Tuesday, May 29, 2007

Jangan Puas dengan Seremoni

Tajuk Kompas

Sengaja kita ingatkan hal ini agar kita tidak cepat merasa puas diri. Seakan-akan investasi akan segera mengalir begitu janji diucapkan.

Terlalu sering kita mendengar rencana investasi yang akan dilakukan di Indonesia. Para pejabat kita kemudian begitu antusias untuk menyambut rencana tersebut dan seakan-akan semuanya akan terjadi dengan sendirinya.

Padahal, dari rencana menjadi sesuatu yang kemudian dilaksanakan, ada sebuah proses. Keputusan untuk melaksanakan sebuah rencana bergantung pada kondisi di mana investasi itu akan dilaksanakan. Benar apa yang dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla seusai bertemu dengan para pengusaha Jepang. Wapres mengatakan dalam dua tahun ke depan investasi akan mengalir ke Indonesia apabila kita mampu menciptakan situasi yang kondusif, baik dalam keamanan maupun peraturan, terutama yang berkaitan dengan perburuhan, perpajakan, bea dan cukai, serta mampu menyediakan infrastruktur, seperti jalan, listrik, dan jasa pelabuhan yang baik.

Dan di situlah persoalan yang kita hadapi. Kita tidak pernah mampu memenuhi apa yang seharusnya kita siapkan untuk menyambut hadirnya investasi. Akibatnya, setiap kali pejabat kita bertemu dengan pengusaha asing, maka yang didapatkan adalah janji, janji, dan janji untuk melaksanakan investasi.

Dengan pengusaha Jepang setidaknya sudah lima kali rencana investasi itu disampaikan. Dua kali ketika bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dua kali ketika bertemu Wapres Jusuf Kalla, dan sekali ketika Aburizal Bakrie masih menjadi Menko Perekonomian. Tidak tanggung-tanggung rencana pengusaha Jepang untuk menanamkan modalnya di Indonesia mencapai angka 20 miliar dollar AS. Tetapi hingga saat ini tidak ada satu pun dari rencana itu yang direalisasikan.

Sekarang bukan saatnya lagi bagi kita untuk berbangga diri dengan segala hal yang berkaitan dengan seremoni. Investasi jangan diukur dari seremoninya. Investasi diukur dari berapa dana yang benar-benar ditanamkan.

Para pengusaha asing bukan tidak ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Hanya saja, mereka pun merasa lelah karena janji-janji untuk menciptakan iklim usaha yang sehat tidak pernah bisa kita penuhi. Di dunia yang semakin terbuka, pilihan untuk melakukan investasi begitu lebar. Ketika Indonesia tidak kunjung mampu mempercantik diri, mereka segera berpindah ke negara lain.

Tantangan itu kini berada di tangan kita sendiri, bukan pada pengusaha asing yang mau menanamkan modalnya di sini. Mampukah kita segera bertindak untuk memperbaiki diri kita? Tanpa itu, lupakan semua janji investasi yang akan kita dapatkan.

Keinginan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen tahun 2008 seharusnya menjadi pemacu bagi kita untuk bekerja lebih keras. Masalahnya, untuk mencapai target tersebut, kita membutuhkan adanya investasi sekitar Rp 1.000 triliun. Itu artinya kita membutuhkan investasi sekitar 100 miliar dollar AS. Itu bukan angka yang kecil dan harus ada usaha ekstra keras untuk bisa mendapatkannya.

No comments: