Friday, January 4, 2008

Inflasi Harus Diwaspadai


Laju Inflasi Tahun 2007 Sebesar 6,59 Persen

Jakarta, Kompas - Laju inflasi tahun 2007 mencapai 6,59 persen, sama dengan laju inflasi Desember 2007 terhadap Desember 2006 atau year on year. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, angka inflasi itu merupakan sesuatu yang serius. Oleh sebab itu, angka inflasi tersebut harus diwaspadai.

Angka inflasi yang besar, jelas Menkeu, berpotensi membebani suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diasumsikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 sebesar 6 persen.

Menurut Menkeu, tingginya angka inflasi disebabkan oleh faktor harga pangan, pengaruh pemakaian bahan bakar minyak (BBM), serta faktor bencana alam yang akhir tahun lalu terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Jadi, tiga faktor itu yang harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi tekanan inflasi, terutama pada beberapa daerah yang tergolong rawan bencana dan gejolak harga pangan," tambah Sri Mulyani, yang ditanya pers setelah penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2008 di Istana Negara Jakarta, Rabu (2/1).

Kenaikan harga bahan makanan menjadi salah satu faktor paling utama yang mendorong laju inflasi tahun 2007 hingga melampaui target inflasi yang ditetapkan pemerintah.

Pada APBN-Perubahan 2007, pemerintah menargetkan inflasi tahunan sebesar 6 persen. Namun, Departemen Keuangan, akhir tahun lalu, sempat memprediksikan inflasi tahun 2007 akan mencapai 6,4 persen.

Di tempat terpisah, Deputi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Ali Rosidi menjelaskan, kenaikan harga bahan makanan berkontribusi signifikan pada laju inflasi tahun 2007.

Kenaikan harga bahan makanan menyumbang sekitar 75 persen dari inflasi Desember 2007 yang tercatat 1,10 persen.

"Pada dua pekan pertama Desember lalu, laju inflasi masih terkendali. Namun, inflasi melonjak pada dua pekan terakhir Desember, karena kenaikan harga bahan makanan," ujarnya.

Berdasarkan pantauan BPS, kenaikan harga bahan makanan, antara lain beras, bawang merah, telur, dan tepung terigu, terjadi di semua kota besar.

Untuk menghitung inflasi, survei BPS dilakukan pada 45 kota di Indonesia. Inflasi tertinggi terjadi di Banda Aceh sebesar 3,76 persen, sedangkan inflasi terendah di Pangkal Pinang 0,03 persen.

Kekurangan pasokan

Departemen Perdagangan mencatat, harga rata-rata beras nasional pada Desember 2007 sebesar Rp 5.126 per kilogram (kg), meningkat dibandingkan dengan harga rata-rata November sebesar Rp 4.985 per kg.

Sementara itu, harga rata-rata nasional tepung terigu meningkat dari Rp 5.613 per kg pada November 2007 menjadi Rp 6.134 pada Desember 2007.

"Kami menemukan di beberapa daerah terjadi kekurangan pasokan sehingga harga bahan makanan naik. Ada petani yang memang menahan hasil panen untuk menunggu harga membaik, tetapi ada pula pasokan yang tersendat karena (angkutan) kesulitan mendapat solar," ujar Ali.

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Boediono mengatakan, pemerintah akan berupaya agar laju inflasi tahun 2008 lebih baik dari 2007. Fokus utama pengamanannya adalah menghilangkan hambatan pada distribusi bahan makanan.

"Dilihat dari penyebabnya, banyak peristiwa yang tidak terduga telah mendorong laju inflasi tahunan di akhir tahun 2007 hingga mencapai 6,59 persen. Itu antara lain banjir di berbagai kota di Indonesia," ujarnya.

Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono menjelaskan, secara umum inflasi 2007, dan juga inflasi tahun-tahun sebelumnya, banyak dipicu oleh faktor musiman seperti tahun ajaran baru, puasa, lebaran, tahun baru, dan cuaca buruk yang menyebabkan panen gagal.

Situasi ini, lanjut Tony, akan menyebabkan suku bunga acuan atau BI Rate pada beberapa bulan mendatang tertahan di level 8 persen. Tingginya inflasi membuat nilai rupiah yang disimpan di tabungan kian tergerus. Para penabung mengalami negative real interest rate sebab laju inflasi lebih tinggi dibandingkan bunga tabungan yang hanya 3,8 persen per tahun. (DAY/OIN/HAR/FAJ)

No comments: