Thursday, December 6, 2007

Usaha Padat Modal Siap Keluar


Investasi di Indonesia Tidak Ada

Jakarta, Kompas - Dunia usaha menilai daya tarik berinvestasi di Indonesia makin melemah dibandingkan Singapura dan Malaysia karena kedua negara itu berani menerapkan insentif pembebasan pajak atau tax holiday. Tanpa tax holiday, perusahaan padat modal di Indonesia mempertimbangkan hengkang ke kedua negara tersebut.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi mengungkapkan hal itu di Jakarta, Rabu (5/12), sesudah menghadiri rapat koordinasi dengan Menko Perekonomian Boediono.

Menurut Lutfi, ada sebuah perusahaan penghasil biodiesel di Dumai, Provinsi Riau, yang siap pindah ke Singapura karena negara itu menawarkan insentif lebih menarik, yakni penundaan pembayaran pajak selama 15 tahun terhitung sejak investasi dilakukan.

Perusahaan ini mempertimbangkan untuk hengkang meski sudah memproduksi 1 juta matriks ton biodiesel per tahun di Indonesia.

Insentif paling besar di Indonesia hanya berupa tax allowance atau pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan.

Insentif yang diberikan secara terbatas hanya untuk bidang dan daerah tertentu ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2007 tentang insentif pajak penghasilan bagi bidang usaha dan daerah tertentu.

"Persaingan antarnegara untuk menjadi tujuan investasi saat ini sangat ketat. PP No 1/2007 itu hanya berbicara tax allowance, sedangkan yang diperlukan dunia usaha adalah tax holiday, satu hal yang membuat Singapura dan Malaysia memenangkan persaingan," jelas Lutfi.

Malaysia meningkatkan daya tariknya sebagai tujuan investasi dengan mengeluarkan insentif terpadu Malaysian Super Coridor Company. Semua perusahaan yang masuk dalam program ini akan mendapatkan tax holiday delapan tahun.

Meskipun insentif yang diberikan PP No 1/2007 sangat terbatas, Ditjen Pajak telah menerima 198 permohonan untuk mendapatkan insentif tersebut. Namun, hanya 52 pemohon yang mendapat insentif itu karena pemohon lain dinilai tidak memenuhi syarat.

Ke-52 perusahaan itu memperoleh keringanan berupa, pertama, tax allowance. Kedua, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, maksimum 10 tahun.

Ketiga, kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

Dengan tax allowance, investor yang menanamkan modal sebesar Rp 100 miliar, misalnya, dapat menggunakan Rp 30 miliar sebagai pengurang laba kena pajak dalam laporan keuangannya.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Darmin Nasution meminta agar Indonesia tak dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia dalam pemberian insentif perpajakan.

Insentif yang diberikan Indonesia tidak sehebat kedua negara tersebut karena sumber penerimaan pajak utama pemerintah hingga saat ini adalah pajak.

Kehilangan momentum

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menilai, kesulitan pemerintah merespons kebutuhan fiskal investor secara cepat telah membuat berbagai rencana investasi terhambat direalisasikan.

"Untuk sektor pertambangan tahun 2006 misalnya, investasi di Indonesia hanya sekitar 10 miliar dollar AS, sedangkan Australia bisa menggaet 150 miliar dollar AS. Padahal, sumber daya pertambangan Indonesia begitu unggul," ujar Sofjan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, dan Sistem Fiskal Hariyadi Sukamdani mengaku prihatin dengan besarnya kekhawatiran birokrasi pemerintah terkait pemberian tax holiday.

Sejak amandemen UU Perpajakan diusulkan tahun 2003, Kadin menyarankan perlunya insentif fiskal tersebut.

"China dengan kebijakan fiskal yang ekstrem terbukti bisa menarik aliran investasi dan meningkatkan penerimaan negara. Ketika Rusia menurunkan PPh badan tahun 2003, peningkatan penerimaannya juga berlipat pada tahun 2004," ujar Hariyadi.

Pemerintah Indonesia kini sedang mempertimbangkan penurunan PPh badan dari 30 persen menjadi 25 persen secara bertahap, Singapura telah merencanakan penurunan PPh badan yang sekarang ditetapkan 20 persen menjadi lebih rendah.

"Kita selalu tidak jeli melihat persaingan investasi seperti itu. Akibatnya, kita selalu kalah bersaing," ujar Hariyadi. (OIN/DAY)

No comments: