Diperlukan Segera Bank Induk BPR
Jakarta, Kompas - Pangsa pasar Bank Perkreditan Rakyat atau BPR, yang selama ini menjadi ujung tombak pembiayaan sektor mikro dan kecil di pedesaan, kian tergerus. Persaingan dengan bank umum, kesulitan memperoleh dana murah, dan ketiadaan bank pengayom merupakan sejumlah faktor penyebabnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), posisi kredit BPR per Oktober 2007 sebesar Rp 20,33 triliun atau 2,12 persen terhadap total kredit perbankan nasional yang sebesar Rp 957,51 triliun.
Pangsa kredit BPR tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun 2006 yang sebesar 2,21 persen. Pada akhir tahun 2004, pangsa kredit BPR bahkan masih sebesar 21,25 persen.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Said Hartono, Selasa (1/1) di Jakarta, menjelaskan, kinerja BPR sebenarnya tetap bertumbuh. Hanya saja, kinerjanya kalah cepat dibandingkan dengan kinerja perbankan keseluruhan.
Selama periode Oktober 2006- Oktober 2007, kredit BPR tumbuh 19,13 persen. Adapun perbankan nasional tumbuh sekitar 23 persen.
Menurut Said, penurunan pangsa pasar terutama terjadi pada BPR-BPR yang beroperasi di kota-kota besar. Sebaliknya, pangsa BPR yang beroperasi di kota-kota kecil cenderung meningkat.
Beberapa faktor penyebab penurunan pangsa pasar BPR antara lain kesulitan mendapatkan dana murah, persaingan dengan bank umum, dan ketiadaan bank induk atau apex bank untuk BPR.
Selama ini, BPR harus menawarkan suku bunga simpanan yang lebih tinggi dari bank umum untuk menarik nasabah. Akibat tingginya biaya dana (cost of fund), suku bunga kredit yang ditawarkan ke debitor juga tinggi sehingga kalah bersaing dengan bank umum. Suku bunga kredit BPR, jelas Said, berkisar 18 persen per tahun.
Bank induk
Apex bank, yang proses pembentukannya telah dirintis sejak beberapa tahun lalu, juga belum terealisasi hingga kini.
Padahal, keberadaan apex bank sangat membantu BPR untuk memperoleh dana murah mengingat salah satu fungsi apex bank adalah sebagai pengonsolidasi dana BPR.
BPR yang kelebihan dana akan menempatkan dananya di apex bank dan BPR yang kekurangan dana akan meminjam dari apex bank.
Said menjelaskan, pendirian apex bank sebenarnya hampir terealisasi karena Perbarindo sudah menemukan bank umum yang cocok untuk dijadikan apex bank, yakni Bank Sinar Harapan Bali.
Rencananya, sejumlah pemegang saham pengendali BPR akan menyediakan dana untuk mengakuisisi Bank Sinar Harapan Bali.
Namun, harapan tersebut kandas karena Bank Sinar Harapan Bali telah terlebih dahulu diakuisisi Bank Mandiri.
"Karena itu, kami mengusulkan kepada Menteri Negara BUMN agar Bank Sinar Harapan Bali tidak usah diakuisisi Bank Mandiri, dan sebaiknya dijadikan apex bank saja. Manfaatnya akan lebih besar karena bisa menolong banyak BPR," katanya.
Alternatif lain, lanjut dia, Bank Mandiri bersama-sama Permodalan Nasional Madani (PNM) dan pemegang saham pengendali BPR menjadi konsorsium pemilik Bank Sinar Harapan Bali yang akan dijadikan sebagai apex bank.
Ekonom BRI, Djoko Retnadi, mengatakan, eksistensi BPR sangat dibutuhkan, khususnya oleh usaha mikro dan kecil yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah Tanah Air.
Menurut dia, untuk meningkatkan profitabilitas BPR, maka sumber dana BPR seyogianya mulai digeser ke tabungan yang berbiaya lebih murah.
"Untuk meningkatkan daya saing BPR ke depan, memang diperlukan apex bank bagi BPR," ungkap Djoko.
Apex bank tersebut diharapkan menjadi pusat inovasi bagi BPR, termasuk menciptakan produk tabungan standar bagi BPR agar dapat bersaing dengan produk tabungan bank umum.
Selain itu, untuk meningkatkan kecepatan ekspansi kreditnya, BPR diharapkan segera meningkatkan kinerjanya agar bank umum tertarik untuk melakukan program kemitraan (linkage program). Program ini akan sangat membantu pendanaan BPR.
Cetak biru
BI sendiri telah meluncurkan cetak biru BPR. Cetak biru tersebut merupakan pedoman dalam menyusun kebijakan tentang BPR agar lebih sehat, kuat, dan mampu memenuhi kebutuhan nasabahnya.
Sejumlah strategi dalam cetak biru BPR itu, pertama, memperkuat kelembagaan BPR. Kedua, meningkatkan kualitas pengaturan terkait penyempurnaan pemenuhan modal disetor minimum. Ketiga, meningkatkan efektivitas pengawasan. Keempat, mewujudkan infrastruktur pendukung industri BPR. Kelima, mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah. (FAJ)
No comments:
Post a Comment