Pemerintah Yakin Dapat Kendalikan
Jakarta, Kompas - Isu kepemilikan silang sebenarnya pernah ditanyakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha kepada pemerintah setelah divestasi saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd yang terafiliasi dengan Singapore Telecommunication, pemilik saham Telkomsel.
"Pemerintah meminta reschedule dan baru terlaksana Januari 2003. Ketika itu pemerintah menjelaskan pada KPPU, pemerintah tetap bisa mengendalikan sehingga kepemilikan silang tak akan berdampak negatif," ujar anggota KPPU Syamsul Maarif di Jakarta, Rabu (21/11).
Menurut Syamsul, KPPU memilih menerapkan penafsiran maksimal atas Pasal 27 UU No 5/1999 yang menyangkut kepemilikan silang tersebut. "Artinya, kami berpersepsi positif dulu bahwa dua operator itu tetap akan dapat bersaing dengan sehat, seperti yang diyakinkan pemerintah. KPPU hanya akan mengawasi," ungkapnya.
Meski demikian, KPPU tidak pernah memberikan persetujuan atas divestasi Indosat.
Selama tiga tahun kepemilikan silang berjalan, KPPU menilai pemerintah tak dapat mengendalikan dampak negatif yang muncul akibat kepemilikan silang. Dengan demikian, pemeriksaan dan putusan KPPU mengenai monopoli baru keluar Senin (19/11), lima tahun setelah transaksi divestasi saham Indosat.
KPPU menilai, struktur kepemilikan silang kelompok Temasek menyebabkan priceleadership. Telkomsel sebagai pemimpin pasar menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Sebenarnya apa yang terjadi sudah dikhawatirkan berbagai kalangan sejak tahun 2002.
Pemerintah Indonesia melakukan privatisasi atas Indosat dua kali pada tahun 2002. Ketika itu, pemerintah ditargetkan mendapatkan dana untuk menambal APBN dari privatisasi sebesar Rp 6,5 triliun.
Pertama, pada Mei 2002 sebanyak 8,1 persen saham Indosat dengan perolehan dana Rp 1,1 triliun. Kedua, Desember 2002 sebesar 41,94 persen dengan hasil Rp 5,62 triliun sehingga pada tahun 2002 pemerintah mendapatkan dana Rp 6,72 triliun dan akhirnya tinggal menguasai 14,96 persen saham Indosat. Dengan demikian, harga 100 persen saham Indosat setara dengan Rp 13 triliun. STT menyingkirkan pesaingnya, Telekom Malaysia.
Harga beli saham Indosat oleh STT sebesar Rp 12.950 per lembar cukup tinggi. Karena, harga itu 50,6 persen di atas (premium) harga penutupan di BEJ pertengahan Desember 2002 yang berada pada posisi Rp 8.600 per lembar. Harga itu juga di atas nilai buku saham Indosat sebesar Rp 10.400. Telekom Malaysia yang disingkirkan STT hanya menawar Rp 12.650 per lembar.
Sementara itu, SingTel, anak perusahaan Temasek Holdings, juga telah menguasai 35 persen saham PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). STT bersama SingTel adalah anak perusahaan yang bernaung di bawah perusahaan milik Pemerintah Singapura, Temasek Holdings (Pte) Ltd. STT di antaranya memberi layanan broadband, jasa multimedia, dan telepon. Jaringan bisnis STT ada di China, Filipina, Hongkong, Makao, Malaysia, dan Taiwan. Kemenangan tender saham Indosat oleh STT menjadikannya dapat mengontrol Satelindo dan IM3, dua anak perusahaan Indosat di bisnis operator telepon seluler.
Tidak membeli
Kuasa Hukum Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd Ignatius Andy yang dihubungi di Singapura mengatakan, Temasek Holdings tidak pernah membeli saham PT Indosat Tbk. Yang membeli saham Indosat adalah STT, STT Communications Ltd, Asia Mobile Holding Company Pte Ltd, dan Asia Mobile Holdings Pte Ltd. Saham Telkomsel dibeli oleh Singapore Telecomunications (SingTel) Ltd.
"Dari sini kepemilikan silang Temasek yang dituduhkan KPPU tidak terpenuhi. Kami berbeda dengan SingTel," kata Andy.
Menurut Andy, Temasek tidak bisa mengontrol Indosat atau Telkomsel karena Temasek tidak berada dalam satu garis komando. Bagi Temasek, sebagai pemegang saham di STT maupun SingTel, laporan kinerja tahunan STT dan SingTel itulah yang penting. Laporan tahunan itu menyangkut pembagian dividen dan prospek perusahaan.
Soal motif Temasek yang gencar berinvestasi di bidang telekomunikasi, Andy menuturkan, "Temasek sebagai perusahaan investasi bukan hanya menanamkan modal di bidang telekomunikasi. Juga bidang lain, seperti perbankan." (DAY/OSA/JOE)
No comments:
Post a Comment