Jakarta, Kompas - Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dipercepat karena momentum saat ini sangat mendukung. Faktor pendukung utama yakni pertumbuhan ekspor yang ditopang oleh naiknya harga komoditas dunia, tingkat inflasi yang semakin rendah, serta suku bunga yang cenderung menurun.
"Perekonomian Indonesia 10 tahun setelah krisis telah berada di trek yang benar. Perbaikan telah terjadi, tetapi memang kurang cepat. Nah, ini yang perlu kita percepat," kata Menteri Perekonomian Boediono dalam kata sambutan pada Indonesia Investor Forum 2, Rabu (30/5) di Jakarta.
Boediono menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang cepat bukan berarti harus spektakuler. Pertumbuhan ekonomi yang cepat harus disertai kestabilan dan kesinambungan. "Jangan sampai ekonomi hanya bertumbuh tinggi 1-2 tahun, tapi tahun ketiga turun lagi," katanya.
Optimisme pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, menurut Boediono, selain didorong oleh laju ekspor yang semakin tinggi akibat kenaikan harga komoditas, juga karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2007 lebih besar daripada APBN 2006.
"Pertumbuhan ekspor sebesar 17-18 persen mungkin bisa kita capai tahun ini. Dari sisi penyerapan anggaran, Menteri Keuangan telah menerapkan mekanisme baru agar anggaran bisa cepat terserap. Tahun 2008 pemerintah juga sepakat untuk meningkatkan belanja meski mengakibatkan defisit sedikit naik. Yang penting hal itu menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," katanya.
Sebagai gambaran perbaikan solid yang telah dicapai Indonesia, Boediono mengatakan, sejak tahun 2002 pertumbuhan ekonomi secara bertahap terus meningkat dari 4-4,5 persen menjadi 5 persen pada tahun 2003-2004. Lalu meningkat lagi menjadi 5,5-5,6 persen pada tahun 2005-2006 dan tahun ini diharapkan bisa menjadi 6 persen, bahkan lebih. "Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa mencapai 7 persen. Itu kalau kita bernasib baik. Target kita sih di 6,8 persen," katanya.
Dari sisi kesempatan kerja, perkembangannya juga terus membaik. Dari 88 juta orang bekerja pada 1998 telah meningkat menjadi 98 juta pada 2007.
Inflasi juga sudah jauh membaik, dari 80 persen pada saat krisis menjadi 17-18 persen pada tahun 2005 karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak. "Namun saat ini angka inflasi sudah mencapai 6 persen lebih. Jadi sebenarnya sudah lebih stabil kondisinya," kata Boediono.
Dia menambahkan, target inflasi dalam jangka menengah diarahkan ke angka regional 3-4 persen. Diperlukan koordinasi antara fiskal dan moneter yang jauh lebih baik lagi. Arus barang juga harus diperlancar.
"Peran daerah dalam menjaga kestabilan harga juga harus ditingkatkan, sebab ada daerah yang harganya tiba-tiba melonjak," kata Boediono.
Pada kesempatan terpisah, Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom mengingatkan, stabilitas makro belum diikuti pertumbuhan signifikan pada sektor riil karena kekakuan struktural pada sisi suplai.
Pengembangan kapasitas industri saat ini masih terkendala oleh keterbatasan investasi, kurangnya sarana infrastruktur dan teknologi, serta akses kredit.
Untuk memastikan stabilitas makro-ekonomi dapat mempercepat pergerakan mesin ekonomi, paket percepatan pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi mendesak segera diimplementasikan. (DAY/JOE/TAV)
No comments:
Post a Comment