Monday, November 19, 2007

Kinerja Anggaran


Penyerapan 2007 Lebih Buruk dari 2006

Jakarta, Kompas - Penyerapan anggaran pemerintah tahun 2007 dinilai lebih buruk dibanding 2006. Realisasi belanja negara tahun ini lebih lambat dibanding 2006. Akibatnya, pemerintah harus membelanjakan sisa anggarannya dalam jumlah sangat besar dalam dua bulan terakhir tahun ini. Konsumsi pemerintah itu bisa bersifat distorsi dan inflatoir.

"Belanja yang digenjot hanya dalam dua bulan akan mendorong inflasi. Langkah itu akan menimbulkan distorsi pada perekonomian karena mendorong konsumsi yang eratik (tak menentu)," ujar anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo dalam Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (13/11).

Menurut Dradjad, distorsi pada perekonomian antara lain terlihat dari rendahnya kualitas hasil pengerjaan proyek, terutama infrastruktur. "Contohnya, kalau ada proyek jalan yang dilakukan dalam dua bulan ini, pengerjaannya akan asal-asalan, mutunya jelek, akibatnya tahun depan rusak lagi. Ini hanya pemborosan APBN," ujar Dradjad.

Sepanjang hari kemarin, Menteri Keuangan menyampaikan dua kali presentasi khusus mengenai realisasi APBN Perubahan 2007, dikaitkan dengan kenaikan harga minyak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Sebab, selain rapat kerja dengan Komisi IX, Menkeu juga harus berbicara dalam Rapat Kerja Panitia Adhoc II dan IV Dewan Perwakilan Daerah.

Data Departemen Keuangan menunjukkan, realisasi APBN 2007 hingga 31 Oktober masih surplus Rp 17,6 triliun. Padahal, pada periode yang sama 2006, anggaran justru defisit Rp 19 triliun. "Jika ingin mengejar target APBN-P 2007 harus ada belanja sebesar Rp 67 triliun dalam dua bulan ini," ujar Menkeu.

Menurut Menkeu, surplus anggaran terjadi karena tambahan penerimaan lebih besar dibanding belanja. Penerimaan negara hingga 31 Oktober tercatat Rp 524,3 triliun, atau 75,5 persen dari target APBN-P 2007. Sementara realisasi belanja Rp 506,6 triliun atau 67,3 persen dari target.

"Pada anggaran belanja tersebut, belanja pemerintah pusat sudah mencapai 62,3 persen terhadap APBN-P, atau Rp 310,1 triliun. Sementara ke daerah sudah kami cairkan Rp 196,5 triliun, atau 77,3 persen dari pagu APBN-P. Namun, kami tidak tahu apakah pemerintah daerah benar-benar menggunakan anggaran itu atau belum. Atau hanya disimpan di SBI (Sertifikat Bank Indonesia)," katanya.

Harus lebih serius

Direktur InterCafe Institut Pertanian Bogor Iman Sugema mengingatkan agar pemerintah mulai tahun 2008 lebih serius mencari solusi terhadap rendahnya penyerapan anggaran.

Sebab, pada tahun 2008 dan 2009 konsumsi pemerintah merupakan salah satu sumber penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu disebabkan ketidakpastian perekonomian global masih cukup tinggi.

"Penyerapan merupakan masalah yang sudah berulang kali kami ingatkan agar segera dicari solusinya. Tetapi tidak juga ada perubahan," ujar Iman.

APBN-P 2007 diwarnai tekanan akibat kenaikan harga minyak, yang mencapai 98 dollar AS per barrel. Hal ini membuat anggaran untuk subsidi BBM dan PLN melonjak. Namun, penerimaan dari penjualan minyak serta Pajak Penerimaan Migas diperkirakan masih dapat menutupinya. (OIN)

No comments: