Sunday, December 2, 2007

Kepentingan yang Bertabrakan


Dalam perubahan iklim, ada kepentingan negara-negara penghasil minyak, OPEC. Di ujung lain ada negara-negara pulau kecil yang tanpa ada perang akan tenggelam karena naiknya permukaan laut, seperti Maladewa. Lalu ada kelompok hutan. Ada kelompok negara yang pembangunannya melaju, seperti India, China, Singapura, dan ada yang tertinggal jauh seperti Afrika. Semua ada di G-77. "Kita harus berjuang untuk kepentingan yang gado-gado ini," ujar Emil Salim.

Bagaimana dengan keadilan iklim?

Negara maju gagal memenuhi target Protokol Kyoto, yakni lima persen dari tingkat emisi tahun 1990. Antara tahun 1994-2004, jumlah emisi di 10 negara maju malah naik 87,9 persen, kecuali Rusia, Polandia, dan Jerman. AS terbesar. Mereka minta emisi di China dan India juga harus dibatasi. Saya bilang, jumlah penduduk di China dan India 1,9 miliar orang, di AS 250 juta, kok mau disamakan.

Ringkasnya, emisi karbon di AS di 20,01 ton per kapita per tahun, Australia 19,36, Kanada 18,4, Jepang 9,37, China 3,6, Brasil 1,83, Indonesia 1,40 karena ada kebakaran hutan, India 1,02, dan Banglades 0,27. Yang terlihat maju di China kan hanya Shanghai dan Beijing, tetapi bagian barat China yang miskin tak pernah dilihat. India yang kelihatan Bangalore, tetapi coba lihat Mumbai.

Negara berkembang menghadapi tantangan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan terutama penghapusan kemiskinan. Negara maju meminta negara berkembang mengurangi emisi gas-gas rumah kacanya tanpa alih teknologi dan pendanaan. Seharusnya negara maju menurunkan emisinya, kalau perlu pertumbuhannya diturunkan, agar negara berkembang bisa membangun dengan emisi yang rendah karena ada bantuan alih teknologi dan pendanaan.

Pokok perdebatan ada di dalam prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (common but differentiate responsibility). Negara maju diikat komitmen melalui perjanjian multilateral. Persoalannya, demokrasi di tingkat multilateral belum dicapai sehingga menghambat kerja sama global dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim. Voting di lembaga-lembaga multilateral didasarkan besarnya dollar, padahal ada kesenjangan dalam tingkat pendapatan, sumber daya finansial, perdagangan, teknologi dan kontrol. Ini tidak adil.

Adakah kemungkinan AS dan Australia meratifikasi Protokol Kyoto di Bali?

Mudah-mudahan. Situasi politik sudah berubah. Di AS, Partai Demokrat kembali maju dan di Australia Partai Buruh menang. (TIM KOMPAS)

No comments: