Monday, May 28, 2007

Arus Modal
Awas Masalah Politik Pengaruhi Pasar Finansial

Tjahja Gunawan Diredja

"Apakah Indonesia akan seperti Thailand?" demikian pertanyaan seorang pelaku pasar keuangan dari Singapura kepada Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra turun dari tampuk kekuasaan 19 September 2006, melalui kudeta militer, antara lain karena dituduh korupsi.

Pertanyaan pelaku pasar menyangkut kondisi politik di Indonesia terkait dengan pernyataan keras Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (25/5). Melalui jumpa pers khusus yang digelar di halaman Istana Kepresidenan, Presiden Yudhoyono menolak tuduhan secara tidak langsung dari mantan Ketua MPR Amien Rais menyangkut dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) serta dana asing dari Amerika Serikat yang mengalir ke pasangan SBY-JK atau tim kampanye pasangan tersebut dalam Pemilihan Umum 2004.

Pada hari yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta terkoreksi 0,874 persen dan ditutup pada level 2.060. Padahal dalam perdagangan hari Rabu (23/5), IHSG di BEJ menembus rekor tertinggi, 2.104. Akan tetapi, ketika itu harga saham di Asia pada umumnya memang turun kecuali di Malaysia yang naik 0,128 persen menjadi 1.339,08.

Kinerja pasar uang maupun pasar modal tidak semata ditentukan faktor teknikal, tetapi juga dipengaruhi faktor psikologis, persepsi dan kepercayaan atau trust dari para investor. Fluktuasi kurs mata uang di pasar uang dan harga saham di pasar modal juga tidak hanya ditentukan faktor ekonomi, baik fundamental perusahaan maupun kondisi ekonomi makro, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor politik dan sosial.

Menurut pengamat pasar modal Mirza Adityaswara, perseteruan di kalangan elite politik Indonesia saat ini belum berpengaruh terhadap kemungkinan larinya dana asing dari Indonesia.

"Ini kan baru awal-awal saja. Cuma bumbu-bumbu politik dan tidak memengaruhi stabilitas politik dan keamanan," kata Mirza di Jakarta, Minggu (27/5).

Hal senada diungkapkan anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo. Menurut dia, pelaku pasar baru sampai pada tahap waspada (alert). "Tetapi gejala penarikan dana asing belum muncul karena bagi pelaku sektor keuangan, Indonesia dan Asia masih memberikan return yang lebih tinggi dari matured market," lanjutnya.

Hingga kini, lanjut Dradjad, para pelaku pasar masih mencermati ke arah mana konflik (politik) ini akan bergerak. Yang dicermati para pelaku pasar sekarang lebih pada pernyataan mantan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat Alan Greenspan sekaligus menghitung-hitung kembali apa benar aset keuangan di Asia sudah kemahalan.

Hari Rabu pekan lalu, dalam sebuah konferensi melalui jaringan satelit di Madrid, Spanyol, Alan Greenspan memperingatkan bahwa saham-saham China sudah terlalu "panas". Dampak pernyataan tersebut, bursa saham di Wall Street, Amerika Serikat, sedikit "demam". Saham-saham unggulan rata-rata Dow Jones Industrial sedikit melemah 14,3 poin atau 0,11 persen menjadi 13.525,65.

Indeks Standard & Poor 500 menyusut 1,84 poin atau 0,12 persen menjadi 1.522,28. Indeks komposit Nasdaq turun 10,97 poin atau 0,42 persen. Bursa saham di Asia juga sebagian besar melemah.

Dengan demikian, bobot pengaruh perseteruan para elite politik di Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan pernyataan Greenspan.

Dradjad H Wibowo memperkirakan, dalam beberapa hari ke depan, tampaknya pasar finansial masih akan didominasi spekulasi politik skala rendah dan aksi penyesuaian terhadap pernyataan Greenspan. Meskipun Pak Tua ini sudah tidak menjadi juragan lagi di Bank Sentral AS (The Fed), pernyataannya masih mampu menggetarkan bursa dunia.

Hentikan pertikaian

Meskipun perseteruan di kalangan elite politik belum terlalu mencemaskan, Ismed Hasan Putro tetap mengingatkan bahwa jika masalah politik di dalam negeri tidak bisa dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin dana asing akan cepat hengkang, di luar perkiraan sebelumnya.

Untuk menumbuhkan optimisme di kalangan pelaku pasar, Ismed menyarankan agar Presiden Yudhoyono segera merangkul Amien Rais karena meskipun dia sudah tidak lagi memimpin partai politik dan Ketua MPR, dia tetap merupakan tokoh Islam yang disegani. Apalagi dia juga merupakan salah satu orang yang ikut menumbangkan rezim pemerintahan Soeharto tahun 1998.

