Jakarta, Kompas - PT Perusahaan Listrik Negara akan melanjutkan rencana restrukturisasi perusahaan seperti yang diinginkan pemerintah dengan hati-hati. PLN akan mengkaji bentuk perubahan yang paling sesuai.
Sementara itu, sekitar 8.000 pegawai PLN dari seluruh Indonesia berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (30/1). Mereka menuntut pembatalan hasil rapat umum pemegang saham (RUPS).
Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono mengemukakan, ”Namanya restrukturisasi, akan ada perubahan yang cukup mendasar sifatnya. Mungkin pemerintah maksudnya untuk efisiensi, jadi tentu harus dilaksanakan. Direksi akan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan bagaimana bentuk cetak biru yang paling baik ke arah itu.”
Ia menjamin bahwa hak-hak karyawan akan tetap dijamin, termasuk mengenai asuransi kesehatan yang sempat dikhawatirkan. Rencana restrukturisasi PLN merupakan keputusan RUPS tanggal 8 Januari 2008.
RUPS yang membahas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan itu antara lain memutuskan restrukturisasi korporat dilakukan bertahap.
Tahap pertama, pembentukan direktorat-direktorat regional di bawah holding. Tahap kedua, pembentukan lima anak perusahaan distribusi di Jawa-Bali dan satu anak perusahaan transmisi.
Pembentukan anak perusahaan ini ditargetkan selesai tahun 2008. Tahap ketiga, persiapan PT Indonesia Power (IP) dan PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menjadi badan usaha milik negara tersendiri, yang terpisah dari PLN.
Dalam hal fasilitas kesehatan, RUPS meminta direksi untuk menyesuaikan pelayanan kesehatan pegawai dengan standar Asuransi Kesehatan.
Namun, Menteri Negara BUMN kemudian mengeluarkan lagi surat 25 Januari 2008 yang isinya mengubah sebagian keputusan RUPS. Sejumlah perubahan itu antara lain IP dan PJB tetap dipertahankan sebagai anak perusahaan meskipun ada yang direncanakan untuk go public.
Lima wilayah distribusi dan niaga yang semula ditargetkan berdiri menjadi anak perusahaan sendiri dilebur menjadi PT PLN Jawa-Madura-Bali.
Rencananya Unit Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali juga masuk ke dalam anak perusahaan baru ini.
Eddie mengakui direksi terlambat menyosialisasikan hasil RUPS karena ada beberapa hal dari keputusan itu yang perlu penjelasan lebih lanjut.
”Sampai sekarang pun kami belum memperoleh dokumen apa yang menjadi pertimbangan dan tujuan dari restrukturisasi,” jelas Eddie.
Deputi Menneg BUMN Roes Aryawijaya mengatakan, perubahan itu terjadi setelah Menneg BUMN mendapat masukan dari menteri-menteri bidang perekonomian.
”Sesudah RUPS tanggal 8 Januari yang saya pimpin itu, menteri ada rapat dengan Menko dan menteri terkait lainnya. Di situ bisa dilihat dari berbagai aspek yang berbeda. Maka terjadilah keputusan bahwa ini tidak bisa langsung dijadikan BUMN tersendiri dulu. Harus bertahap, lebih bagus tetap anak perusahaan saja,” papar Roes.
Menciptakan akuntabilitas
Menneg BUMN Sofyan A Djalil mengatakan, restrukturisasi dilakukan untuk menciptakan akuntabilitas. Ia menilai dengan struktur yang ada saat ini, PLN sangat tidak efisien.
”Saya sudah sampaikan kepada karyawan bahwa semuanya bisa didiskusikan. PLN itu sangat tidak efisien, 43 unit melapor kepada direksi,” ungkap Sofyan.
Ia menegaskan, pelepasan anak usaha PLN tidak bertujuan memprivatisasi. ”Setelah pembicaraan di Menko Perekonomian, masalah yang paling penting adalah bagaimana kewajiban PLN itu bisa dibayarkan,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Manajer Komunikasi PT PLN (Persero) Wilayah Lampung G Wisnu Yulianto menegaskan, PLN Wilayah Lampung mendukung penolakan rencana restrukturisasi PLN.
Alasannya, restrukturisasi menjadikan pengelolaan PLN terpecah-pecah dan berpotensi merugikan masyarakat.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PLN Ahmad Daryoko mengatakan, ”SP PLN menolak keputusan RUPS karena akan merugikan rakyat dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” (DOT/HLN/NEL)
No comments:
Post a Comment