membayar denda minimal Rp 6 triliun. Penjajahan tidak akan pernah terjadi kalau tidak ada orang-orang yang memang menyediakan kepalanya untuk diinjak-injak oleh si penjajah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang lemah.

Ikhtisar


- Keputusan KPPU untuk mewajibkan Temasek melepas saham di Indosat atau Telkomsel dan membayar denda, sangatlah tepat.


- Dalam proses untuk mendominasi kepemilikan Indosat, Temasek melanggar beberapa aturan.


- Rakyat harus mengawal keputusan tersebut hingga proses eksekusi benar-benar dijalankan.

1 comment:

Ganyang Malaysia said...

Perusahaan Asing Berebutan Pangsa Pasar Seluler di Indonesia



Konon beredar kabar bahwa issue monopoli TEMASEK HOLDING terhadap dua perusahaan seluler raksasa Indonesia (baca: TELKOMSEL dan INDOSAT), mulai tercetus dan disebarluaskan pertama kali oleh pihak Malaysia secara diam-diam.

Dahulu Malaysia hendak mencaplok TELKOMSEL dan/atau INDOSAT, namun mereka ternyata kalah cepat dari Singapura. Akhirnya, Malaysia “hanya kebagian jatah” mencaplok EXELCOMINDO PRATAMA (XL), dan menjadikan XL sebagai salah satu anak buah perusahaan mereka; a TM company (TM = Telecom Malaysia).

Dengan semakin kuatnya issue monopoli TEMASEK ini, mereka mengharapkan agar setidak-tidaknya pihak TEMASEK harus rela melepaskan saham-sahamnya dari TELKOMSEL atau INDOSAT. Kemungkinan saham-saham yang akan dilepas tersebut kemudian dibeli, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, oleh pihak Malaysia (selain di bawah bendera TM tentunya) adalah cukup besar.

Mengingat bahwa pemerintahan Malaysia dan kroni-kroninya, sedang gencar-gencarnya giat melakukan aksi “Malingsia” (baca: Malingin Indonesia) terhadap Indonesia semenjak beberapa tahun silam. Dari mulai Ambalat, Sipadan-Ligitan, Batik, Angklung, Tempe, Lagu Rasa Sayange, hingga Tari Reog Ponorogo yang beritanya kini sedang hangat-hangatnya.

Mereka pun berhasrat ingin mendominasi/menguasai pangsa pasar seluler kita (bukan selular = celana dalam, versi bahasa Malaysia). Kalian masih tidak percaya? Biarlah waktu yang akan membuktikannya!


Mari Kita Ganyang Malaysia!!!
MERDEKA!!!



See also:
http://www.temasekholdings.com.sg/media_centre.htm
http://www.temasekholdings.com.sg/pdf/1.%20Background%20summary.pdf