Jika Presiden Yudhoyono bisa menjalin silaturahmi dengan Amien Rais, niscaya bisa menumbuhkan kembali kepercayaan investor untuk tetap menginvestasikan modalnya di Indonesia meskipun masih sebatas pada instrumen keuangan. Sebaliknya, jika itu tidak terjadi, dikhawatirkan akan semakin menambah konflik politik di dalam negeri yang akhirnya akan menenggelamkan keberhasilan pencapaian makro-ekonomi.

Indikator ekonomi yang positif seperti inflasi dan suku bunga rendah, serta kurs rupiah yang menguat, akan menjadi sia-sia manakala perseteruan di kalangan elite politik bereskalasi dan berubah menjadi sebuah konflik politik terbuka yang bisa menyulut kerusuhan sosial serta mengganggu stabilitas sosial dan keamanan.

Ya memang Presiden juga manusia biasa yang kalau dikritik terus-menerus akan merasa gerah dan tidak enak juga. Akan tetapi, kalau Presiden memberikan respons bukan pada tempat dan waktu yang tepat, justru akan merugikan semua pihak, bahkan justru bisa menimbulkan persepsi negatif di kalangan investor.

Jangan dikotori

Sesungguhnya, rencana pemerintah untuk memprivatisasi 10 perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) telah memberikan sentimen positif dan optimisme di kalangan para pelaku pasar, terutama kalangan investor di pasar modal. Demikian pula dengan janji Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang akan memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) kepada perusahaan yang masuk ke bursa saham.

Rencana pemberian insentif tersebut akan diberikan karena pemerintah mengharapkan akan semakin banyak perusahaan yang mencatatkan sahamnya dan diperdagangkan masyarakat di bursa efek. Oleh karena itu, rencana baik tersebut seharusnya tidak "dikotori" oleh pernyataan-pernyataan politik yang tidak perlu yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah sendiri.

Kita berharap pernyataan Presiden Yudhoyono pekan lalu itu tidak sampai menghambat masuknya dana asing ke pasar modal dan instrumen keuangan lainnya. Saat ini pemerintah sebaiknya berkonsentrasi membangun dan memperbaiki infrastruktur yang rusak serta bisa segera merampungkan aturan di bidang ketenagakerjaan dan perpajakan.

Hal itu diperlukan agar dana asing yang masuk itu bisa segera ditransmisikan ke sektor riil dan kegiatan ekonomi masyarakat sehari-hari. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya memberikan return yang tinggi di pasar finansial, tetapi juga menjadi negara kompetitif di sektor riil. Tugas pemerintah dan pengusaha di dalam negeri sekarang adalah bagaimana mengubah dana yang berbentuk jangka pendek yang dibenamkan di sektor keuangan menjadi investasi jangka panjang untuk membiayai sektor riil.

Menurut data Bank Indonesia, dana asing yang diinvestasikan dalam Sertifikat Bank Indonesia Rp 45 triliun, Surat Utang Negara Rp 77 triliun, dan saham Rp 5,67 triliun.

Kejatuhan harga saham dunia sangat mungkin terjadi setiap 10 tahun sekali dengan pemicu yang berbeda-beda. Kekacauan pasar modal di Wall Street, AS, pada tahun 1987 atau yang dikenal sebagai Black Monday ditandai dengan rontoknya saham unggulan rata-rata Dow Jones sebesar 508 poin atau 22,6 persen.

Indonesia sendiri mengalami hal seperti itu tahun 1997, sama halnya dengan bursa saham di Asia. Ketika itu, harga saham di Bursa Efek Jakarta jatuh ke titik nadir sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga teh botol dan kerupuk di pedagang kaki lima.

Krisis moneter yang menimpa Indonesia berlanjut menjadi krisis ekonomi yang kemudian memicu terjadinya krisis politik yang mendorong jatuhnya rezim Soeharto dari tampuk kekuasaan pada bulan Mei 1998.

Semoga tahun 2007 bukan termasuk tahun bagi kejatuhan bursa saham dunia. Kita juga berharap tahun ini bukan merupakan awal dari gonjang-ganjing atau ketegangan politik di Indonesia.

Menjelang Pemilu 2009, saat ini hampir semua elite politik tengah bersiap-siap untuk bertarung, namun hendaknya gerak langkah mereka jangan sampai mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Namun disadari bahwa memisahkan masalah politik dari aktivitas ekonomi memang tidak seperti membalikkan telapak tangan.

No comments: