Saturday, December 22, 2007

Istilah Kredit UMKM Sesat
Porsi Kredit Konsumsi pada UMKM Makin Besar

Jakarta, Kompas - Sebagian besar pinjaman perbankan yang masuk kategori kredit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM ternyata disalurkan untuk kredit konsumsi. Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali menilai, istilah kredit UMKM di perbankan nasional menyesatkan masyarakat.

Berdasarkan data Bank Indonesia per Oktober 2007, kredit kategori UMKM yang diberikan untuk kredit konsumsi Rp 242,57 triliun.

Besaran itu mencapai 51 persen dari total kredit UMKM yang jumlah totalnya sebesar Rp 478,74 triliun. Porsi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang sekitar 50 persen.

Ekonom BNI Ryan Kiryanto Jumat (21/12) di Jakarta menjelaskan, lonjakan kredit konsumsi di segmen UMKM disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, suku bunga pinjaman yang terus turun, meski tak secepat turunnya suku bunga dana. Kedua, prosedur perolehan kredit konsumsi relatif lebih mudah ketimbang kredit produktif.

Ketiga, kredit konsumsi memberikan pendapatan yang menarik sehingga bank lebih agresif untuk mengucurkan kredit ini.

Keempat, karena nilai kredit konsumsi per individu relatif kecil, maka bank harus agresif mencari debitor dalam basis atau jumlah yang besar.

Kelima, ketimbang dana di perbankan idle, bank mengambil keputusan untuk mengucurkannya ke sektor konsumtif.

Tidak banyak berubah

Menurut Ryan, kondisi ini tidak akan banyak berubah tahun 2008 meskipun pendapatan masyarakat kemungkinan terganggu akibat melonjaknya inflasi.

Direktur Biro Riset InfoBank Eko B Supriyanto mengatakan, porsi kredit konsumsi pada UMKM makin membesar karena bank sangat ekspansif di sektor properti, otomotif, dan kredit multiguna.

Jenis kredit ini digarap oleh hampir seluruh kelompok bank tak terkecuali bank BUMN dan bank swasta milik asing.

Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali menegaskan, terminologi UMKM di perbankan nasional harus diubah.

"Jangan pakai lagi istilah kredit UMKM. Perbankan harus jujur, kalau pengucuran kredit itu sebetulnya cuma berupa kartu kredit yang nominalnya Rp 50-an juta," ujar Suryadharma.

Menurut dia, pihaknya sudah mengingatkan publik agar tidak langsung senang dengan catatan besarnya penyaluran kredit UMKM di perbankan nasional. Kenyataannya, kredit konsumsi masih sangat besar.

Dengan istilah kredit UMKM, dampaknya akan sangat menyesatkan. Ketika plafon kredit yang sudah disetujui perbankan tidak bisa diserap, publik bisa menyimpulkan UMKM secara keliru.

Untuk menghindari pemahaman yang menyesatkan, Suryadharma mengusulkan, data kredit UMKM yang berkonotasi produktif hendaknya dipisahkan dengan kredit konsumtif. (FAJ/OSA)

No comments: