Monday, December 10, 2007

SBY-JK Belum Ada Prestasi soal Kemiskinan


Kinerja Makro-ekonomi Membaik

Jakarta, Kompas - Dalam sepuluh tahun terakhir, angka kemiskinan di Indonesia belum membaik. Hingga Juni 2007, angka kemiskinan masih berada pada angka 37,17 juta jiwa atau 17,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

"Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) belum memiliki prestasi menonjol dalam pengurangan kemiskinan," ungkap Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo saat menjadi pembicara pada Rapat Kerja Nasional I Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Jakarta, Minggu (9/12).

Menurut Siswono, jumlah orang miskin periode 1998-2006 berkisar 34 juta hingga 50 juta orang. "Perlu diingat bahwa bangsa yang miskin sesungguhnya tidak merdeka," katanya.

Sementara itu, angka pengangguran terbuka hingga Juni 2007 berkisar pada angka 10,6 juta orang (9,8 persen). Angka ini relatif belum banyak berubah dari angka tahun 2005 yang sekitar 10,9 juta orang (10,3 persen).

Siswono menilai pemerintah lamban dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan pasar domestik dengan memperkuat pertanian, yang merupakan sandaran hidup mayoritas rakyat Indonesia.

"Proses pemiskinan petani berlangsung dengan cepat. Hasil Sensus Pertanian 2003 memperlihatkan bahwa kita memiliki masalah lain di bidang pertanahan," ungkap Siswono.

Proses menyempitnya penguasaan lahan pemilikan petani, yang berlangsung terus-menerus, baik yang disebabkan oleh proses fragmentasi tanah melalui pewarisan tanah maupun pengalihan fungsi lahan pertanian guna berbagai keperluan hidup manusia, juga menyebabkan petani gurem, yaitu petani yang menguasai lahan kurang dari 0,2 hektar per kepala keluarga, meningkat.

Solusi atasi kemiskinan

Pemerintah, lanjut Siswono, perlu memberikan perhatian serius pada persoalan ini karena jumlah petani gurem, menurut hasil Sensus Pertanian 1993 dan 2003, menunjukkan kenaikan yang amat signifikan.

Jika pada tahun 1993 secara nasional jumlah petani gurem tercatat sekitar 10,9 juta kepala keluarga (KK), pada sensus pertanian terakhir tahun 2003, angka itu naik menjadi 13,7 juta KK.

"Meningkatnya jumlah petani gurem dan buruh tani menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan di desa, yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Dapat dikatakan bahwa 60 persen rakyat miskin adalah petani," ujar Siswono.

Untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran, saran Siswono, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk memberikan peluang penyediaan lapangan kerja yang luas, meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik melalui peningkatan investasi maupun konsumsi yang meningkat, serta menghasilkan pajak yang lebih banyak lagi bagi pembiayaan pembangunan negara.

Bersamaan dengan itu, diperlukan pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan guna menciptakan rasa keadilan.

Di mana pun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi beserta pemerataan pendapatan menjadi kunci peningkatan kesejahteraan. Selain itu, tutur Siswono, percepatan peningkatan kesejahteraan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah serta pemerataan kue ekonomi secara regional mendesak dilakukan, yang akan memberi citra keadilan bagi semua warga negara.

Selain itu, sistem ekonomi nasional harus didedikasikan untuk membangun kesejahteraan rakyat Indonesia sendiri. Dalam kaitan ini, sebanyak mungkin peluang ekonomi harus diprioritaskan untuk warga Indonesia.

"Pemerintah perlu mengutamakan percepatan pertumbuhan usaha nasional, terutama menengah dan kecil, di samping yang besar. Dan jangan memberi peluang lebih besar kepada pengusaha asing. Tanpa memperkuat pengusaha nasional, negara dan bangsa kita hanya akan menjadi pasar dari produk-produk luar negeri di era globalisasi ini," ungkap Siswono.

Ia menyadari bahwa pada era globalisasi ini naif jika kita menutup diri. Untuk mempercepat perkembangan ekonomi nasional, kerja sama dengan modal asing amat diperlukan.

Namun, kekurangpercayaan diri sebagai bangsa membuat Indonesia makin bergantung pada luar negeri.

Kepercayaan diri dan semangat kemandirian akan membuahkan kegiatan ekonomi yang luar biasa besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Posisi makro-ekonomi

Untuk itu, saran Siswono, Indonesia perlu mengembangkan dengan cepat dan oleh pengusaha nasional bidang-bidang yang memiliki comparative advantage, yaitu perkebunan, pertanian pada umumnya, perikanan, pertambangan, dan pariwisata.

Prestasi yang dicapai pemerintahan SBY-JK di bidang ekonomi sepanjang tahun 2007, ujar Siswono, mampu mencatatkan posisi makro-ekonomi dalam keadaan membaik. Pertumbuhan ekonomi sekitar 5,6 persen per tahun, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun.

Angka inflasi moderat, pada kisaran 6 persen, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di kisaran Rp 9.000 hingga Rp 9.200 per dollar AS. Selain itu, neraca pembayaran juga menguat, sementara cadangan devisa per Oktober 2007 sekitar 54 miliar dollar AS.

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno di Sumenep, Jawa Timur, mengatakan, semua pihak harus menangani secara sinergis problem tingginya angka pengangguran, yang mencapai sekitar 10,55 juta orang pada awal tahun 2007. (gun/cas)

No comments: