jakarta, kompas - Biaya impor minyak mentah dan produk bahan bakar minyak oleh Pertamina membengkak dua kali lipat akibat kenaikan harga minyak dunia. Namun, impor sulit dikurangi karena produksi minyak mentah di dalam negeri yang terus turun.
Direktur Utama PT Pertamina Ari H Soemarno, Kamis (17/1) di Jakarta, mengakui kebutuhan mata uang dollar AS untuk membeli minyak dan produk BBM meningkat.
”Jumlah impornya tidak berubah, hanya harganya yang naik. Waktu harga 70 dollar AS, kebutuhan valas Pertamina hanya 30-40 juta dollar AS. Namun begitu harga naik menjadi 100 dollar AS, kebutuhan dollar membengkak menjadi 60-70 juta dollar AS per hari,” ujar Ari.
Harga minyak mentah di pasar dunia kini masih di kisaran 90 dollar AS per barrel. Adapun harga produk BBM, tergantung dari jenisnya, bisa lebih tinggi 5-10 dollar AS dibandingkan dengan harga minyak.
Berdasarkan data Pertamina, harga Mean of Platts Singapore (MOPS) untuk minyak tanah pada Desember 2007 rata-rata 108 dollar AS. Pertamina sempat mewacanakan opsi sistem lindung nilai untuk kontrak impor BBM, tetapi dinilai tidak realistis.
Tahun 2007, realisasi impor Pertamina 109,5 juta barrel, naik 7 persen dibandingkan dengan tahun 2006 yang besarnya 102,9 juta barrel. Pertamina tidak bersedia menyebutkan perkiraan kebutuhan impor tahun ini.
Produksi kurang
Indonesia bergantung pada impor minyak mentah dan produk BBM karena kurangnya produksi dan keterbatasan kemampuan kilang. Produksi minyak mentah Indonesia pada 2007 hanya 910.000 barrel, sekitar 300.000 barrel diekspor. Sementara kapasitas kilang dalam negeri bila beroperasi penuh 1 juta barrel. Kebutuhan BBM dalam negeri 1,3 juta barrel per hari. Karena itu, Pertamina mengimpor 400.000 barrel minyak mentah dan 300.000 barrel produk BBM.
Realisasi penyaluran BBM subsidi selalu di atas patokan. Tahun 2007, konsumsi premium lebih 8,06 persen dari target 16,582 juta kiloliter. Konsumsi minyak solar naik 10,56 persen dari target 9,857 juta kiloliter. Tahun 2008, pemerintah menargetkan penyaluran premium 16,95 juta kiloliter dan minyak solar 11 juta kiloliter.
Sekitar 40 persen pasokan (feedstock) kilang-kilang dalam negeri berasal dari impor. Indonesia mengimpor minyak antar lain dari Arab Saudi, Libya, Sudan, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam.
Dalam upaya memperbaiki kinerja kilang yang dimiliki, Pertamina menyiapkan program jangka panjang. Pertamina menargetkan pada 2009-2011 harga pokok produksi kilang sudah di bawah harga MOPS. Saat ini harga penjualan kilang di bawah MOPS.
Kerugian Pertamina ditutup dari margin keuntungan (alfa) yang didapat dari pemerintah untuk pembayaran BBM subsidi.
Program modifikasi kilang juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pertamina menargetkan kapasitas kilang bisa ditingkatkan sampai 20 persen pada 2012.
Kilang Cilacap, misalnya, ditingkatkan dari 348.000 barrel per hari (bph) menjadi 410.000 bph. Kilang Balikpapan dari 260.000 bph menjadi 280.000 bph dan Kilang Balongan Indramayu dari 125.000 bph menjadi 250.000 bph.
Peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dan BBM, pemerintah perlu memperbanyak pembelian minyak mentah dari kontraktor migas di dalam negeri. ”Itu bisa menjadi solusi jangka pendek,” katanya.
Selain itu, menurut Pri Agung, pemerintah perlu merealisasikan pembangunan kilang baru. Sampai kini rencana pembangunan kilang di Banten dan Tuban baru tahap penjajakan. (DOT)
No comments:
Post a Comment