Saturday, December 22, 2007

Malaysia sebagai Eksportir Kayu Dipertanyakan



Jakarta, Kompas - Malaysia kini tercatat sebagai eksportir utama kayu tropis dunia. Negara yang memiliki 11,8 juta hektar hutan produksi ini mampu mengekspor sedikitnya 5 juta meter kubik kayu bulat dan 3 juta meter kubik kayu gergajian per tahun.

"Prestasi ini patut dipertanyakan karena Malaysia juga mengklaim Indonesia merupakan pemasok utama kebutuhan kayu bulat. Padahal, sejak tahun 1985 Indonesia telah melarang ekspor kayu bulat untuk mengembangkan industri hilir domestik," kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, Jumat (21/12) di Jakarta.

Kajian ini dihasilkan dari analisis laporan tahunan produk-produk kayu di pasar dunia tahun 2004-2007 oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa bekerja sama dengan FAO.

Total kayu bulat yang diekspor Malaysia mencapai 20 juta meter kubik dan kayu gergajian 12 juta meter kubik selama empat tahun terakhir.

Jika sistem tebang hutan lestari di Indonesia diadopsi, Malaysia hanya dapat memproduksi 3,6 juta meter kubik kayu bulat per tahun. Produksi kayu Malaysia mencapai 35 juta-40 juta meter kubik per tahun.

Indonesia berhenti ekspor

Di sisi lain, Indonesia yang memiliki 38,8 juta hektar hutan produktif, mampu menghasilkan 12 juta meter kubik kayu bulat secara lestari. Jumlah tersebut masih melebihi kebutuhan industri kayu nasional yang mencapai 40-45 juta meter kubik dalam periode 2002-2007.

Selain itu, Malaysia juga menjadi eksportir kayu lapis tropis terbesar dengan volume 4,5 juta meter kubik per tahun. Selama lima tahun terakhir, Malaysia telah menjadi pemasok kayu tropis terbesar ke China.

Kebutuhan yang tinggi, terutama untuk pembangunan infrastruktur menjelang Olimpiade Beijing 2008, mendorong China mengimpor sedikitnya 7 juta meter kubik kayu bulat per tahun.

Selain untuk konsumsi domestik, China juga kembali mengekspor kayu-kayu bulat tropis tersebut ke Eropa dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat mengimpor kayu senilai 23,3 miliar AS per tahun, Uni Eropa sebesar 13,2 miliar dollar AS per tahun, dan Jepang 11,8 miliar dollar AS per tahun.

Elfian mengatakan, negara-negara maju telah berkontribusi terhadap deforestasi hutan alam Indonesia yang diekspor oleh Malaysia dan China.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nanang Roffandi Ahmad mengatakan, prestasi ekspor kayu Malaysia tak bisa dibandingkan dengan Indonesia.

Pasalnya, Indonesia sudah berhenti mengekspor kayu bulat sejak 1985 sehingga wajar Malaysia melaju tanpa pesaing menjadi eksportir kayu tropis utama dunia.

Larangan ekspor kayu bulat, meski bertujuan menjaga pasokan industri domestik, membuat harga domestik lebih murah hingga 50 persen dari harga internasional.

Dampaknya, pengusaha nakal tergiur menyelundupkan kayu bulat ke Malaysia daripada menjual di dalam negeri.

"Para penyelundup memanfaatkan kelemahan pengawasan untuk menyelundupkan kayu ke Malaysia. Selama disparitas harga kayu internasional dan nasional masih terjadi, penyelundupan kayu bulat ke Malaysia sulit dihentikan," kata Nanang. (ham)

No comments: