Monday, February 25, 2008

Porsi Kredit UMKM Menurun


Perbankan Agresif Menyalurkan
Kredit untuk Korporasi
Senin, 25 Februari 2008 | 01:23 WIB

Jakarta, Kompas - Porsi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM terhadap total kredit perbankan nasional terus menurun sepanjang tahun 2007. Fenomena ini terjadi karena tahun lalu perbankan lebih banyak menyalurkan kredit ke sektor korporasi yang berskala besar.

Kredit korporasi meliputi pembiayaan untuk proyek infrastruktur, energi, minyak, dan gas. Untuk itu pertumbuhan kredit UMKM harus dipercepat agar bisa menyaingi kredit korporasi.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per akhir Desember 2007, posisi kredit UMKM secara nasional mencapai Rp 502,79 triliun atau 50,2 persen terhadap total kredit perbankan nasional yang sebesar Rp 1.000,02 triliun.

Porsi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan akhir 2006 yang mencapai 52 persen. Kredit UMKM merupakan pinjaman dengan plafon di bawah Rp 5 miliar. Adapun pinjaman di atas Rp 5 miliar disebut kredit korporasi.

Kredit UMKM terdiri dari kredit menengah (pinjaman Rp 500 juta-Rp 5 miliar), kredit kecil (Rp 50 juta-Rp 500 juta), dan kredit mikro (di bawah Rp 50 juta).

Bank jauh dengan UMKM

Dalam setahun terakhir, kredit korporasi tumbuh lebih cepat mencapai 30,2 persen dibandingkan dengan kredit UMKM yang meningkat 22,5 persen.

Ekonom BRI, Djoko Retnadi, akhir pekan lalu mengatakan, tahun ini perbankan cukup agresif membiayai proyek-proyek berskala korporasi seperti jalan tol, pembangkit listrik, dan perkebunan.

”Bank semakin jauh dari kredit UMKM yang sifatnya produktif. Sebenarnya ada program pemerintah, yakni kredit untuk rakyat atau KUR, yang bisa mendorong kredit UMKM. Namun, ini perlu waktu karena baru enam bank yang boleh ikut KUR,” kata Djoko.

Turunnya porsi kredit UMKM dalam setahun belakangan ini kontras dengan kondisi selama tahun 2002-2006. Selama periode ini, porsi kredit UMKM terus meningkat.

Hingga kini, sebenarnya penetrasi pembiayaan ke segmen UMKM tergolong rendah. Dari 45 juta pelaku UMKM di negeri ini, baru sekitar 15 juta yang mendapatkan pembiayaan dari bank.

BI dalam tiga tahun terakhir telah berupaya mendorong pertumbuhan kredit UMKM dengan melonggarkan aturan, seperti kriteria penilaian kolektibilitas kredit dan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

Tahun ini, BI merencanakan untuk menurunkan ATMR KUR menjadi 30 persen. Selain itu, BI juga mewajibkan bank melakukan pembinaan terhadap pelaku UMKM agar usaha mereka berkesinambungan dan tidak berhenti di tengah jalan.

Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, menambahkan, dalam triwulan IV 2007 perbankan sangat agresif menyalurkan kredit korporasi. Inilah yang memicu meningkatnya porsi kredit korporasi.

Kredit infrastruktur dan energi memang menjadi program pemerintah. Kredit UMKM memiliki kelebihan dan kelemahan di mata kalangan bankir.

Kelemahannya, bank membutuhkan jaringan luas dan sumber daya manusia yang besar untuk menjangkau serta membina pelaku UMKM di pelosok daerah.

Kelebihannya, kredit jenis ini memiliki risiko rendah dan menjanjikan margin keuntungan yang besar. Memiliki risiko yang rendah karena penyaluran kreditnya terdistribusi ke banyak pihak.

Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo mengatakan, program kredit yang dijalankan perbankan dirasa belum efektif karena belum berhasil mengembangkan UMKM seperti yang diharapkan.

Ini terjadi karena permasalahan yang membelit UMKM sangat kompleks, mulai dari kualitas produk, manajemen, sampai pemasaran.

Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad menjelaskan, meskipun kredit UMKM naik namun pertumbuhan kredit korporasi juga cukup signifikan.

Tantangan untuk mendorong kredit UMKM, kata Muliaman, selain inovasi model bisnis adalah menggarap kredit mikro yang belum optimal. (FAJ)

No comments: