Wednesday, May 30, 2007

PEMBANGUNAN
Berbagai Tantangan, Berbagai Upaya

Setiap negara berjuang untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) demi kepentingan nasionalnya. Hal ini dinyatakan oleh para wakil dari kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dalam pertemuan tentang MDGs di Hanoi beberapa waktu lalu.

Namun, tabrakan kepentingan dari masing-masing tujuan tampaknya membuat pencapaian seluruh tujuan pada waktu yang bersamaan sangat sulit.

Menteri Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia Thailand Paiboon Wattanasiritham yakin bahwa Thailand akan mencapai beberapa tujuan MDGs sebelum tahun 2015, tetapi juga menyadari berbagai kesulitannya.

Duta Besar China Hu Qianwen mengemukakan, meskipun China mencapai kemajuan yang signifikan di bidang ekonomi beberapa tahun terakhir ini, angka kemiskinan masih sangat tinggi. Kalau standar kemiskinan adalah satu dollar AS per kapita per hari, China memiliki 135 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pembangunan yang masif dan kerusakan lingkungan merupakan persoalan besar meskipun wilayah yang dihutankan naik dari 16,55 persen tahun 1998 menjadi 18,21 persen tahun 2004. "China masih butuh waktu panjang untuk mencapai MDGs," ujarnya.

Vietnam lain lagi tantangannya. Negeri ini mengalami kemajuan pesat di bidang ekonomi akhir-akhir ini dan Indeks Pembangunan Manusia-nya dalam Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Dana Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan (UNDP) beberapa tahun terakhir ini melampaui Indonesia.

Namun, seperti dikemukakan Wakil Kepala Kantor Komite Nasional untuk Kemajuan Perempuan Vietnam Nguyen Thi Hoai Thu, "Kecurigaan jender dan chauvinisme masih kuat di dalam masyarakat. Fakta tentang adanya ketidakadilan jender masih sulit diterima."

Memang, keterwakilan dan partisipasi perempuan dalam politik mendapat perhatian dari partai dan negara, tetapi ukuran-ukuran konkret dalam perencanaan, pelatihan, dan penerapan kemampuan perempuan masih kurang.

Seperti halnya di banyak negara di dunia, perempuan Vietnam juga memanggul beban berganda-ganda, di rumah maupun di ruang publik, tetapi tidak mendapat dukungan cukup dari suami untuk meringankan beban pekerjaan rumah tangga.

Banyak upaya juga dilakukan. Selain proyek percontohan dan upaya penghapusan utang, masyarakat sipil di Filipina, seperti dikemukakan Prof Leonor Magtolis Briones dari National College of Public Administration Universitas Filipina, membentuk apa yang dinamakan Social Watch Phillipines.

Mereka melakukan pemantauan yang berbasis pada Indeks Kualitas Hidup yang dikembangkan oleh organisasi itu. Organisasi itu berjaringan dengan organisasi serupa di negara lain.

Di tingkat nasional, Mongolia menambah satu tujuan MDGs, yakni memperkuat pemerintahan demokratik dan hak-hak asasi manusia. Target sasaran kedelapan dikaitkan langsung dengan sasaran pertama, yakni penghapusan kemiskinan. Target universal akses kepada kesehatan reproduksi masuk ke sasaran kelima.

Indonesia

Dalam dialog nasional mengenai perempuan dan pencapaian MDGs di Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat beberapa waktu lalu, Menko Kesra Aburizal Bakrie mengemukakan, prioritas pertama pemerintah saat ini adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.

Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah Prasetyono Wijoyo, mengutip data Badan Pusat Statistik tahun 2006, mengatakan, jumlah penduduk miskin saat ini adalah 39,05 juta atau 17,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia saat ini. Jumlah rumah tangga miskin 19,1 juta, terdiri dari 2,8 juta sangat miskin, 8,2 juta miskin, dan 6,9 juga dekat miskin.

Namun, definisi kemiskinan ini masih bisa diperdebatkan kalau indikatornya hanya pendapatan per orang per hari dan asupan gizi, bukan indikator kesejahteraan secara menyeluruh.

Bahkan, standar kemiskinan Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini yang dua dollar AS per kapita per hari itu pun bisa dipertanyakan. Angka inflasi, misalnya, tak pernah dipertimbangkan sebagai faktor penting. Meski wacana tentang kemiskinan berkembang pesat, indikator yang digunakan belum beranjak dari sebelumnya.

Prasetyono Wijoyo lebih jauh mengungkapkan, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tertinggi di Asia Tengara, yakni 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka partisipasi sekolah menengah pertama kelompok pendapatan terendah hanya 70 persen dari angka nasional yang 81 persen. Kasus malnutrisi dan angka kematian anak balita tinggi.

Akses masyarakat miskin kepada air bersih masih sangat rendah, hanya 52 persen, dan 44 persennya tanpa sanitasi yang layak. Semua ini membuat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada di urutan 110 dari 171 negara (HDR 2005).

Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kantor Menko Kesra Sujana Royat menambahkan, angka pengangguran terbuka 10,9 juta atau 10,3 persen dari total angkatan kerja. Akses kepada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan permukiman, infrastruktur, permodalan dan kredit, serta informasi bagi rakyat miskin masih sangat terbatas.

Selain itu, kawasan kumuh di perkotaan masih sangat luas, yakni sekitar 56.000 hektar tersebar di 110 kota. Dari 66.000 desa, 42.000 di antaranya dapat dikategorikan sebagai desa miskin.

Pemerintah mempunyai beberapa program penghapusan kemiskinan, di antaranya, seperti yang diungkapkan oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie, adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang merupakan penggabungan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan di 2.389 kecamatan dan 3.581 kelurahan. Katanya, dana untuk itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Perempuan

Duta Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk MDGs di Kawasan Asia Pasifik Erna Witoelar dalam dialog nasional itu mengutarakan, sasaran MDGs tak ada yang baru bagi gerakan perempuan di Indonesia.

Namun, ia mengingatkan, meskipun secara umum diskriminasi mulai berkurang, masih banyak pembedaan hak yang dialami perempuan; selain kendala struktural dan partisipasi perempuan yang masih terbatas di tingkat pengambilan keputusan, baik di ruang publik maupun domestik.

"Saya menemukan beberapa kasus di Lombok yang memperlihatkan bagaimana perempuan berada di ujung maut karena tidak berani mengambil keputusan atas dirinya sendiri," ujar Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa tentang tingginya angka kematian ibu di berbagai wilayah di Indonesia. Masalah serupa juga dipaparkan seorang peserta dari Kalimantan Selatan.

Tingginya angka buta aksara di kalangan perempuan membuat mereka menjadi korban permaduan. "Di Lombok, perempuan membubuhkan cap jempolnya untuk izin suami menikah. Padahal, ia tahu apa isi pernyataan itu," ujar Khofifah tentang tingginya angka kawin cerai di berbagai wilayah di Indonesia.

Oleh karena itu, seperti dikemukakan Erna Witoelar, "Selain tujuan ke-3, yakni tercapainya kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, target dan indikator dari Tujuan MDGs lainnya harus mengarusutamakan kepentingan perempuan." (MARIA HARTININGSIH)

No comments: