Jakarta, Kompas - Yayasan Kanker Indonesia dengan bantuan Southeast of Asia Tobacco Control Alliance terus memperjuangkan pemasangan gambar-gambar ”mengerikan” akibat merokok pada kemasan rokok. Upaya ini ditujukan untuk menandingi iklan rokok yang sangat gencar kepada semua kalangan.
”Iklan rokok menjadi daya tarik utama anak-anak mencoba merokok. Kini persentase anak yang merokok sekitar 24-33 persen dari populasi,” kata Koordinator Penanggulangan Tembakau pada Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Soeminar Siregar dalam Sarasehan Pemantapan Program Bebas Rokok di Lingkungan Sekolah, Sabtu (23/2) di Jakarta. Kegiatan tersebut dilaksanakan terkait peringatan Hari Kanker Sedunia 2008 dengan tema ”Udara Bebas Asap Rokok bagi Anak Indonesia”.
Menurut Soeminar, sebanyak 90 persen pasien kanker yang meninggal sebelumnya berperilaku merokok. Merokok dengan kandungan nikotin sebagai racun alkaloid di dalam tembakau dinyatakan bersifat adiktif atau menyebabkan ketagihan. Dalam jangka panjang, nikotin menekan kemampuan otak untuk terus merasakan kenikmatan dengan kadar yang semakin tinggi.
Dari hasil pengumpulan pendapat masyarakat, menurut Soeminar, saat ini diperoleh empat kriteria gambar mengerikan akibat merokok untuk diperjuangkan agar dicantumkan pada setiap kemasan rokok, yaitu gambar tubuh perokok yang rusak, gambar paru-paru antara yang rusak dan yang sehat, gambar kanker pada mulut, dan gambar yang menunjukkan penyakit impotensi pada laki-laki.
”Namun, usulan pemasangan gambar-gambar yang mengingatkan bahaya merokok ini masih mendapat tentangan dari sejumlah kalangan termasuk pemerintah,” kata Soeminar. Padahal, dengan pemasangan gambar ini diharapkan anak-anak akan berpikir ulang jika akan mencoba-coba merokok.
Larangan membeli
Usulan lain kepada pemerintah yang juga belum disetujui, lanjut Soeminar, adalah pelarangan usia anak di bawah 18 tahun untuk membeli atau menjual rokok.
Kategori usia anak 14-15 tahun yang merokok saat ini tercatat 24 persen dan pada usia 17-18 tahun sebesar 33 persen. Namun, ditegaskan Soeminar, Indonesia termasuk peringkat tertinggi di dunia untuk kategori usia anak 5-9 tahun yang merokok.
Data pada tiga tahun yang lalu, persentase anak usia 5-9 tahun yang merokok 0,4 persen. ”Tetapi, sekarang jumlahnya melonjak menjadi 1,4 persen dari total populasi anak-anak usia itu,” ujarnya.
Karena tingginya jumlah perokok pada anak-anak, lanjut Soeminar, pemerintah didorong supaya lebih serius menangani pertambahan jumlah anak-anak yang merokok.
Pada sarasehan tersebut, Yulma, seorang pengajar SMPN 19 Jakarta, mengatakan, sekolahnya sejak 31 Oktober 1990 dinyatakan bebas rokok dan dikuatkan dengan surat keputusan Gubernur DKI. Dari keputusan tersebut kemudian digalakkan program Guru-guru Menjadi Panutan Tidak Merokok (GMPTM).
Sunarno dari SMAN 68 Jakarta mengatakan, untuk mengurangi dampak iklan rokok, sekolahnya mengeluarkan larangan perusahaan rokok menjadi sponsor kegiatan siswa. (NAW)
No comments:
Post a Comment