Monday, January 14, 2008

Bom Waktu Bernama Subsidi BBM



Senin, 26 Nopember 07Pada sisi lain, gejolak harga minyak juga bakal mempengaruhi pengelolaan APBN-P 2007 dan APBN 2008. Dalam APBN Perubahan 2007, pemerintah dan DPR sepakat menetapkan harga minyak US$60 dari US$63 per barel dari kesepakatan sebelumnya. Produksi minyak ditetapkan menjadi 950.000 barel per hari dari 1 juta barel. Untuk 2008, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak US$60 per barel dengan produksi minyak 1,034 juta barel per hari.

Indonesia saat ini tercatat sebagai eksportir minyak mentah, tetapi juga importir minyak jadi. Sebagai eksportir, kenaikan minyak mentah akan berpengaruh pada pendapatan di APBN atau yang dikenal dengan windfall profit. Tetapi sebagai importir minyak jadi, mempengaruhi APBN sisi belanja negara akibat penambahan subsidi.

Meskipun demikian, pemerintah telah memastikan, berapa pun kenaikan harga minyak dunia tidak akan mempengaruhi APBN, asalkan, produksi minyak mentah sesuai dengan asumsi APBN-P 2007 yang telah ditetapkan sebanyak 950.000 barel per hari. Demikian pula, untuk APBN 2008 lifting minyak tidak berubah sesuai target sebesar 1.035 barel per hari.

Berdasarkan kajian risiko fiskal yang dikeluarkan Departemen Keuangan menyebutkan, kenaikan harga minyak mentah dunia akan mempengaruhi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Kenaikan ICP ini mempengaruhi APBN berupa kenaikan pendapatan negara sekaligus kenaikan belanja negara.

Kenaikan pendapatan negara bersumber dari contract production sharing (KPS) atau bagi hasil dari produksi bersama minyak dan gas melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, juga meningkatkan pendapatan dari pajak penghasilan migas dan penerimaan lainnya.

Sedangkan, di sisi belanja negara, kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke Pemerintah Daerah. Untuk 2007, apabila harga minyak dunia meningkat sebesar US$ 1 per barel, maka defisit APBN diperkirakan akan berkurang sekitar Rp 48 miliar-Rp 50 miliar.

Angka tersebut diperoleh dari adanya peningkatan pendapatan sekitar Rp 3,24 triliun hingga Rp 3,45 triliun dikurangi peningkatan belanja negara sekitar Rp 3,19 triliun-Rp 3,4 triliun.

Dengan dasar perhitungan itu, maka asumsi harga minyak mentah dunia yang tercatat US$ 90 per barel bahkan diperkirakan bisa mencapai US$ 100 per barel, maka APBN-P 2007 tidak akan terganggu. Bahkan bisa memperoleh surplus Rp 1,44 triliun hingga Rp 1,92 triliun.

Berbeda dengan Departemen Keuangan, menurut perhitungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, DESDM, setiap kenaikan harga ICP US$ 1 per arel menyebabkan keuntungan tambahan (windfall profit) sebesar Rp 3,3 trilun. Dengan asumsi kurs rupiah setara Rp 9.050 per dolar AS. Namun keuntungan itu, masih harus dipotong dengan biaya subsidi BBM. Kuota BBM bersubsidi dalam APBN-P 2007 adalah 36,1 juta kiloliter. Terdiri dari kuota premium 16,6 juta kiloliter, minyak tanah 9,6 juta kiloliter dan solar 9,9 juta kiloliter. sehingga surplusnya tinggal 0,19 triliun untuk setiap kenaikan US$ 1 per barel.

Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa Indonesia meraih keuntungan dari kenaikan harga minyak, dengan sejumlah pengecualian. Pertama, lifting minyak sesuai dengan target APBN 2008 sebesar 1.035 juta barel per hari.

Jika harga minyak masih melambung dan kemampuan produksi minyak menurun, maka akan berdampak terhadap stabilitas anggaran. Untuk APBN 2008, area kritisnya terdapat pada target produksi (lifting). Jika target lifting dalam APBN 2008 sebesar 1,034 juta tercapai, dan harga minyak dunia sebesar US$80-US$90 per barel, diperkirakan menimbulkan defisit Rp5 triliun-Rp6 triliun.

Namun defisit itu masih tertutup oleh dana cadangan Rp7 triliun. Namun jika liftingnya meleset, maka stabilitas anggaran bisa terancam. Dalam APBN 2007 lifting sebesar 950 ribu barel sehari. Jika terjadi penurunan lifting sebesar 50.000 barel akan menimbulkan defisit APBN sebesar Rp 4 triliun.

Dampak negatif kenaikan harga minyak terutama akibat membengkaknya subsidi, terutama subsidi untuk PT PLN. Setiap kenaikan US$1, ongkos subsidi ke PLN naik Rp 600 miliar.

Kedua, perhitungan keuntungan tersebut sebelum memperhitungkan subsidi listrik. Jika subsidi listrik dihitung maka kenaikan harga minyak menjadi defisit bagi APBN.

Subsidi dalam APBN-P 2007 sebesar Rp105,023 triliun, yang terdiri dari subsidi energi Rp88,048 triliun dan subsidi nonenergi Rp16,805 triliun. Subsidi energi itu terdiri dari subsidi BBM Rp55,604 triliun dan subsidi listrik Rp32,444 triliun. Sementara subsidi energi untuk APBN 2008 sebesar Rp 75,590 triliun. Besaran subsidi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan LPG Rp 45,807 triliun dan subsidi listrik Rp 29,783 triliun. Jika kebutuhan minyak untuk subsidi listrik dimasukkan, dampaknya secara keseluruhan menjadi negatif. Sebab belanja subsidi BBM termasuk BBM untuk PLN membengkak.

Persoalan sekarang adalah apakah skenario APBN-P 2007 dan APBN 2008 masih aman? Pemerintah menilai bahwa APBN-P 2007 masih cukup aman, sehingga tidak terlihat panik melihat kenaikan harga minyak. Sebab besar kemungkinan akan terjadi underspending (belanja tidak terserap) dimana sisanya bisa dipakai untuk menutup penambahan subsidi itu tanpa harus melebarkan defisit.

Namun bagaimana dengan tahun mendatang? Jika harga minyak masih melambung dan kemampuan produksi minyak menurun, maka akan berdampak terhadap stabilitas anggaran. Untuk APBN 2008, area kritisnya terdapat pada target lifting). Jika target lifting dalam APBN 2008 sebesar 1,034 juta tercapai, dan harga minyak dunia sebesar US$80-US$90 per barel, diperkirakan akan menimbulkan defisit Rp5 triliun - Rp6 triliun.

Namun defisit itu masih tertutup oleh dana cadangan Rp7 triliun. Namun jika liftingnya meleset, maka stabilitas anggaran bisa terancam. Dalam APBN-P 2007 lifting sebesar 950 ribu barel sehari. Jika terjadi penurunan lifting sebesar 50.000 barel akan menimbulkan defisit APBN sebesar Rp 4 triliun.

Dampak negatif kenaikan harga minyak terutama akibat membengkaknya subsidi, terutama subsidi untuk PT PLN. Setiap kenaikan US$1, ongkos subsidi ke PLN naik Rp 600 miliar. Jika pemerintah berhasil melakukan diversifikasi energi, termasuk berhemat energi, serta mempercepat proyek pembangunan listrik 10.000 MW, diharapkan dapat menekan beban subsidi BBM yang terasa memberatkan anggaran.
___________________

Fahruddin Salim, S.E., M.M.

Kandidat Doktor Manajemen Bisnis Unpad Bandung
Peneliti pada Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik
Anggota Tim Ahli di DPR RI
Wakil Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP.

No comments: