Thursday, May 31, 2007

Pasar Modal
Dekatkan Sektor Riil ke Bursa

Pengembangan industri pasar modal tidak terlepas dari perbaikan di dalam industri itu sendiri. Seperti lagu lama yang berulang, berbagai pihak mendengungkan perlunya pembenahan aturan-aturan yang terkait dengan dunia tersebut, supaya semakin banyak pihak yang dapat memetik manfaat dari pasar modal.

Menteri Perindustrian Fahmi Idris beranggapan sebenarnya banyak industri sektor riil yang berkembang dan memerlukan alternatif sumber pendanaan selain dari perbankan.

"Pada 2007 ini diperkirakan cabang industri kertas dan barang cetakan akan bertumbuh sebesar 12,47 persen dan makanan, minuman, serta tembakau tumbuh 9,84 persen," ujar Fahmi pada seminar di Indonesia Investor Forum, Rabu (30/5) di Jakarta.

Dengan pertumbuhan seperti itu, tentu saja industri memerlukan pasokan modal yang salah satunya dapat diperoleh dari pasar modal. Sayangnya, banyak kendala yang dialami seperti peraturan, kurangnya pengetahuan atau biaya, sehingga perusahaan tersebut tidak dapat memasuki dunia pasar modal.

"Saya pernah ke sebuah kabupaten di Sulawesi, dan dari 20 perusahaan yang saya kunjungi, hanya ada empat yang merupakan perusahaan milik orang Indonesia, selebihnya dikuasai orang asing," ujar Fahmi lagi.

Salah satu sebab peralihan kepemilikan itu, menurut Fahmi, adalah sulitnya pengusaha mendapatkan pinjaman modal sehingga harus menjual sebagian saham perusahaannya kepada pihak asing, terutama pada saat krisis melanda pada 1998-1999. Bagaimana menghubungkan perusahaan dengan pasar modal menjadi catatan dari Indonesia Investor Forum kali ini, salah satunya melalui perbaikan kebijakan dan aturan di bursa.

Perbanyak produk

Selain untuk menarik perusahaan masuk ke bursa, perbaikan kebijakan dan aturan di pasar modal penting juga untuk memperbanyak produk pasar modal selain saham, reksa dana, dan obligasi.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany sebelumnya pernah mengatakan, bursa harus didukung oleh produk pasar modal yang tidak bergantung pada emiten saja. Maksudnya, bursa tidak dapat mengandalkan emiten saja yang jumlahnya masih terbatas, melainkan dapat juga mengundang perusahaan yang belum terdaftar di bursa untuk menerima manfaat dari bursa.

Produk yang saat ini sedang dirancang untuk diterbitkan adalah exchange traded fund (ETF), yaitu reksa dana yang diperdagangkan di bursa seperti saham. Langkah ke arah itu sudah ada, seperti rencana penerbitan ETF oleh Bahana Securities dan Treasure Fund.

Selain itu, perusahaan properti Lippo Karawaci Tbk yang tercatat di Bursa Efek Jakarta sudah menerbitkan real estate investment fund (Reit) di Singapura, bukan di Bursa Efek Jakarta.

"Saat ini fasilitas penerbitan Reit baru ada di Singapura. Kalau di dalam negeri, belum ada peraturan seperti undang-undang trust. Ini yang belum jelas di sini," ujar Direktur Pengelola Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya di sela-sela Indonesia Investor Forum kemarin. "Trust" merupakan persetujuan untuk mengelola aset atau uang untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk.

Hal lain yang menjadi kendala dalam penerbitan Reit di dalam negeri adalah perpajakan. "Demikian pula dengan di Malaysia, pendapatan dari Reit dikenai pajak sehingga tidak menarik dan pasarnya tidak berkembang. Di Singapura tidak ada pajak, aturan trust jelas, dan cara berinvestasi mudah, semisal dengan melalui ATM saja," ujar Ketut.

Tampaknya, dengan kendala undang-undang trust yang belum memadai, akan sulit membuat produk baru seperti Reit di bursa Indonesia. Ketut menambahkan, trust merupakan kumpulan aset yang tidak cocok diatur melalui undang-undang perusahaan terbatas.

Reit dapat diterbitkan oleh perusahaan yang belum terdaftar di bursa sehingga semakin banyak perusahaan properti yang dapat meraup dana dari pasar modal dengan mengikuti aturan yang berlaku seperti transparansi.

Pajak

Isu besar berikutnya adalah masalah perpajakan. Kalangan pasar modal sudah berulang kali meminta perbedaan perlakuan pajak antara perusahaan terbuka dan perusahaan yang belum terbuka.

Syukurlah! Isu ini tampaknya sudah ditanggapi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Investor Forum pada hari pertama mengungkapkan bahwa dalam satu atau dua bulan ini insentif pajak untuk emiten akan diumumkan. Syaratnya, perusahaan mencatatkan sahamnya minimal 15 persen di bursa. Maklumlah, ada perusahaan yang hanya memiliki satu persen saham di bursa juga dapat disebut sebagai perusahaan terbuka.

Menurut Menkeu, insentif itu akan masuk ke Paket Kebijakan Sektor Keuangan 2007 yang merupakan kelanjutan Paket Keuangan 2006. Insentif itu diterbitkan sebagai respons pemerintah atas tuntutan perkembangan pasar modal, pasar keuangan, dan perbankan.

Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Erlangga Hartarto menilai langkah pemerintah itu akan berdampak positif terhadap bursa. Tarif pajak penghasilan (PPh) yang lebih rendah akan menambah perusahaan tertutup yang masuk ke bursa. Selain itu, membendung keinginan emiten untuk keluar dari bursa. AEI mengusulkan tarif PPh 20 persen bagi perusahaan terbuka atau lebih rendah 10 persen daripada tarif PPh bagi perusahaan tertutup. (JOE/TAV)

No comments: