Thursday, November 22, 2007

Persaingan Usaha Butuh Aturan


Investor yang Siap Bersaing Tak Akan Resah

Jakarta, Kompas - Penegakan aturan persaingan usaha diyakini tidak akan meresahkan investor yang siap bersaing secara sehat. Penanaman modal dalam sistem pasar yang terbuka justru membutuhkan kepastian bahwa kompetisi dapat berjalan. Investasi juga mesti diikuti dengan ketaatan pada hukum yang berlaku.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengharapkan putusan komisi ini terhadap kelompok usaha Temasek dipandang sebagai upaya memperbaiki iklim persaingan usaha di Indonesia. Meski demikian, aturan perundangan memberi ruang bagi pengajuan keberatan atas putusan KPPU melalui pengadilan negeri.

Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (21/11), mempersilakan Temasek menempuh jalur hukum atas putusan KPPU. Menurut Wapres, putusan itu diambil untuk mencegah praktik monopoli yang pernah menghancurkan negara di masa lalu terulang kembali.

Wapres Kalla mengingatkan, aturan antimonopoli bukan hanya diterapkan di Indonesia. Indonesia pun menyusun aturan tersebut dengan mengacu pada standar internasional. Oleh karena itu, jika penegakan aturan ini dianggap merugikan suatu pihak, Wapres meminta tak lantas dikatakan aturan Indonesia yang jelek.

"Orang asing atau negara mana pun minta agar kita taat hukum. Begitu kita taat hukum, kenapa marah? Jangan ada standar ganda. Ini penegakan hukum semata. Tidak ada faktor-faktor lain seperti intervensi pemerintah," ujarnya. Ia menambahkan, sebuah perusahaan kelas dunia pernah dihukum denda 600 juta dollar AS oleh pengadilan di luar negeri. Dalam kaitan ini UU Nomor 5 Tahun 1999 memang mempunyai semangat keras antimonopoli.

Anggota KPPU Syamsul Maarif di Jakarta, Rabu, menjelaskan, KPPU menetapkan denda dan mengharuskan Temasek melepaskan saham di Telkomsel atau Indosat karena kepemilikan silang Temasek pada dua operator seluler itu mengakibatkan pasar industri seluler Indonesia tidak kompetitif.

"Meski dari awal divestasi Indosat dilakukan, KPPU tidak pernah setuju, tetapi jika kepemilikan silang itu tidak menimbulkan dampak antipersaingan, KPPU akan memilih untuk mengawasi saja," ujar Syamsul yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pemeriksa Perkara Pelanggaran oleh Temasek.

Bukti pelanggaran

Syamsul menyebutkan sejumlah bukti sebagai dampak negatif kepemilikan silang tersebut.

Tampilnya Telkomsel sebagai penentu tingkat harga (price leader) pada bisnis telekomunikasi dipandang sebagai salah satu bukti. Telkomsel menguasai 61,24 persen di pasar seluler sejak tahun 2001. Bersama Indosat, Telkomsel menguasai 89,61 persen pangsa pasar seluler.

"Banyak pemain di pasar, tetapi tarif Telkomsel tidak pernah turun dan terdapat pola yang jelas bagaimana membuat tarif operator lain mengikuti price leader ini," ujar Syamsul.

Tingkat tarif yang diterapkan juga melampaui rata-rata tarif di negara-negara sekitar Indonesia. "Majelis meyakini, jika kompetisi berjalan, penambahan pemain di pasar akan membuat tarif turun. Apalagi kesenjangan dengan biaya produksinya memang amat besar," katanya.

KPPU memandang pencapaian profit yang demikian eksesif sebagai bukti lain. Pada tahun 2006, tingkat imbal hasil (return on equity) Telkomsel mencapai 55 persen. Studi referensi di berbagai negara menunjukkan, imbal hasil wajar yang tergolong tinggi pada bisnis telekomunikasi berkisar 20 persen.

Di sisi lain, kepemilikan silang Temasek di Indosat dinilai difungsikan sebagai pengontrol karena Indosat yang mestinya tumbuh dan bersaing dengan Telkomsel terhambat perkembangannya. "Sejumlah bukti menunjukkan hal itu," ujar Syamsul.

KPPU menetapkan kelompok usaha Temasek melanggar Pasal 27 (a) UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait kepemilikan silang, sedangkan Telkomsel ditetapkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 terkait praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan.

Terkait kerugian yang ditanggung konsumen akibat penyalahgunaan posisi dominan itu, KPPU mengharuskan Telkomsel menurunkan tarif 15,54 persen, setara imbal hasil 35 persen.

"Artinya, KPPU menerapkan sanksi sangat moderat. Telkomsel bisa menikmati tingkat profit yang luar biasa dibandingkan rata-rata pebisnis sejenis di negara lain," ujar Syamsul.

Menurut dia, UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menyerahkan pengaturan mekanisme persaingan bisnis ini berdasarkan UU Persaingan Usaha.

"Saat ini KPPU bersama BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) sedang menyusun formula penentuan tarif yang didasarkan pada biaya produksi," ujarnya.

Ekonom Faisal Basri mengingatkan, pemerintah juga harus memperbaiki peran kontrolnya melalui regulasi. "Pemerintah memang seharusnya ikut bertanggung jawab karena pelanggaran ini bisa terjadi juga akibat lemahnya regulasi. Tetapi, KPPU hanya bisa memberikan saran kepada pemerintah, bukan menghukum, karena pemerintah bukan pelaku usaha," ujar Faisal.

Advokat Denny Kailimang menyatakan, solusi yang bisa ditempuh ialah pihak yang merasa dirugikan mengajukan keberatan ke pengadilan negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Ayat 2 UU No 5 Tahun 1999. Pasal itu berbunyi, "Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut".

Pakar hukum persaingan usaha Ningrum Natasya Sirait menegaskan, tidak ada jalan lain bagi penyelesaian kasus Temasek kecuali melalui koridor hukum.

Menurut Ningrum, wajar saja jika Temasek memiliki argumentasi lain, misalnya terkait kepemilikan silang yang tidak dipersoalkan sejak awal dilakukan divestasi. Temasek menampik melakukan pengaturan harga sebagai penyalahgunaan posisi dominan.

Amir Syamsuddin, kuasa hukum Asia Mobile Holdings yang termasuk dalam kelompok usaha Temasek, mengatakan, penafsiran KPPU atas Pasal 27 UU No 5/1999 dirasakan meresahkan. Pasal itu melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dengan pasar yang sama.

Masalahnya, Temasek tidak merasa memiliki saham mayoritas. Menurut Amir, Temasek tidak sepatutnya dipersalahkan atas penguasaan pangsa pasar yang besar.

"Kan, masih ada peran pemerintah sebagai regulator. Kami pun bukan pemegang saham mayoritas. Pemegang saham lain, kok, tidak diperhitungkan dalam putusan ini," ujar Amir Syamsuddin, Rabu malam. (DAY/OSA/INU/MAS/FAJ/AS)

No comments: