Thursday, November 29, 2007

Disinsentif Pemakaian Listrik


Rumah Tangga Harus Berhemat


Jakarta, Kompas - Meskipun pemerintah menjamin tidak ada kenaikan tarif dasar listrik, tetapi mulai tahun 2008 pemakaian listrik di atas batas kewajaran akan dikenai disinsentif. Disinsentif yang sebelumnya sudah diterapkan untuk pelanggan industri juga akan diterapkan untuk listrik rumah tangga.

"Kami sedang mengkaji pengenaan disinsentif kepada pelanggan rumah tangga golongan 3," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Rabu (28/11) di Jakarta.

Pelanggan R-3 adalah rumah tangga dengan daya terpasang di atas 6.000 volt ampere (VA). Disinsentif itu merupakan salah satu upaya pemerintah di sisi konsumsi listrik untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 yang jumlahnya Rp 54,7 triliun.

Menindaklanjuti instruksi pemerintah, Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara Alhilal Hamdi mengemukakan, PLN akan menetapkan batas pemakaian listrik mengacu pada kebutuhan dasar. "Hitungan kita, kalau listrik hanya digunakan untuk penerangan dan kebutuhan dasar lainnya, satu rumah tangga hanya butuh 200 VA," katanya.

PLN sebelumnya juga sudah menerapkan kebijakan disinsentif itu untuk menekan pemakaian listrik industri. Melalui aturan Daya Max Plus, industri dengan pemakaian listrik pada waktu beban puncak di atas 50 persen dikenai tarif dua kali lipat normal.

Sedangkan untuk pelanggan rumah tangga yang masih disubsidi, kelebihan pemakaian listrik di atas batas pemakaian akan dikenai tarif keekonomian. Biaya pokok penyediaan produksi rata- rata Rp 900 per kWh, sedangkan harga jual listrik hanya Rp 621 per kWh.

Alhilal mengatakan, dengan adanya disinsentif itu, konsumen diharapkan lebih sadar untuk menghemat pemakaian listrik. Jika pemakaian listrik bisa dihemat, otomatis pemakaian bahan bakar minyak untuk pembangkit juga bisa dikurangi.

Namun, agar kebijakan itu bisa efektif, butuh perluasan penerapan kepada pelanggan rumah tangga. "Jumlah pelanggan R-3 kan tak banyak, karena itu kami akan melihat penerapannya sampai kepada pelanggan 1.300 VA. Pelanggan di kategori ini mendominasi pemakai listrik di sektor rumah tangga," ujar Alhilal.

Lampu hemat energi

Penghematan juga dilakukan dengan penggunaan lampu hemat energi. Pemerintah harus menyediakan dana untuk pengadaan lampu hemat energi. Upaya penghematan di sektor kelistrikan akan mengubah target pertumbuhan PLN.

Koreksi atas target pertumbuhan, penerapan disinsentif, dan upaya penghematan BBM akan dibahas dalam pertemuan prarapat umum pemegang saham pekan depan. "Kemungkinan target growth yang 6,7 persen harus dipangkas jadi 5 persen," kata Alhilal.

Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN Ali Herman Ibrahim mengatakan, masuknya sejumlah pembangkit baru berbahan bakar non-BBM diharapkan bisa mengurangi pemakaian BBM tahun depan.

Di Jawa, pengurangan BBM bakal terkendala dengan rusaknya Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya Unit 5. Pembangkit baru yang diharapkan bisa mengurangi pemakaian BBM antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Darajat III dengan kapasitas 100 megawatt, PLTP Kamojang 100 MW, PLTP Labuhan Angin 115 MW, dan PLTP Tarahan 2 x 110 MW. (DOT)

Ciputra: Wirausaha Harus Atasi Kemelaratan


Jakarta, Kompas - Entrepreneur atau wirausaha baru sangat penting untuk masa depan Indonesia. Mereka harus mampu mengubah Indonesia, bahkan mengubah dunia, yang penuh kemelaratan. Betapa ironisnya Indonesia yang punya kekayaan alam, tetapi rakyatnya miskin.

Ciputra, pengusaha properti, mengungkapkan hal itu ketika terpilih sebagai peraih penghargaan Ernst and Young Entrepreneur of the Year (EOY) 2007 di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (28/11) malam.

Pengumuman pemenang EOY 2007 diumumkan oleh pesulap ilusionis Demian Aditya.

"Penganugerahan ini adalah berkat Tuhan. Setiap tahun kita melahirkan 750.000 lebih sarjana menganggur, setiap tahun sekolah hanya menciptakan pengangguran intelektual, sementara jumlah wirausahanya hanya ada 0,08 persen dari penduduk Indonesia. Tantangan ke depan, kita harus bisa melahirkan wirausaha muda," kata Ciputra.

Ciputra terpilih sebagai penerima penghargaan bergengsi setelah dewan juri menyeleksi 100 pengusaha Indonesia yang bergerak di segala bidang kewirausahaan. Ciputra berhak mewakili Indonesia dalam ajang pemilihan World Entrepreneur of the Year di Monte Carlo tahun 2008 bersama 49 wirausaha lain di seluruh penjuru dunia.

Dari 100 nomine, dewan juri memilih 11 untuk kategori business achievement award. Mereka adalah Bobby Leong (PT Medan Yaohan Santosa), Buntoro (PT Mega Andalan Kalasan), Budyanto Totong (PT Catur Sentosa Adiprana), Ciputra (Grup Ciputra), David Herman Jaya (PT Mekar Armada Jaya), Hertriono Kartowisastro (PT Apexindo Pratama Duta Tbk), Imelda Sundoro (Grup Sun Motor), Karel Mompang Sinaga (PT Asuransi Jiwa Bumi Asih), Sheila Maria Tiwan (PT Carsurin), Sugiono Wiyono (PT Trikomsel Multimedia), dan VP Sharma (PT Mitra Adi Perkasa Tbk). (OSA)

Dampak Kurs


Pembayaran Utang Melonjak Rp 7,2 Triliun



Jakarta, Kompas - Pembayaran utang luar negeri pada tahun 2007 diperkirakan akan melonjak Rp 7,2 triliun dibandingkan dengan perkiraan awal dalam APBN Perubahan atau APBN-P 2007. Hal itu disebabkan terjadinya kenaikan asumsi nilai tukar rupiah dari prediksi awal di APBN-P 2007 sebesar Rp 9.050 per dollar AS menjadi Rp 9.125 per dollar AS.

"Penyebabnya adalah perubahan kurs," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto di Jakarta, Rabu (28/11).

Dalam APBN-P 2007 ditetapkan target pembiayaan luar negeri neto sebesar minus Rp 12,54 triliun. Artinya, pemerintah membayar utang luar negeri lebih besar dibandingkan dengan penyerapan pinjaman baru.

Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri mencapai Rp 54,75 triliun, sedangkan pinjaman yang ditarik Rp 42,21 triliun.

Dalam paparan sembilan langkah pengamanan APBN 2008 pada 27 November 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, akan ada kenaikan pembiayaan luar negeri neto dari Rp 12,45 triliun diperkirakan menjadi Rp 19,7 triliun pada akhir tahun.

Rahmat menegaskan, Indonesia tetap berpegang pada prinsip-prinsip internasional tentang pembayaran utang. "Kami menaati konvensi internasional. Kalau meminjam 10 dollar AS, harus membayar dengan jumlah yang sama," katanya.

Kepala Ekonom BNI A Tony Prasetiantono menegaskan, pembengkakan pembayaran utang itu disebabkan Depkeu salah memprediksi nilai tukar.

Bank Indonesia (BI) tidak mampu melindungi nilai tukar, terutama saat terjadi anomali, yakni rupiah seharusnya menguat karena dollar AS melemah.

"Ke depan, Depkeu dan BI harus memperkuat koordinasi sehingga prediksi Depkeu lebih akurat dan didukung kemampuan BI untuk mengawal prediksi tersebut agar benar-benar terealisasi," saran Tony.

Koordinator Koalisi Antiutang Kusfialdi mengatakan, pembengkakan pembayaran utang yang disebabkan perubahan nilai tukar merupakan alasan klasik yang kerap diungkapkan pemerintah. Padahal, hal itu merupakan ketidakprofesionalan pemerintah dalam mengelola dan mengintegrasikan antara kebijakan fiskal dan moneter.

"Sudah saatnya Indonesia berhenti membayar utang lama yang membuat rakyat jelata semakin menderita," katanya.

Per 31 Oktober 2007, total utang pemerintah setara Rp 1.382,9 triliun di posisi nilai tukar Rp 9.315 per dollar AS. Itu terdiri atas pinjaman luar negeri 60,94 miliar dollar AS dan surat utang negara senilai 87,52 miliar dollar AS.

Departemen Keuangan memperkirakan defisit APBN-P 2007 membengkak dari Rp 58,3 triliun menjadi Rp 76,4 triliun akibat kenaikan asumsi harga minyak dari 60 dollar AS per barrel menjadi 72,59 dollar AS per barrel sepanjang tahun ini.

Namun, pemerintah menetapkan berbagai langkah pengamanan untuk mengembalikan defisit lebih rendah dari target APBN-P 2007, yakni dari 1,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 1,3 persen PDB.

Langkah-langkah itu adalah menaikkan penerimaan perpajakan sekitar Rp 6,1 triliun di atas target APBN-P 2007 sebesar Rp 492 triliun. Kemudian meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 24,3 triliun di atas target APBN-P 2007, senilai Rp 198,3 triliun.

Sebelumnya, pemerintah menyiapkan sembilan langkah pengamanan APBN 2008, antara lain penyiapan dana cadangan Rp 6 triliun, efisiensi belanja barang hingga mencapai Rp 11,7 triliun, pemotongan belanja kementerian lembaga Rp 10 triliun dari kegiatan yang tidak prioritas, meningkatkan penerimaan pajak Rp 14 triliun, dan membayar dana bagi hasil migas Rp 13,9 triliun dengan obligasi.

Kredibilitas rendah

Pengamat kebijakan publik Econit, Hendri Saparini, mengatakan, kesembilan langkah pemerintah itu menunjukkan kredibilitas prediksi pemerintah rendah. Itu menandakan ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan substansi permasalahan.

Dalam kebijakan bahan bakar minyak, tidak pernah ada upaya menghapus peran mencari rente yang mengakibatkan tingginya harga impor. Adapun kebijakan menaikkan penerimaan pajak merupakan kebijakan yang populis.

"Pembayaran dana bagi hasil migas dengan obligasi hanya menambah utang pemerintah. Mengapa tidak ada upaya memaksa kreditor utang luar negeri berbagai beban? Tidak ada upaya penghapusan utang dalam APBN atau sekadar memperkecil cicilan utang di APBN," demikian Hendri Saparini. (OIN)

Monday, November 26, 2007

Bukan Sekadar Goyang Bollywood

Investor dari India giat menanamkan modal di Indonesia

Indonesia rupanya memiliki potensi pasar yang gurih buat investor asal India. Jadi, jangan heran kalau para pengusaha dari sana berbondong-bondong menanamkan investasi mereka di Indonesia

Apa yang muncul di benak Anda kalau mendengar kata India? Bisa jadi, yang langsung terbayang adalah film-film produksi Bollywood, lengkap dengan tarian dan nyanyian mereka. Film-film produksi tanah India tersebut memang banyak peminatnya di Indonesia. Jangan heran kalau artis India macam Shahrukh Khan dan Aishwarya Rai punya banyak penggemar di Indonesia. Tapi, India bukan hanya jago bikin film, lo. Pengusahanya pun piawai berbisnis.

Jadi, wajar kalau pertumbuhan ekonomi di India belakangan semakin moncer saja. Bila dirata-rata, saat ini pertumbuhan ekonomi India bisa mencapai 7% setahun. Bahkan, pertumbuhan GDPIndia di tahun 2006 mencapai 9,4%. Bandingkan dengan angka pertumbuhan India di tahun 1970-an yang hanya mencapai rata-rata 3% per tahun.

Pertumbuhan ekonomi yang mak nyus ini membuat banyak negara tertarik menjalin kerjasama dengan India, terutama kerjasama di bidang ekonomi. Para pengusaha dari India sendiri juga terus memperbesar pasarnya di luar negeri, terutama dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Dus, volume perdagangan antara India dengan negara-negara di Asia Tenggara juga meningkat. Pada tahun 2005-2006, volume perdagangan India dengan negara Asia Tenggara mencapai lebih dari US$ 21 miliar. Padahal, di tahun 2002-2003, volume perdagangan India dengan Asia Tenggara hanya sekitar US$ 9,7 miliar.

Investasi meningkat

India juga bukan hanya meningkatkan ekspor. Para investor asal Negeri Taj Mahal itu juga kian getol berinvestasi langsung (foreign direct investment) di negara lain, salah satunya Indonesia.

Indonesia memang tergolong pasar yang menggiurkan buat India. Navrekha Sharma, Duta Besar India untuk Indonesia, beberapa waktu yang lalu mengungkapkan, minat investor India untuk berinvestasi di Indonesia terbilang tinggi. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 jiwa, ternyata merupakan potensi gede. Saat ini, menurut catatan sang Dubes, India merupakan satu dari lima negara yang memiliki investasi besar di Indonesia.

Volume perdagangan Indonesia dengan India terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005-2006, volume perdagangan kedua negara tercatat mencapai US$ 4,3 miliar, atau tumbuh 11% dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu sebesar US$ 3,9 miliar.Jumlah foreign direct investment dari India ke Indonesia pun tidak main-main. "Nilai investasi India yang telah masuk ke Indonesia mencapai lebih dari US$ 1,5 miliar," ujar Sharma, sebagaimana dikutip Antara.

Total ada sekitar 89 perusahaan dari India yang saat ini berinvestasi secara langsung di Indonesia, baik yang pengusaha perseorangan maupun dalam bentuk konsorsium. Industri yang dimasuki antara lain perbankan, otomotif, dan juga sumber daya dan energi.

Sektor perbankan, misalnya. Bulan Agustus 2007, State Bank of India menyatakan telah mengakuisisi 76% saham Bank Indomonex. Tak lama setelah itu, Bank of India juga mengumumkan telah mengakuisisi 76% saham Bank Swadesi. Nilai akuisisi tersebut mencapai US$ 25 juta.

Di industri otomotif, dua perusahaan otomotif terbesar asal India -- yaitu Bajaj dan TVS -- sudah masuk di Indonesia. Bahkan TVS sudah membangun pabrik di Karawang dengan investasi US$ 45 juta. Menurut B.L.P. Simha, Presiden Direktur TVS Motor Company Indonesia, kapasitas produksi pabrik mencapai 300.000 unit setahun. "Utilisasinya 40% dari kapasitas produksi di tahun pertama," ujarnya.

Nah, berita bisnis yang terbaru, salah satu produsen aluminium asal India menyatakan minatnya untuk berproduksi di Indonesia. National Aluminium Company (Nalco) rencananya bakal menanamkan dana US$ 3 miliar di Sumatra Selatan. Dana itu bakal digunakan untuk membangun pa-brik pengolahan atawa smelter yang mampu menyerap ingot, bahan baku aluminium, sebanyak 500.000 ton per tahun.Sebelum Nalco, Tata Power, perusahaan energi raksasa asal India, juga telah masuk ke Indonesia dengan menguasai 30% saham Kaltim Prima Coal (KPC), Arutmin Indonesia, dan Indocoal dengan nilai US$ 1,3 miliar.

Ke depan, menurut Sharma, India juga tertarik menanamkan modalnya di sektor perkeretaapian dan juga infrastruktur.Wah, semakin hot saja goyangan pebisnis India di Indonesia.

MONOPOLI TEMASEK


Perang Interpretasi Undang-undang


Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU mengenai dugaan monopoli Temasek Holdings di PT Tekomsel dan PT Indosat ternyata masih terus memunculkan polemik sampai sekarang.

Jika diamati, polemik itu tak jauh dari interpretasi beberapa hal yang menjadi dasar keputusan KPPU untuk menyatakan Temasek dan anak- anak perusahaannya bersalah dan dikenai sanksi denda.

Interpretasi itu pula, menurut beberapa pengamat, yang kemungkinan bisa menjadi sandungan bagi KPPU jika Temasek memutuskan membawa masalah ini ke arbitrase internasional.

Pengamat pasar modal Lin Che Wei, misalnya, menyebut contoh soal perbedaan interpretasi mengenai kepemilikan saham mayoritas atau saham pengendali, kepemilikan silang, price fixing/price leadership (penetapan/pengaturan harga), dan keuntungan yang dinilai eksesif.

Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999, menurut dia, tidak melarang adanya kepemilikan silang. Yang dilarang adalah kepemilikan saham secara mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis. "Kepemilikan mayoritas yang disebutkan dalam Pasal 27 UU itu juga kepemilikan ekuitas, bukan pangsa pasar, tidak seperti dimaksudkan KPPU," ujarnya.

Dalam kasus Temasek di Telkomsel dan Indosat, menurut dia, PT Indosat sebagai perusahaan terbuka (listed) harus tunduk pada aturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), sementara PT Telkomsel yang bukan perusahaan listed diatur oleh UU Perseroan Terbatas.

Mengenai dugaan penetapan harga atau kepemimpinan dalam menetapkan harga, Che Wei juga mengatakan, pihak Temasek bisa berkelit, pemerintah selama ini yang menetapkan batas atas tarif dan bukan operator. Che Wei sendiri menyarankan, untuk melindungi konsumen, pemerintah menurunkan ketentuan batas maksimal tarif yang dipatok untuk tarif jasa layanan seluler selama ini.

Yurisdiksi KPPU

Temasek sendiri dalam pembelaannya menyatakan, pihaknya melalui anak perusahaannya tidak memiliki kendali terhadap Telkomsel dan Indosat, menganggap KPPU tidak memiliki yurisdiksi untuk memeriksa para terlapor. Alasannya, karena Temasek dan beberapa anak perusahaan yang menjadi terlapor didirikan berdasarkan hukum di Singapura dan berkedudukan di Singapura serta tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

Salah satu anak perusahaan, ICL, bahkan merupakan badan yang didirikan berdasarkan hukum Mauritius dan berkedudukan di Mauritius.

KPPU membantah Temasek tidak memiliki kendali terhadap Telkomsel dan Indosat melalui anak-anak perusahaannya. Faktanya, Temasek melalui SingTel Mobile memiliki 35 persen saham Telkomsel dan representasi dalam manajemen Telkomsel.

Posisi ini memungkinkan pemilik saham tersebut melaksanakan hak veto untuk beberapa keputusan pemegang saham yang strategis yang memerlukan persetujuan tiga perempat pemegang saham. Selain itu, ada keterlibatan aktif pemegang saham dalam Komite Capex Telkomsel serta kemampuan SingTel Mobile memperoleh akses informasi rahasia di Telkomsel.

Kepemilikan saham bertingkat dari Temasek terhadap anak-anak perusahaannya juga diikuti dengan kewenangan mengangkat direksi di setiap tingkatan.

"Banyak jabatan diisi oleh orang yang sama sehingga memudahkan dalam implementasi kebijakan yang telah ditetapkan oleh induk perusahaan," kata Ketua Umum KPPU Muhamad Iqbal.

Soal yurisdiksi KPPU untuk memeriksa Temasek dan anak-anak perusahaan yang tidak berkedudukan atau tidak didirikan berdasarkan hukum di Indonesia, KPPU menunjuk pengukuhan Mahkamah Agung RI pada beberapa putusan KPPU sebelumnya yang menegaskan bahwa ketentuan UU No 5/1999 juga berlaku pada pelaku usaha yang didirikan atau berdomisili di luar wilayah Indonesia, selama mereka melakukan kegiatan usaha di wilayah RI dan apa yang dilakukannya memiliki dampak di dalam wilayah hukum Indonesia.

Contohnya adalah pengukuhan MA atas keputusan KPPU yang menghukum Frontline Ltd, perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Bermuda, berkedudukan di Norwegia, dan berkantor pusat manajemen keuangan di New York (AS).

Penerapan yurisdiksi esktrateritorial dalam hukum persaingan, menurut Iqbal, bukan hanya dilakukan oleh Indonesia, tetapi juga berbagai negara lain yang memiliki hukum persaingan, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Mengenai penolakan Temasek disebut sebagai pemegang saham mayoritas, baik di Indosat maupun Telkomsel karena kepemilikan yang kurang dari 50 persen, KPPU berpendapat penafsiran saham mayoritas dalam Pasal 27 UU No 5/1999 harus diartikan sebagai kendali.

Di samping memiliki saham dalam jumlah signifikan, Temasek juga memiliki kemampuan mengendalikan Telkomsel dan Indosat berdasarkan kenyataan berikut: di Telkomsel, SingTel Mobile memiliki hak atas dua posisi direktur dan dua posisi komisaris.

Sementara di Indosat, ICL berhak atas delapan dari sembilan posisi direktur dan komisaris di PT Indosat, sedangkan Pemerintah RI sebagai pemegang saham seri A sendiri hanya memiliki hak atas satu posisi direksi dan komisaris.

Dan posisi yang dipegang orang yang dinominasikan anak perusahaan Temasek selama ini selalu posisi-posisi kunci yang sangat menentukan pengambilan keputusan di perusahaan. Di Telkomsel, posisi direktur niaga dan direktur operasi selalu dipegang oleh SingTel Mobile sejak 2002. Sementara di Indosat, posisi yang selalu dipegang orang ICL adalah wakil direktur utama dan direktur keuangan.

Strategis

Selama ini, dalam pengambilan kebijakan-kebijakan perusahaan yang bersifat strategis, harus ada persetujuan dari tiga perempat pemegang saham. Berdasarkan UU PT, pemegang saham yang menguasai lebih dari 25 persen saham bisa memveto keputusan-keputusan itu.

"Faktanya, SingTel memiliki 35 persen di Telkomsel dan ICL 40,77 persen di Indosat sehingga sangat menentukan tercapai tidaknya persetujuan tiga perempat persen pemegang saham tadi," ujar Iqbal.

Mengenai tudingan penetapan atau pengaturan harga, KPPU melihat dominasi akibat struktur terkonsentrasi dan kepemilikan silang membuat Temasek bisa menerapkan tarif ritel jasa layanan seluler yang berindikasi antipersaingan.

Ini terlihat dari pola pergerakan harga Telkomsel, Indosat, dan XL, serta pola perubahan harga antara Telkomsel dan Indosat yang paralel dan relatif minim fluktuasi, atau tak mengikuti fluktuasi komponen pembentuk biaya (biaya produksi).

Keseragaman tarif atau pola tarif yang sama memang tak selalu mengindikasikan adanya price-fixing, namun KPPU melihatnya sebagai fenomena price fixing yang merupakan salah satu indikasi tidak adanya persaingan harga yang seharusnya dilakukan pesaing.

Adanya pertumbuhan jumlah pelanggan yang sangat pesat, menurut KPPU, seharusnya meningkatkan skala ekonomi masing-masing operator dan bisa menekan biaya rata-rata dan harga jasa seluler secara signifikan. Tetapi, ternyata ini tak terjadi. Tak adanya persaingan dan adanya price leadership ditunjukkan oleh pergerakan harga Indosat dan XL mengikuti Telkomsel. Sebaliknya Telkomsel tak menunjukkan reaksi atas penurunan harga yang dilakukan oleh pesaing (Indosat dan XL).

Dominasi dan kepemilikan silang juga membuat operator ini bisa seenaknya menetapkan harga. Data Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi menunjukkan, penetapan harga oleh Telkomsel dan Indosat yang terlalu tinggi sehingga operator menikmati keuntungan eksesif dengan merugikan konsumen.

Masuknya asing, dalam hal ini Temasek, tak membuat konsumen bisa menikmati harga yang kompetitif. Tarif seluler di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa negara lain. Tarif yang diterapkan itu jauh di atas biaya interkoneksinya.

Tingginya tingkat keuntungan yang dinikmati operator itu tercermin pada angka Ebitda Margin (keuntungan setelah pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi) yang mencapai rata-rata 72,09 persen (tertinggi di antara 52 negara di dunia, hanya kalah sedikit dari Filipina) selama kurun 2001-2006 pada Telkomsel.

Untuk Indosat 56,7 persen dan XL 59,72 persen. Berdasarkan perhitungan ini, KPPU menghitung adanya potensi untuk bisa diturunkannya tarif. (sri hartati samhadi)

Menunggu Babak Baru Kasus Temasek-KPPU


Sri Hartati Samhadi


Kemelut kasus monopoli kepemilikan silang di PT Telkomsel dan PT Indosat yang melibatkan Temasek Holdings Pte Ltd, pascadiumumkannya putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU pekan lalu, tampaknya masih akan berkepanjangan.

Temasek dengan reaktif sudah menyatakan akan melawan balik putusan KPPU yang dinilainya tak berdasar.

Seperti sudah diumumkan oleh KPPU dalam Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007, Kelompok Usaha Temasek (KUT) terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 27 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha.

Yang dimaksud KUT di sini adalah Temasek Holdings Pte Ltd (Temasek), raksasa telekomunikasi Singapura dan sejumlah anak perusahaannya; baik yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek maupun perusahaan di mana Temasek hanya memiliki sebagian saham. (lihat skema)

Bukan hanya Temasek dan anak-anak perusahaannya, KPPU juga memutuskan PT Telkomsel bersalah karena melanggar dua pasal, yakni Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5/1999.

Pelanggaran Pasal 27 yang dilakukan oleh KUT adalah terkait kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi seluler terbesar, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat.

Kepemilikan silang ini mengakibatkan Telkomsel yang 40,77 persen sahamnya dimiliki oleh dua anak perusahaan Temasek, yakni Indonesia Communications Limited (ICL) dan Indonesia Communications Pte Ltd (ICPL), berpeluang melakukan monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan di pasar layanan telekomunikasi seluler Indonesia, melalui indikasi penetapan atau pengaturan harga (price fixing/price leadership), pengenaan tarif yang "eksesif", dan menghambat interkoneksi.

Akibatnya, konsumen dirugikan. Kerugian konsumen disebutkan mencapai Rp 14,764 triliun-Rp 30,808 triliun. Kerugian ini dihitung berdasarkan analisa perbandingan dengan tarif di negara-negara lain.

Atas pelanggaran itu, Temasek dan anak-anak perusahaannya sebagai pelapor didenda masing-masing Rp 25 miliar. KUT juga diharuskan melepaskan seluruh kepemilikan dan hak suara di salah satu dari perusahaan telekomunikasi itu. Selain itu, PT Telkomsel juga diperintahkan untuk menghentikan praktik pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan seluler sekurang-kurangnya 15 persen dari tingkat tarif saat putusan dibacakan.

Putusan KPPU menjadi klimaks dari kontroversi mengenai dominasi dan berbagai spekulasi kartel atau praktik persaingan tidak sehat yang diduga dilakukan Temasek di industri seluler Indonesia beberapa tahun terakhir.

Kasus ini sedari awal mendapat banyak sorotan dan dinilai kontroversial karena menyangkut investor asing dan karena kepemilikan silang Temasek sedikit banyak terjadijuga akibat kecerobohan pemerintah sendiri. Pemerintah meloloskan Temasek dalam divestasi Indosat, padahal saat itu Temasek sudah menguasai 35 persen saham Telkomsel.

Temasek sudah mendapat jaminan dari pemerintah saat akan membeli saham Indosat, bahwa aset yang akan mereka beli waktu itu sudah clean dan clear (tidak bermasalah). Menurut Temasek, KPPU sendiri bahkan sudah memberi persetujuan terhadap divestasi Indosat tersebut, meskipun hal ini dibantah KPPU.

Terhadap putusan KPPU ini, Temasek sendiri langsung menunjukkan reaksi keras dan membantah semua yang dituduhkan KPPU. Kubu pro-Temasek menduga ada kepentingan yang bermain di balik diperiksanya Temasek oleh KPPU dan konspirasi untuk menendang Temasek.

Putusan KPPU yang menjatuhkan sanksi denda pada Temasek, menurut mereka, bakal menjadi lonceng kematian bagi investasi di Indonesia, yang saat ini justru sangat diperlukan negara ini untuk menggerakkan kembali ekonominya.

KPPU dituding telah menjadi kuda tunggangan kepentingan kelompok usaha tertentu yang mengincar saham yang dikuasai Temasek. Secara telak, beberapa pihak menyebut kelompok usaha yang dimaksud adalah Alfa Telecom International Mobile (Altimo), raksasa telekomunikasi Rusia yang sebelumnya terang-terangan mengatakan mengincar investasi telekomunikasi di Indonesia.

Perusahaan milik orang keempat terkaya di Rusia itu mengaku sudah menyediakan dana 2 miliar dollar AS untuk keperluan ini. Pers di Singapura menuding Altimo melakukan trik-trik kotor, termasuk menyuap sejumlah kalangan dan membiayai penelitian sejumlah lembaga dalam rangka kampanye buy-back (pembelian kembali) saham Indosat. Sebaliknya, sejumlah pihak lain mengaku dilobi dan dicoba disuap oleh Temasek. Sejumlah media massa di Indonesia bahkan diisukan juga telah dibeli.

Polarisasi

Kasus pemeriksaan KPPU terhadap Temasek juga memunculkan polarisasi pendapat di kalangan akademisi, ekonom, pengamat, praktisi hukum, DPR, dan pemerintah. Sebagian dari mereka mendukung langkah KPPU, sementara sebagian lainnya menganggap KPPU sudah blunder dan melampaui kewenangannya. Contohnya, keputusan KPPU yang mengatur mekanisme penjualan saham kalau saham itu sudah dilepas oleh Temasek.

Selain Altimo, pihak yang termasuk disebut-sebut mengincar saham Telkomsel atau Indosat adalah pengusaha Chaerul Tanjung, Harry Tanoesudibyo, Aburizal Bakrie, dan Aksa Mahmud. Sebelumnya juga ada nama Setiawan Djodi dan Bukaka. Namun sumber lain lagi menyebutkan, ada nama lain yang lebih banyak memengaruhi jalannya drama KPPU-Temasek, yakni salah seorang petinggi di negara ini. Tetapi sekali lagi semua itu hanya isu yang sulit dibuktikan.

Ironisnya, pemerintah yang semula mengatakan akan melakukan buy-back ternyata tak punya uang untuk membeli kembali saham-saham tersebut.

Kalangan di Singapura sendiri melihat ada unsur lain di luar pertimbangan komersial dalam kasus Temasek. Pemeriksaan terhadap Temasek, menurut mereka, merupakan bentuk balas dendam Indonesia karena berbagai ketidakpuasan dalam penyelesaian kasus dengan Singapura, seperti kasus penyelundupan pasir dan perjanjian ekstradisi para debitor kakap yang melarikan diri ke negara itu.

Mereka menuding Indonesia mengidap sindrom xenophopia atau ketakutan berlebihan terhadap kehadiran asing di telekomunikasi karena telekomunikasi dinilai sebagai sektor yang sangat strategis dan sensitif.

Dengan menguasai sektor telekomunikasi Indonesia, sejumlah kalangan di Indonesia mengkhawatirkan intelijen Singapura akan leluasa menyadap dan memata-matai seluruh rahasia negara dan kejadian di dalam negeri Indonesia untuk kepentingan mereka. Apalagi, Singapura melalui Temasek kini juga semakin jauh merambah ke sektor strategis Indonesia lainnya, seperti perbankan, melalui akuisisi sejumlah bank.

Sentimen anti-Temasek dan kekhawatiran masuknya asing ke sektor telekomunikasi yang dianggap bisa mengusik kedaulatan negeri mereka, juga muncul di Thailand. Di Negeri Gajah Putih ini, penjualan Shin Corp, perusahaan telekomunikasi terbesar negara itu bahkan menjadi salah satu pemicu terjungkalnya rezim PM Thaksin Shinawatra yang sangat kuat. Padahal, Shin Corp perusahaan keluarga milik keluarga Thaksin, bukan BUMN seperti Telkom atau Indosat pada awalnya dulu.

Keluhan terhadap Temasek sebenarnya bukan hanya karena kekhawatiran Indonesia akan dimata-matai. Temasek dinilai terlalu kemaruk dan menikmati untung terlalu banyak dari investasinya di Telkomsel dan Indosat, sementara konsumen dan perekonomian nasional tidak terlalu diuntungkan oleh masuknya Temasek. Indikasi KPPU, dominasi Temasek justru menghalangi berkembangnya Indosat dengan menunda-nunda pengembangan jaringan.

Terlepas dari hiruk-pikuk dan semua spekulasi yang ada, Indosat dan Telkomsel memang terlalu seksi untuk diperebutkan. Dengan sekitar 90 persen penguasaan pangsa pasar seluler dan margin keuntungan kedua tertinggi di dunia serta perkembangan pendapatan operasi yang mengikuti pola kuadratik dan eksponensial selama kurun enam tahun terakhir, tidak berlebihan Telkomsel dan Indosat ibaratnya angsa bertelur emas.

Tahun 2006, pendapatan operasi Telkomsel mencapai Rp 29,145 triliun, sementara Indosat Rp 5,895 triliun. Oleh karena itu, banyak kalangan berpendapat, kecil kemungkinan Temasek mau melepas sahamnya di dua perusahaan tersebut.

Bagaimana babak baru kasus Temasek dan siapa akhirnya yang akan mendapat saham yang akan dilepas Temasek, nanti kita lihat saja. Pengacara Temasek dan para praktisi hukum sendiri tidak menutup kemungkinan Temasek akan membawa kasus ini ke mahkamah arbitrase internasional jika pengadilan negeri atau Mahkamah Agung ternyata mengukuhkan putusan KPPU.

Banyak hal bisa terjadi di arbitrase ini. Yang pasti, kasus Temasek menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Terlepas dari adanya sinyalemen "Temasek atau Singapura selama ini terkesan hanya mau bermain bersih di negeri sendiri tetapi mengotori negara tetangga".

Ketua Umum KPPU mencatat, ada puluhan regulasi pemerintah lainnya di berbagai sektor yang justru menciptakan atau membuka peluang terjadinya monopoli, seperti pada kasus sektor telekomunikasi.

Oleh karena itu, mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat, masih menjadi pekerjaan rumah panjang yang menghadang KPPU.

Minyak dan Kemiskinan


Suhardi Suryadi


Ketika harga minyak mencapai 100 dollar AS per barrel, negara-negara Teluk akan kerepotan membelanjakan uangnya meski sudah diinvestasikan untuk berbagai megaproyek di bidang infrastruktur dan ekonomi.

Dengan tingkat ekspor 11,890 juta barrel per hari, Arab Saudi, Kuwait, Emirat, dan Qatar akan mendulang pendapatan 1,189 miliar dollar per hari. Situasi agak paradoks dengan Indonesia.

Bagi Indonesia yang mengekspor 300.000 dan impor 250.000 barrel per hari, kenaikan harga minyak itu nyaris tak berarti apa-apa. Bahkan hal ini bisa menjadi malapetaka bagi 39 juta warga miskin karena berdampak pada kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok serta biaya transportasi

Sebenarnya kenaikan harga minyak dunia yang tak mengubah situasi kemiskinan bukan monopoli Indonesia. Kecuali kawasan Teluk, hampir semua negara berkembang yang tergabung dalam OPEC dihadapkan pada masalah kemiskinan serius. Laporan UNDP tentang Human Development Index (HDI) Tahun 2005 menunjukkan, posisi sebagian besar negara penghasil minyak ada pada urutan tengah dan bawah.

Nigeria, misalnya, dari minyak diperoleh 340 miliar dollar AS per tahun, tetapi HDI-nya pada posisi paling bawah. Bahkan 70 persen warganya rata-rata berpendapatan 1 dollar AS per hari, infrastruktur pendidikan dan kesehatan (terutama di desa) tidak memadai (IFAD, 2007). Juga di Angola. Meski 90 persen pendapatan negara dari minyak sebesar 15 miliar dollar AS per tahun, sekitar 2/3 penduduknya tidak memiliki akses air bersih.

Kekayaan semu

Di depan pemimpin Irak, 17 Maret 2003, Presiden George W Bush mengatakan, "Semua militer dan personel sipil Irak seharusnya berhati-hati, dalam setiap konflik, nasib rakyat amat ditentukan oleh tindakan yang diambil. Jangan menyerang sumur-sumur minyak yang menjadi sumber kekayaan rakyat Irak."

Apa yang disampaikan Presiden Bush bisa berbeda jika melihat fakta. Sebagai negara yang memiliki kekayaan minyak terbesar kedua, cadangan minyak Irak mencapai 112 miliar barrel. Menurut Christian Aid (2005), pendapatan ekspor minyak Irak 100 juta dollar AS per hari. Meski dalam situasi perang dengan Iran, posisi HDI Irak pada urutan 50.

Namun, sejak Perang Teluk dan invasi AS, posisi HDI Irak merosot ke peringkat 126. Bahkan tercatat 19 persen penduduknya tidak memperoleh air bersih dan 48 persen buta huruf. Kekayaan minyak di bumi Irak ternyata menambah keterpurukan penduduknya ke lembah kemiskinan dan perpecahan di masyarakat. Keadaan Irak justru menguatkan studi Bank Dunia dan IMF yang mengindikasikan, negara berkembang yang menggantungkan pendapatannya pada minyak dihadapkan pada masalah kemiskinan akut, korupsi luar biasa, perselisihan antarwarga sipil, dan pemerintahan yang diktator.

Pernyataan Juan P Alfonso, mantan Menteri Perminyakan Venezuela, mungkin lebih tepat.

Dalam pidatonya di OPEC tahun 1970 Alfonso mengatakan, "10 atau 20 tahun dari sekarang, kita akan melihat minyak membawa kejatuhan. Minyak seperti barang kotor atau terbuang." Sinyalemen ini yang mendasari pemerintahan Hugo Sanchez melakukan nasionalisasi kegiatan pengelolaan minyaknya agar kekayaan yang ada tidak bersifat semu, tetapi bermanfaat menyejahterakan negara dan warganya.

Sementara itu, Nigeria lebih memilih kebijakan keterbukaan dalam pengelolaan pendapatan hasil migas melalui pencatatan sistem aliran dana dari migas oleh semua lembaga pemerintah yang terkait pengolahan migas bersama komite independen, sehingga penerimaan negara yang diperoleh dari industri migas menjadi lebih besar 2,2 miliar dollar AS per tahun (EITI, 2005).

Politik migas

Kecemasan terhadap kemiskinan yang timbul dari eksploitasi sektor migas mendorong Bank Dunia me-review keberadaan industri ekstraktif. Dalam laporan review yang dipimpin Prof Emil Salim (2003) dinyatakan, Bank Dunia gagal mendorong industri ekstraktif untuk berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan. Untuk itu, dibutuhkan berbagai perubahan kebijakan, institusi dan kegiatan yang menciptakan operasi industri ekstraktif yang prokelompok miskin dan selaras prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satunya adalah perbaikan governance dalam pengelolaan industri ekstratif yang mendorong partisipasi masyarakat sipil, transparansi dalam penerimaan perusahaan (keuntungan) dan mekanisme yang menjamin persetujuan tanpa paksaan dari masyarakat adat/lokal yang terkena dampak industri ekstraktif.

Bagi Indonesia yang sudah memasuki situasi krisis energi, tidak cukup dengan perbaikan tata kelola di bidang migas. Dibutuhkan kejelasan politik energi nasional. Misalnya, mengkaji kembali kontrak-kontrak migas, peninjauan masalah cost recovery, hak bagi hasil, hingga kewajiban kontraktor menjual minyak mentah ke dalam negeri. Tanpa ini, dikhawatirkan kita akan terjerembab dalam krisis energi dan kemiskinan yang lebih parah.

Suhardi Suryadi Direktur LP3ES

Anomali Nilai Rupiah

Cyrillus Harinowo

Beberapa hari belakangan ini perekonomian Indonesia menampakkan anomali pergerakan nilai rupiah. Ketika nilai mata uang di seluruh dunia mengalami penguatan terhadap dollar AS, nilai rupiah justru terpuruk. Apa yang salah dalam perekonomian kita?

Dewasa ini perkembangan perekonomian global diwarnai melemahnya nilai tukar mata uang dollar AS dan kenaikan harga minyak yang tampaknya tak kunjung henti. Nilai dollar AS menunjukkan keterpurukan tinggi terhadap euro, yen, poundsterling, bahkan seakan sebuah tamparan, nilai mata uang dollar Kanada sudah melampaui nilai dollar AS.

Perkembangan itu sebetulnya sudah bisa diprediksi beberapa tahun lalu. Bahkan, pada tahun 2004, saya menulis artikel di majalah Tempo berjudul "Membaca Tanda-tanda Zaman", intinya memprediksi akan melemahnya nilai tukar mata uang dollar AS terhadap euro karena kelemahan struktural perekonomian AS yang mengalami defisit ganda.

Defisit neraca pembayaran AS sebetulnya sudah berlangsung lama, tetapi defisit APBN baru berlangsung sejak zaman Presiden Bush Jr, yang pada hakikatnya merupakan pembalikan dari keadaan surplus yang dialami Presiden Clinton. Meski demikian, perekonomian AS tampaknya masih mujur beberapa waktu lalu sehingga mampu bertahan dengan nilai tukar dollar AS yang cukup kuat.

Memburuknya perekonomian AS terjadi setelah dipicu krisis perbankan yang berbentuk kegagalan utang KPR yang bermasalah (subprime mortgage). Keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan sentimen pelaku pasar terhadap perekonomian AS. Melemahnya dollar AS beberapa hari ini menyerupai prediksi yang saya buat tiga tahun lalu.

Dasar perekonomian Indonesia

Jika perkembangan ekonomi AS seperti itu, bagaimana dasar perekonomian Indonesia?

Dasar perekonomian Indonesia justru mendapat momentum baru dengan keluarnya angka PDB kuartal III tahun 2007. Pertumbuhan ekonomi yang semula diprediksi lebih lemah dibanding kuartal II ternyata menunjukkan kenaikan yang amat membesarkan hati, yaitu sebesar 6,5 persen. Berdasarkan harga yang berlaku, PDB tahun 2007 hingga kuartal III bahkan sudah mencapai sekitar Rp 2.901 triliun sehingga Ketua BPS optimistis PDB tahun 2007 bukan tidak mungkin akan mencapai Rp 4.000 triliun.

Pencapaian angka PDB sebesar itu jelas merupakan prestasi besar. PDB 2007 mencapai 420 miliar dollar AS hingga sekitar 440 miliar dollar AS, jauh melampaui prediksi majalah Economist akhir tahun lalu (The World in 2007) yang menempatkan Indonesia pada posisi PDB sebesar 396 miliar dollar AS dan menduduki urutan 21 dunia. Posisi ini persis di bawah Taiwan yang diperkirakan akan memperoleh PDB sekitar 396 miliar dollar AS pada tahun 2007.

Dengan pencapaian pada tiga kuartal pertama itu, bukan tidak mungkin Indonesia akan menduduki perekonomian dunia ke-20 menggantikan Taiwan pada tahun 2007. Bahkan, jika tidak ada aral melintang, perekonomian Indonesia mampu melampaui perekonomian Swiss pada tahun 2008.

Membaiknya perekonomian itu terutama didorong dua motor besar, yaitu perekonomian yang berbasis sumber daya alam (termasuk perkebunan) sebagaimana Kanada dan Australia serta perekonomian yang berbasis jumlah penduduk yang besar sebagaimana halnya China dan India. Kedua hal itu mampu memacu perkembangan ekonomi Indonesia karena membaiknya harga komoditas hampir di segala sektor dan meningkatnya daya beli 220 juta penduduk Indonesia.

Mengapa rupiah melemah

Mengapa anomali itu terjadi? Ini terjadi karena perkembangan nilai tukar rupiah ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang dollar AS di pasar valuta asing Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia menyebabkan penerimaan dollar AS oleh pemerintah dari kontraktor minyak mengalami peningkatan tajam. Kenaikan penerimaan devisa ini diterima langsung Bank Indonesia. Sementara itu, dugaan saya, Pertamina harus membeli minyak impor (yang umumnya dibeli di pasar spot) dengan membeli devisa di pasar bebas. Keadaan ini menyebabkan naiknya permintaan terhadap dollar AS, sementara kenaikan penawarannya lebih terbatas.

Jika hal ini benar, keadaan mirip situasi tahun 2005. Permintaan yang besar dari Pertamina akhirnya membuat pasar valuta asing megap-megap sehingga mendorong terjadinya pelemahan nilai rupiah. Pelemahan nilai rupiah akan menimbulkan permintaan baru dari para spekulan maupun mereka yang ketakutan akan melemahnya nilai rupiah sehingga buru-buru membelinya. Inilah yang akhirnya dapat menimbulkan panic buying.

Solusi apa yang bisa ditempuh? Bank Indonesia memiliki cadangan devisa yang besar. Bahkan neraca pembayaran secara keseluruhan pun mengalami surplus besar. Sementara itu, ekspor minyak sawit, batu bara, dan komoditas lain memberi tambahan surplus kepada neraca pembayaran Indonesia. Karena itu, Bank Indonesia tidak perlu khawatir untuk mengalihkan pembelian dollar oleh Pertamina langsung ke Bank Indonesia untuk menjaga keseimbangan pasar itu. Bahkan, jika diperlukan, minimal pada awal operasinya, Bank Indonesia dapat membalikkan situasi dengan melakukan intervensi beli dollar AS dalam jumlah kecil, tetapi dapat memberi dampak psikologis yang besar.

Jika diagnosis itu benar, langkah itu diyakini akan dapat memperkuat kembali kedudukan nilai rupiah dan akan menghapus anomali yang ada.

Cyrillus Harinowo Rektor ABFI Institute Perbanas

Friday, November 23, 2007

Indonesia Tidak Mandiri


Ketergantungan Impor Komoditas Pertanian Semakin Kuat

Jakarta, Kompas - Indonesia tumbuh sebagai bangsa yang kurang percaya diri dan mandiri di sektor pertanian. Sebagian besar produk pangan untuk kebutuhan warganya dipenuhi dari impor. Padahal, dengan mengandalkan lahan tropis yang sangat luas, bangsa ini seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan dari hasil kerja petaninya.

Demikian disampaikan mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional IX, yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kamis (22/11) di Jakarta.

Menurut Siswono, tekad bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri di bidang pangan merosot. Pemerintah dan masyarakat tampil menjadi pribadi yang tidak lagi memiliki kepercayaan diri di bidang pangan.

Kesulitan memenuhi kebutuhan pangan selalu diatasi dengan kebijakan impor. Devisa terkuras untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sebenarnya bisa dipenuhi dari produksi petani.

Kebijakan revitalisasi pertanian memang sudah digulirkan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, kebijakan politik itu tidak diimplementasikan dengan sungguh-sungguh. Padahal, masyarakat membutuhkan kekuatan kebijakan pemerintah.

Akibat dari tidak adanya perencanaan matang di sektor pertanian, Indonesia kini mengimpor 30 persen kebutuhan gula nasional, 25 persen kebutuhan daging sapi, dan 50 persen atau sekitar 1 juta ton garam.

Selain itu, Indonesia juga harus mengimpor 45 persen dari kebutuhan kedelai nasional, 10 persen kebutuhan jagung, 15 persen kacang tanah, dan 70 persen susu. Bawang putih pun harus diimpor. Sementara itu, impor beras mencapai 1,2 juta ton.

Kebijakan mengutamakan impor telah membuat petani semakin miskin. Sebab, insentif dari impor dinikmati oleh petani dari negara pengekspor.

Jumlah petani gurem dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar per keluarga bertambah, yaitu dari 10,9 juta KK (berdasar sensus pertanian 1993) menjadi 13,7 juta (2003).

Jumlah orang miskin di Indonesia periode 1998-2006 juga relatif tinggi, yaitu 34 juta-50 juta jiwa. Sebagian besar rakyat miskin itu berada di pedesaan, yang notabene mereka adalah petani dengan sumber pendapatan utama keluarga dari pertanian.

Keunggulan komparatif

Menurut Siswono, untuk membangun kembali pertanian Indonesia, optimisme masyarakat, khususnya petani, harus dibangkitkan.

Kebijakan fiskal juga harus propertanian. "Sekarang ini tidak. Dari 440 kabupaten yang saya teliti, tidak satu pun pemerintah daerah yang mengalokasikan dana APBD lebih dari 5 persen untuk membangun pertanian," ujar Siswono.

Pemerintah daerah, lanjut Siswono, lebih senang membangun jalan kota dan gedung pemerintahan. "Pemerintah pusat tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.

Di bidang moneter, nilai tukar terus ditekan sehingga produk pertanian menjadi mahal dan berdampak pada inflasi. Sementara itu di sisi lain, dengan harga komoditas yang meningkat, petani akan diuntungkan sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Achmad Suryana, untuk membangun kembali sektor pertanian diperlukan dukungan penuh pemerintah. Infrastruktur seperti jalan desa, jalan usaha tani, listrik, dan air bersih harus dikembangkan. Selain itu, keberanian pemerintah memproteksi pertanian domestik juga diperlukan. Negara maju seperti AS dan Uni Eropa juga memproteksi petaninya. (MAS)

Waspadai Dampak Krisis Harga Minyak ke Inflasi


Depkeu Siap Bayar Lunas Semua Kebutuhan Subsidi BBM 2007

Jakarta, Kompas - Dampak lonjakan harga minyak di pasar dunia atas kenaikan laju inflasi di Indonesia segera menjadi kenyataan. Itu disebabkan lonjakan harga minyak akan mendorong harga bahan bakar minyak industri domestik. Pada saat bersamaan harga komoditas juga akan terdorong naik. Akibatnya, inflasi pun melaju lebih cepat akibat kenaikan ongkos produksi.

"Kenaikan harga BBM industri akan mengakibatkan cost push inflation atau inflasi yang didorong kenaikan ongkos produksi. Harga minyak akan menyeret kenaikan harga komoditas primer sehingga harga domestik naik," ujar pengamat moneter Iman Sugema di Jakarta, Kamis (22/11).

Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo menyebutkan, setiap kenaikan harga BBM industri 10 persen berkontribusi terhadap inflasi sekitar 0,2-0,3 persen. Kontribusi ini akan menjadi kenyataan dalam 2-3 bulan ke depan. "Itu tergantung pemerintah dalam menentukan kenaikan harga BBM industri," katanya.

Belum lama ini pemerintah menetapkan mekanisme baru perhitungan harga BBM industri berupa kenaikan harga dalam dua minggu sekali. Itu dilakukan sebagai penyesuaian terhadap fluktuasi harga minyak mentah di pasar dunia.

"Kenaikan itu semata-mata gradualisasi atau kenaikan bertahap. Terlebih dahulu diumumkan pemerintah kepada publik, agar memberi ruang bagi dunia usaha dalam memastikan langkah antisipasi," ujar Bambang.

Sebaliknya, Kepala Ekonom Bank Mandiri Martin Panggabean mengatakan, lonjakan harga minyak tidak akan berpengaruh banyak terhadap inflasi di dalam negeri. "Jadi, BI tetap bisa menurunkan BI Rate pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) mendatang," katanya.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom mengatakan, potensi inflasi tinggi akan terjadi pada tahun 2008. Itu disebabkan dari target inflasi 5 plus minus 1 persen, realisasinya bisa melampaui 6 persen.

"Laju inflasi bisa ditekan jika utilisasi industri dinaikkan tanpa menimbulkan biaya produksi yang terlalu tinggi. Selain itu, pemerintah perlu menjaga struktur fiskal tetap sehat sehingga tidak perlu ada kenaikan administered price (harga yang ditetapkan pemerintah)," katanya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan, kenaikan harga minyak mentah tak perlu membuat bangsa menangis. Indonesia bisa bertahan karena memiliki minyak, batu bara, dan gas. "Tinggal bagaimana kita mengaturnya agar semua ini memakmurkan rakyat," ujar Wapres.

Dibayar lunas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pihaknya akan membayar lunas semua kebutuhan subsidi BBM 2007 akhir tahun ini juga. Ini dilakukan agar pembukuan keuangan pemerintah lebih tertib.

"Pembukuan pemerintah menjadi lebih bersih karena tidak ada tagihan ke Pertamina. Begitu juga Pertamina karena tidak punya tagihan (subsidi BBM) ke pemerintah," ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, pembayaran lunas itu akan didahului konsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena jumlah subsidi yang dibayar lebih besar dibandingkan target awal APBN Perubahan (APBN-P) 2007. "Saya minta pembayaran itu tidak menjadi temuan BPK karena saat diaudit sudah tahu," katanya.

Dalam APBN-P 2007 ditetapkan target subsidi BBM sebesar Rp 55,6 triliun. Namun, pemerintah memperkirakan realisasinya akan melonjak ke posisi Rp 87,77 triliun di akhir tahun.

Peningkatan subsidi BBM itu terjadi karena produksi minyak yang siap dijual (lifting) rata-rata turun dari 950.000 barrel per hari menjadi 910.000 barrel per hari. Selain itu, konsumsi BBM bersubsidi melonjak dari 36 juta kiloliter menjadi 38,2 juta kiloliter. Adapun jumlah minyak tanah yang dikonversi ke elpiji lebih rendah dari target awal 319.000 kiloliter menjadi 20.638 kiloliter.

Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick Siahaan mengatakan, selama ini pembayaran subsidi BBM dilakukan melalui mekanisme offset, yakni menghitung bagian minyak pemerintah yang diolah di kilang Pertamina. "Subsidinya lancar dibayar setiap bulan setelah verifikasi oleh BPH Migas dan Depkeu. Itu dibayar 95 persen dulu, 5 persen lainnya dikumpulkan dan dibayarkan setiap kuartal, sebagai mekanisme koreksi," katanya.

Harga minyak mentah berada di kisaran 97 dollar AS per barrel, kemarin. Minyak jenis light sweet untuk pengiriman Januari diperdagangkan pada harga 97,30 dollar AS per barrel pada perdagangan elektronik di Bursa Berjangka New York. Para pelaku khawatir akan kurangnya pasokan minyak dan melemahnya nilai tukar dollar AS. Investor juga waswas dan melindungi posisinya karena pasar keuangan AS tutup pada Kamis karena hari Thanksgiving. (AFP/FAJ/OSA/OIN/DOT/DAY/JOE/INU)

Thursday, November 22, 2007

Minyak Cetak Rekor Baru


Pembatasan Pemakaian BBM Mutlak Diperlukan

Jakarta, Kompas - Harga minyak di pasar internasional, Rabu (21/11), melejit ke angka 99,26 dollar AS per barrel. Ini rekor tertinggi sepanjang sejarah. Lonjakan harga minyak tersebut dipicu terutama oleh melemahnya dollar AS dan kekhawatiran terhadap ketatnya suplai minyak dunia.

Kemarin, mata uang dollar AS terus melemah ke posisi terburuknya, yakni 1,4855 per euro, sejak mata uang tunggal Eropa itu diluncurkan tahun 1999.

Di bursa New York, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Januari mencapai 99,29 dollar AS per barrel.

Lonjakan harga juga dialami minyak jenis Brent. Di bursa London, harga minyak Brent untuk pengiriman Januari menembus angka 96,53 dollar AS per barrel. Ini juga merupakan rekor tertinggi.

"Pasar bersiap-siap untuk mendorong harga minyak menembus 100 dollar AS per barrel," ujar Victor G Shum, analis energi dari Purvitz and Geertz.

Sementara, pelemahan dollar AS terhadap euro dipicu oleh meningkatnya ekspektasi terhadap memburuknya perekonomian AS dan pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed).

The Fed memperkirakan, ekonomi AS akan tumbuh 1,8 hingga 2,5 persen. Padahal, perkiraan sebelumnya, ekonomi AS akan tumbuh 2,5-2,75 persen.

Dampak

Kenaikan harga minyak di pasar internasional mau tidak mau berpengaruh terhadap harga bahan bakar minyak di dalam negeri yang tidak disubsidi.

Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, dampaknya akan segera terasa. Industri harus menanggung kenaikan harga. "Seluruh dunia terkena dampak kenaikan ini, industri harus mencari cara untuk mengatasinya, jangan cengeng lagi," kata Faisal.

Faisal mengimbau agar pemerintah mengambil langkah yang lebih serius untuk mengantisipasi dampak kenaikan.

"Memotong anggaran yang tidak perlu belum menyelesaikan masalah. Kita masih boros. Pembatasan pemakaian BBM mutlak diperlukan," ujarnya.

Deputi Direktur BBM Industri PT Pertamina Djoko Prasetyo mengatakan, industri sebenarnya bisa memperkirakan kenaikan harga BBM industri untuk tanggal 1 Desember, yaitu dari harga rata-rata Mean of Platts Singapore tanggal 8-23 November.

Masih aman

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi APBN masih aman walaupun harga minyak meningkat 10 dollar AS, menjadi rata-rata 70 dollar AS per barrel. Peningkatan itu memberi surplus penerimaan minyak dan gas Rp 0,3 triliun-Rp 0,5 triliun setelah dikurangi pengeluaran.

Dampak kenaikan harga minyak secara umum bersifat netral terhadap anggaran pemerintah. Sebab, kebutuhan subsidi BBM yang meningkat dapat ditutup dengan meningkatnya penerimaan dari hasil ekspor minyak.

Anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo berpendapat, meski harga minyak mentah mencapai 100 dollar AS per barrel hingga akhir tahun, pemerintah diperkirakan masih dapat menanggung beban itu asalkan produksi minyak tidak turun di bawah 1 juta barrel per hari.

Pasar

Kekhawatiran para investor terhadap harga minyak yang semakin mendekati 100 dollar AS per barrel, serta kemungkinan perlambatan ekonomi AS, membuat saham-saham di bursa Asia anjlok. Sebab, AS merupakan pasar utama ekspor Asia.

Indeks Nikkei Jepang turun hingga 2,46 persen, Hongkong melemah 4,2 persen, dan Seoul turun 3,5 persen.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta turun 61,24 poin menjadi 2.563,62, dengan nilai transaksi Rp 6,19 triliun.

Adapun melemahnya nilai tukar rupiah 30 poin ke posisi Rp 9.375 per dollar AS, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Aslim Tadjuddin, adalah seiring dengan melemahnya mata uang regional, yaitu won Korea dan peso Filipina.

"Itu dipicu oleh adanya perpindahan aset portofolio dari negara emerging market seperti Indonesia ke negara maju seperti Jepang," kata Aslim.

Menurut Aslim, melemahnya rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia.

Berdasarkan perhitungan BI, kenaikan harga minyak hingga 90 dollar AS per barrel akan menciptakan surplus neraca pembayaran yang makin besar. Dari sisi penerimaan, minyak memang defisit, namun jika ditambah penerimaan dari gas, hasilnya positif. (DOT/JOE/FAJ/AFP)

Temasek Memiliki Motif Kendalikan Kompetitor


Jakarta, Kompas - Temasek diperkirakan memang memiliki motif untuk mengendalikan kompetitornya pada bidang telekomunikasi. Salah satu indikasinya adalah ditunjukkan dengan lambannya perkembangan bisnis Indosat.

Ketua Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memeriksa dan memutus perkara Temasek Syamsul Maarif menuturkan, motif Temasek untuk mengendalikan kompetitor melalui penguasaan saham Indosat sulit dibantah.

Meskipun memiliki profit, Indosat tidak agresif dalam persaingan, terutama karena pembangunan jaringan (Base Transceiver Station/BTS).

Dalam pemeriksaan terungkap, empat direktur Indosat bahkan telah melobi pemegang saham di Singapura terkait keterlambatan pembangunan jaringan BTS. Akan tetapi, upaya itu tak membawa hasil.

"Tidak jelas mengapa jabatan direktur utama pada perusahaan sebesar itu dibiarkan kosong sekian lama," ujar Syamsul.

Sementara itu kuasa hukum Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) Ignatius Andy mengatakan, Temasek tidak dapat mengontrol operasional Indosat maupun Telkomsel. Perusahaan investasi pemerintah Singapura ini lebih mementingkan kinerja tahunan anak perusahaannya yaitu STT dan SingTel.

Ketika ditanya mengapa Temasek sangat tertarik untuk berinvestasi pada bidang telekomunikasi di Indonesia Andy mengatakan, Temasek tidak hanya berinvestasi pada bidang telekomunikasi, melainkan juga pada bidang lain seperti perbankan. Di Indonesia, Temasek memiliki saham secara tidak langsung pada Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia.

Di sisi lain, Syamsul Maarif menambahkan, meskipun masih memiliki 14,96 persen saham di Indosat, saham pemerintah Indonsia tergolong saham seri A, sehingga pemerintah tidak bisa terlibat dalam pengambilan keputusan operasional.

Lepas Indosat

Sementara itu, Lembaga pemeringkat Fitch Rating dalam risetnya mengatakan, kecil kemungkinan Temasek akan melepaskan saham Telkomsel. Fitch berpendapat, jika Temasek melepaskan Telkomsel, akan mempengaruhi kinerja SingTel.

Telkomsel merupakan bintang SingTel yang berkinerja sangat baik dan merupakan mesin pertumbuhan aset SingTel di luar negeri. Pendapatan dari Telkomsel menyumbangkan porsi yang cukup besar, yakni sekitar 21 persen pendapatan grup SingTel sebelum pajak dan menyumbangkan 51 persen dividen ke SingTel.

Diperkirakan Temasek lebih rela melepaskan Indosat. Indosat memiliki posisi pasar yang lebih lemah serta valuasi lebih rendah dibandingkan Telkomsel. Indosat juga bukan merupakan faktor pendukung yang signifikan bagi STT maupun Temasek. Per Juni 2007, pangsa pasar selular Indosat hanyalah 26 persen dibandingkan dengan 56 persen pangsa pasar Telkomsel. (day/osa/joe)

KPPU Bertindak Ketika Berdampak


Pemerintah Yakin Dapat Kendalikan

Jakarta, Kompas - Isu kepemilikan silang sebenarnya pernah ditanyakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha kepada pemerintah setelah divestasi saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd yang terafiliasi dengan Singapore Telecommunication, pemilik saham Telkomsel.

"Pemerintah meminta reschedule dan baru terlaksana Januari 2003. Ketika itu pemerintah menjelaskan pada KPPU, pemerintah tetap bisa mengendalikan sehingga kepemilikan silang tak akan berdampak negatif," ujar anggota KPPU Syamsul Maarif di Jakarta, Rabu (21/11).

Menurut Syamsul, KPPU memilih menerapkan penafsiran maksimal atas Pasal 27 UU No 5/1999 yang menyangkut kepemilikan silang tersebut. "Artinya, kami berpersepsi positif dulu bahwa dua operator itu tetap akan dapat bersaing dengan sehat, seperti yang diyakinkan pemerintah. KPPU hanya akan mengawasi," ungkapnya.

Meski demikian, KPPU tidak pernah memberikan persetujuan atas divestasi Indosat.

Selama tiga tahun kepemilikan silang berjalan, KPPU menilai pemerintah tak dapat mengendalikan dampak negatif yang muncul akibat kepemilikan silang. Dengan demikian, pemeriksaan dan putusan KPPU mengenai monopoli baru keluar Senin (19/11), lima tahun setelah transaksi divestasi saham Indosat.

KPPU menilai, struktur kepemilikan silang kelompok Temasek menyebabkan priceleadership. Telkomsel sebagai pemimpin pasar menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Sebenarnya apa yang terjadi sudah dikhawatirkan berbagai kalangan sejak tahun 2002.

Pemerintah Indonesia melakukan privatisasi atas Indosat dua kali pada tahun 2002. Ketika itu, pemerintah ditargetkan mendapatkan dana untuk menambal APBN dari privatisasi sebesar Rp 6,5 triliun.

Pertama, pada Mei 2002 sebanyak 8,1 persen saham Indosat dengan perolehan dana Rp 1,1 triliun. Kedua, Desember 2002 sebesar 41,94 persen dengan hasil Rp 5,62 triliun sehingga pada tahun 2002 pemerintah mendapatkan dana Rp 6,72 triliun dan akhirnya tinggal menguasai 14,96 persen saham Indosat. Dengan demikian, harga 100 persen saham Indosat setara dengan Rp 13 triliun. STT menyingkirkan pesaingnya, Telekom Malaysia.

Harga beli saham Indosat oleh STT sebesar Rp 12.950 per lembar cukup tinggi. Karena, harga itu 50,6 persen di atas (premium) harga penutupan di BEJ pertengahan Desember 2002 yang berada pada posisi Rp 8.600 per lembar. Harga itu juga di atas nilai buku saham Indosat sebesar Rp 10.400. Telekom Malaysia yang disingkirkan STT hanya menawar Rp 12.650 per lembar.

Sementara itu, SingTel, anak perusahaan Temasek Holdings, juga telah menguasai 35 persen saham PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). STT bersama SingTel adalah anak perusahaan yang bernaung di bawah perusahaan milik Pemerintah Singapura, Temasek Holdings (Pte) Ltd. STT di antaranya memberi layanan broadband, jasa multimedia, dan telepon. Jaringan bisnis STT ada di China, Filipina, Hongkong, Makao, Malaysia, dan Taiwan. Kemenangan tender saham Indosat oleh STT menjadikannya dapat mengontrol Satelindo dan IM3, dua anak perusahaan Indosat di bisnis operator telepon seluler.

Tidak membeli

Kuasa Hukum Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd Ignatius Andy yang dihubungi di Singapura mengatakan, Temasek Holdings tidak pernah membeli saham PT Indosat Tbk. Yang membeli saham Indosat adalah STT, STT Communications Ltd, Asia Mobile Holding Company Pte Ltd, dan Asia Mobile Holdings Pte Ltd. Saham Telkomsel dibeli oleh Singapore Telecomunications (SingTel) Ltd.

"Dari sini kepemilikan silang Temasek yang dituduhkan KPPU tidak terpenuhi. Kami berbeda dengan SingTel," kata Andy.

Menurut Andy, Temasek tidak bisa mengontrol Indosat atau Telkomsel karena Temasek tidak berada dalam satu garis komando. Bagi Temasek, sebagai pemegang saham di STT maupun SingTel, laporan kinerja tahunan STT dan SingTel itulah yang penting. Laporan tahunan itu menyangkut pembagian dividen dan prospek perusahaan.

Soal motif Temasek yang gencar berinvestasi di bidang telekomunikasi, Andy menuturkan, "Temasek sebagai perusahaan investasi bukan hanya menanamkan modal di bidang telekomunikasi. Juga bidang lain, seperti perbankan." (DAY/OSA/JOE)

Persaingan Usaha Butuh Aturan


Investor yang Siap Bersaing Tak Akan Resah

Jakarta, Kompas - Penegakan aturan persaingan usaha diyakini tidak akan meresahkan investor yang siap bersaing secara sehat. Penanaman modal dalam sistem pasar yang terbuka justru membutuhkan kepastian bahwa kompetisi dapat berjalan. Investasi juga mesti diikuti dengan ketaatan pada hukum yang berlaku.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengharapkan putusan komisi ini terhadap kelompok usaha Temasek dipandang sebagai upaya memperbaiki iklim persaingan usaha di Indonesia. Meski demikian, aturan perundangan memberi ruang bagi pengajuan keberatan atas putusan KPPU melalui pengadilan negeri.

Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (21/11), mempersilakan Temasek menempuh jalur hukum atas putusan KPPU. Menurut Wapres, putusan itu diambil untuk mencegah praktik monopoli yang pernah menghancurkan negara di masa lalu terulang kembali.

Wapres Kalla mengingatkan, aturan antimonopoli bukan hanya diterapkan di Indonesia. Indonesia pun menyusun aturan tersebut dengan mengacu pada standar internasional. Oleh karena itu, jika penegakan aturan ini dianggap merugikan suatu pihak, Wapres meminta tak lantas dikatakan aturan Indonesia yang jelek.

"Orang asing atau negara mana pun minta agar kita taat hukum. Begitu kita taat hukum, kenapa marah? Jangan ada standar ganda. Ini penegakan hukum semata. Tidak ada faktor-faktor lain seperti intervensi pemerintah," ujarnya. Ia menambahkan, sebuah perusahaan kelas dunia pernah dihukum denda 600 juta dollar AS oleh pengadilan di luar negeri. Dalam kaitan ini UU Nomor 5 Tahun 1999 memang mempunyai semangat keras antimonopoli.

Anggota KPPU Syamsul Maarif di Jakarta, Rabu, menjelaskan, KPPU menetapkan denda dan mengharuskan Temasek melepaskan saham di Telkomsel atau Indosat karena kepemilikan silang Temasek pada dua operator seluler itu mengakibatkan pasar industri seluler Indonesia tidak kompetitif.

"Meski dari awal divestasi Indosat dilakukan, KPPU tidak pernah setuju, tetapi jika kepemilikan silang itu tidak menimbulkan dampak antipersaingan, KPPU akan memilih untuk mengawasi saja," ujar Syamsul yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pemeriksa Perkara Pelanggaran oleh Temasek.

Bukti pelanggaran

Syamsul menyebutkan sejumlah bukti sebagai dampak negatif kepemilikan silang tersebut.

Tampilnya Telkomsel sebagai penentu tingkat harga (price leader) pada bisnis telekomunikasi dipandang sebagai salah satu bukti. Telkomsel menguasai 61,24 persen di pasar seluler sejak tahun 2001. Bersama Indosat, Telkomsel menguasai 89,61 persen pangsa pasar seluler.

"Banyak pemain di pasar, tetapi tarif Telkomsel tidak pernah turun dan terdapat pola yang jelas bagaimana membuat tarif operator lain mengikuti price leader ini," ujar Syamsul.

Tingkat tarif yang diterapkan juga melampaui rata-rata tarif di negara-negara sekitar Indonesia. "Majelis meyakini, jika kompetisi berjalan, penambahan pemain di pasar akan membuat tarif turun. Apalagi kesenjangan dengan biaya produksinya memang amat besar," katanya.

KPPU memandang pencapaian profit yang demikian eksesif sebagai bukti lain. Pada tahun 2006, tingkat imbal hasil (return on equity) Telkomsel mencapai 55 persen. Studi referensi di berbagai negara menunjukkan, imbal hasil wajar yang tergolong tinggi pada bisnis telekomunikasi berkisar 20 persen.

Di sisi lain, kepemilikan silang Temasek di Indosat dinilai difungsikan sebagai pengontrol karena Indosat yang mestinya tumbuh dan bersaing dengan Telkomsel terhambat perkembangannya. "Sejumlah bukti menunjukkan hal itu," ujar Syamsul.

KPPU menetapkan kelompok usaha Temasek melanggar Pasal 27 (a) UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait kepemilikan silang, sedangkan Telkomsel ditetapkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 terkait praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan.

Terkait kerugian yang ditanggung konsumen akibat penyalahgunaan posisi dominan itu, KPPU mengharuskan Telkomsel menurunkan tarif 15,54 persen, setara imbal hasil 35 persen.

"Artinya, KPPU menerapkan sanksi sangat moderat. Telkomsel bisa menikmati tingkat profit yang luar biasa dibandingkan rata-rata pebisnis sejenis di negara lain," ujar Syamsul.

Menurut dia, UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menyerahkan pengaturan mekanisme persaingan bisnis ini berdasarkan UU Persaingan Usaha.

"Saat ini KPPU bersama BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) sedang menyusun formula penentuan tarif yang didasarkan pada biaya produksi," ujarnya.

Ekonom Faisal Basri mengingatkan, pemerintah juga harus memperbaiki peran kontrolnya melalui regulasi. "Pemerintah memang seharusnya ikut bertanggung jawab karena pelanggaran ini bisa terjadi juga akibat lemahnya regulasi. Tetapi, KPPU hanya bisa memberikan saran kepada pemerintah, bukan menghukum, karena pemerintah bukan pelaku usaha," ujar Faisal.

Advokat Denny Kailimang menyatakan, solusi yang bisa ditempuh ialah pihak yang merasa dirugikan mengajukan keberatan ke pengadilan negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Ayat 2 UU No 5 Tahun 1999. Pasal itu berbunyi, "Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut".

Pakar hukum persaingan usaha Ningrum Natasya Sirait menegaskan, tidak ada jalan lain bagi penyelesaian kasus Temasek kecuali melalui koridor hukum.

Menurut Ningrum, wajar saja jika Temasek memiliki argumentasi lain, misalnya terkait kepemilikan silang yang tidak dipersoalkan sejak awal dilakukan divestasi. Temasek menampik melakukan pengaturan harga sebagai penyalahgunaan posisi dominan.

Amir Syamsuddin, kuasa hukum Asia Mobile Holdings yang termasuk dalam kelompok usaha Temasek, mengatakan, penafsiran KPPU atas Pasal 27 UU No 5/1999 dirasakan meresahkan. Pasal itu melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dengan pasar yang sama.

Masalahnya, Temasek tidak merasa memiliki saham mayoritas. Menurut Amir, Temasek tidak sepatutnya dipersalahkan atas penguasaan pangsa pasar yang besar.

"Kan, masih ada peran pemerintah sebagai regulator. Kami pun bukan pemegang saham mayoritas. Pemegang saham lain, kok, tidak diperhitungkan dalam putusan ini," ujar Amir Syamsuddin, Rabu malam. (DAY/OSA/INU/MAS/FAJ/AS)

Menggugat Temasek



Marwan Batubara


Anggota DPD RI, DKI Jakarta

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Senin 19 November 2007 membacakan putusan tentang pelanggaran UU No 5 Tahun 1999, yang berkaitan dengan kepemilikan silang yang dilakukan oleh kelompok usaha Temasek (Temasek) dan praktik monopoli Telkomsel. Putusan tersebut antara lain menyatakan bahwa Temasek terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 27 huruf a UU No 5/1999. Atas pelanggaran tersebut Temasek antara lain diperintahkan untuk melepas kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan, Indosat atau Telkomsel, membayar denda Rp 250 miliar dan menghentikan praktik pengenaan tarif tinggi dengan menurunkan tarif layanan seluler sekurang-kurangnya 15 persen.

Karena praktik monopoli yang dilakukan oleh Temasek, Majelis KPPU menghitung bahwa selama periode 2003-2006, konsumen layanan seluler di Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 14,76 triliun hingga Rp 30,80 triliun. Hal ini terjadi antara lain karena adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat yang menyebabkan melambatnya perkembangan Indosat sehingga tidak efektif bersaing dengan Telkomsel, yang berujung pada tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia.

Siapa Temasek


Bagi kami sebagai salah seorang pelanggan Telkomsel, bagi seluruh pemakai layanan seluler, atau juga seluruh rakyat Indonesia, keputusan KPPU tersebut sangat layak disyukuri, disambut dengan baik, dan perlu dikawal agar dapat segera dieksekusi. Keputusan KPPU membuka mata kita bahwa monopoli oleh Temasek telah merugikan pemakai layanan seluler, sekaligus merupakan bentuk pengisapan ala penjajah VOC masa lalu. Oleh sebab itu, kita sebagai konsumen sekaligus rakyat Indonesia juga sangat berkepentingan agar pihak-pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif menjaga serta menjamin terlaksananya keputusan tersebut.

Kita mencatat bahwa karena strategis dan menguntungkannya Indosat, Temasek tidak akan tinggal diam dan menghalalkan segala cara untuk melakukan perlawanan. Hal ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu melalui kegiatan-kegiatan seminar, demonstrasi, black campaign, menakut-nakuti dan bluff publik, pemanfaatan pakar, pemanfaatan media, dan sebagainya. Ancaman dan bluff yang sering kita dengar antara lain adalah, "Di Indnesia tidak ada kepastian hukum", "Jika Temasek dinyatakan bersalah, investor akan lari", "Pemerintah akan digugat pada arbitrase internasional", "Kasus Karaha Bodas akan terulang", dan seterusnya. Hal ini tidak perlu dirisaukan dan harus kita hadapi bersama. Salah satu koran ibukota sempat memuat berita dengan judul 'Orang KPPU Sukses Tendang Investor Asing'. Di bawah judul berita tersebut tidak termuat secara utuh tentang latar belakang keputusan dan tidak pula dijelaskan dampak monopoli yang merugikan puluhan juta konsumen layanan seluler, dan puluhan triliun rupian tersebut. Yang ada justru ancaman dan gertakan para pembela dan lawyer Temasek.

Bagi kami mereka bukan investor asing, tapi penjajah asing. Inilah penjelasannya. Kita perlu mengingat kembali bagaimana Temasek melakukan manipulasi dan melanggar sekian banyak undang-undang saat mengakuisisi Indosat bulan Desember 2002 yang lalu. Mereka menggunakan perusahaan siluman ICL, yang didirikan di Mauritius. Mereka terlibat kompolotan jahat dengan para oknum penguasa era Megawati dalam proses akuisisi tersebut, termasuk menggoreng harga saham sehingga memperoleh harga yang jauh lebih murah dari value Indosat sebenarnya. Mereka hanya membayar tidak sampai setengah dari value Indosat.

Kerugian kita


Setelah setahun, mereka menggadaikan saham Indosat untuk memperoleh pinjaman dari Standard Chartered Bank, agar bisa membayar utang, yaitu utang yang mereka buat saat membeli Indosat tahun 2002. Jadi, mereka tidak menggunakan modal sendiri seperti yang dipersyaratkan dalam dokumen tender.

Setelah 3 tahun, sampai tahun kelima, mereka melakukan hedging dalam rangka mengurangi pembayaran pajak. Sebelum itu, mereka banyak membeli perangkat telekomunikasi dengan harga yang lebih mahal dibanding harga pasar atau harga yang dibayar oleh perusahaan seluler lain, dalam praktik transfer pricing. Ujung-ujungnya, penerimaan pajak negara menjadi turun, pelanggan seluler membayar lebih mahal, dan kita sebagai bangsa jadi objek pengisapan dan penjajahan.

Perhitungan kerugian sebanyak Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun bagi rakyat, menjelaskan kepada kita bahwa Temasek konsisten dengan sikapnya sejak dalam proses akuisisi Indosat, yakni melanggar berbagai peraturan dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Keputusan KPPU juga membuktikan kekhawatiran kami, yang tergabung dalam Iluni UI Jakarta, akan timbulnya dampak negatif penguasaan sektor strategis dan vital ini oleh asing.

Pemerintah RI saat itu menjual Indosat karena ingin mengakhiri monopoli negara atas Telkom dan Indosat. Namun kemudian pemerintah menjual saham Indosat kepada Temasek yang saat itu sudah memiliki saham di Telkomsel. Sehingga terjadilah pengalihan monopoli oleh negara sendiri menjadi monopoli negara asing. Inilah yang kita sebut dengan 'logika keledai'. Kalau monopoli oleh negara sendiri, jika untuk melindungi kepentingan rakyat, apa salahnya?

Iklan Indosat


Keputusan KPPU telah mendapat sambutan dan dukungan yang luar biasa dari kaum intelektual, mahasiswa, dan para pelanggan seluler. Masyarakat tersadarkan bahwa mereka selama ini diisap oleh sistem yang salah dan rakus, temasuk para penajajah. Di saat yang bersamaan, kita membaca demikian gencarnya Temasek memasang iklan tentang keberhasilan Indosat selama 40 tahun berkiprah di Indonesia, terutama dalam sebulan terakhir ini. Padahal jelas, ini dilakukan dalam rangka kampanye untuk mempertahankan dominasi penjajahannya di Indonesia.

Untuk itu, kita perlu mengingatkan bahwa sebelum dikuasai Temasek, selama bertahun-tahun sejak tahun 1980-an hingga tahun 1996, Indosat adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok nomor tiga besar pembayar pajak terbesar di Indonesia. Minimal 2,5 persen keuntungan Indosat disalurkan untuk membantu UKM dan pengusaha kecil di daerah-daerah. Justru sejak dikuasai Temasek, Indosat menjadi perusahaan yang jauh lebih kecil pembayaran pajaknya, berada pada posisi nomor 30-an ke atas. Malah karena praktik-praktik manipulatif, seperti dalam kasus hedging dan transfer pricing, pembayaran pajaknya terus turun secara kontinyu dari tahun 2004 hingga 2006. Jelas hal ini tidak akan kita temukan dalam iklan 40 tahun Indosat tersebut.

Dengan demikian, kami berharap rakyat Indonesia cukup cerdas untuk tidak begitu saja terkecoh dengan iklan kampanye Temasek tersebut. Sebaliknya, mengingat besarnya dampak kerugian akibat parktik monopoli yang dilakukan (Rp 14 tirilun hingga Rp 30 triliun) kami menyatakan bahwa Temasek harus membayar denda ganti rugi yang sebanding kepada pelanggan/konsumennya. Jumlah denda Rp 250 miliar yang ditetapkan KPPU kami anggap masih sangat jauh dari wajar dan dari rasa keadilan. Kami perkirakan Temasek harus dihukum membayar denda minimal 20 persen dari nilai maksimum kerugian, yaitu 20 persen x Rp 30 triliun = Rp 6 triliun.

Kita memang tidak mampu membayar lawyer, pusat-pusat kajian, atau pakar seperti yang dilakukan Temasek, terutama untuk menyosialisasikan keputusan KPPU dan menyuarakan kepentingan rakyat. Kita hanya bisa bekerja optimal sesuai kemampuan untuk kemudian berdoa dan bersikap tawakal.

Dalam konteks ini, melalui tulisan ini pula, kami menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan-kepentingan lain. Rakyat juga harus menjaga harga diri dan martabat bangsa dari dominasi kaum penjajah, mendukung dan mengawal keputusan KPPU dalam berbagai proses hukum, serta mengajukan gugatan kepada lembaga terkait untuk menuntut Temasek membayar denda minimal Rp 6 triliun. Penjajahan tidak akan pernah terjadi kalau tidak ada orang-orang yang memang menyediakan kepalanya untuk diinjak-injak oleh si penjajah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang lemah.

Ikhtisar


- Keputusan KPPU untuk mewajibkan Temasek melepas saham di Indosat atau Telkomsel dan membayar denda, sangatlah tepat.


- Dalam proses untuk mendominasi kepemilikan Indosat, Temasek melanggar beberapa aturan.


- Rakyat harus mengawal keputusan tersebut hingga proses eksekusi benar-benar dijalankan.