Kamis, 14 Februari 2008 - 10:09 wib
Kemiskinan secara konvensional diartikan sebagai kondisi terbatasnya daya beli, sehingga akses terhadap sandang,papan,dan pangan menjadi sangat terbatas.
Dalam makna yang lebih luas,kemiskinan juga merujuk pada keterbatasan untuk berinteraksi secara sosial dengan lingkungannya. Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UN's World Summit on Social Development menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya menyangkut sandang,pangan,dan papan. Kemiskinan juga berarti terbatasnya akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan,air bersih,dan informasi.
Ada dua jenis kemiskinan. Pertama kemiskinan absolut,yaitu apabila seseorang atau sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu. Garis kemiskinan absolut berlaku lintas negara. Artinya, seseorang di manapun dia tinggal, untuk mempertahankan kehidupannya dia memerlukan sejumlah kebutuhan dasar yang sama. Kemiskinan absolut kerap digunakan sebagai pembanding kemajuan bangsabangsa di dunia, juga dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Kedua, kemiskinan relatif.
Kemiskinan jenis ini hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya.Sebagai contoh, pegawai negeri secara relatif lebih makmur daripada para petani. Padahal,sebenarnya pegawai negeri pun mungkin sebagian belum bebas dari kemiskinan bila digunakan ukuran standar Bank Dunia. Ilmuwan seperti Max Neef memilah milah kemiskinan ke dalam beberapa kategori.
Disebutkan bahwa kemiskinan subsisten adalah apabila sekelompok masyarakat rendah daya belinya, memiliki waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal yang buruk, dan sulit mendapatkan air bersih.Dia juga menjelaskan arti kemiskinan pengetahuan yang diindikasikan oleh rendahnya pendidikan formal. Sementara itu, ada pula kemiskinan kultural, yaitu keengganan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan menerima keadaan apa adanya. Berbagai program untuk mengatasi kemiskinan sering terbentur oleh perilaku kemiskinan kultural.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa jumlah orang miskin seolah stagnan. Kemiskinan kultural menimbulkan mentalsukameminta.Komporgasgratis yangdibagikanpemerintahuntukorang miskin,misalnya,ternyatadiminatipula oleh orang-orang tidak miskin.Orangorang ini sebenarnya mampu membeli kompor gas sendiri, namun mereka memanfaatkan celah-celah kesempatan atau aturan yang menyatakan bahwa kompor ini dibagikan secara gratis kepada siapa pun yang masih menggunakan kompor minyak tanah.
BPS (2006) menetapkan garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp175.324 per kapita per bulan dan di pedesaan Rp131.256.Dengan besaran penghasilan tersebut, seseorang dianggap masih mampu memenuhi kebutuhan akan pangan senilai 2.100 Kalori. Selain itu, berbagai kebutuhannya akan pakaian, kesehatan, pendidikan, dan transportasi juga dapat dicukupi. Garis kemiskinan menurut Bank Dunia adalah USD2 per kapita per hari atau Rp540.000 per bulan.
Hal ini berarti UMR yang ditetapkan sebesar Rp700.000-900.000 sudah dianggap memadai,bila semua tenaga kerja adalah bujangan yang bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemiskinan merupakan resultan proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi yang kemudian mendorong terjadinya deprivasi pemenuhan kebutuhan orang miskin.
Kelangkaan lapangan kerja akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material.Karena itu,menyediakan kesempatan kerja melalui pertumbuhan ekonomi makro dan mikro akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan. Namun, kekuatan politik dan ekonomi kerap belum berpihak pada rakyat miskin. Ini menyebabkan orang miskin hanya dicatat sebagai data.Mereka tetap sulit mendapatkan pendidikan- sarana untuk lolos dari kemiskinan di kemudian hari.
Pendidikan yang cukup akan menjamin generasi mendatang dapat meraih nasib lebih baik daripada orangtua mereka yang saat ini hidup berkubang kemiskinan. Duniayangkurangadiltelahmenyebabkan kemiskinan semakin sulit teratasi. Kemiskinan adalah persoalan dunia,bukan hanya persoalan bangsa Indonesia. Dari 6 miliar penduduk bumi, 2,8 miliar di antaranya hanya berpenghasilan kurang dari USD2 sehari.Sekitar 1,2 miliar hidup dengan pendapatan kurang dariUSD1perhari.
Kalau di negara kaya,hanya 1 dari 100 balita yang tidak dapat melangsungkan hidup; di negara miskin, 20 anak dari 100 balita mati sebelum menginjak usia lima tahun. Lima puluh persen balita di negara miskin kurang gizi. Kesejahteraan global dan perkembangan teknologi yang diraih umat manusia melaju sangat pesat pada seabad terakhir dibandingkan abadabad sebelumnya.
Namun, pertumbuhan yang mencengangkan ini terdistribusi secara tidak adil. Rata-rata penghasilan masyarakat di 20 negara terkaya adalah 37 kali lipat dibandingkan 20 negara termiskin. Indonesia sudah mengarah pada hal yang benar ketika meluncurkan program Askeskin sehingga orang miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan secara gratis. Demikian pula dengan program pendidikan dasar gratis selama sembilan tahun. Kebijakan kebijakan yang sudah prorakyat miskin ini perlu selalu dikawal melalui pengawasan.
Kalau tidak,implementasinya di lapangan akan rawan terhadap penyelewengan.Bukankah negara kita termasuk negara paling korup? Penyelewengan dan korupsi telah membuat negara ini sulit bangun karena beban utang yang sangat besar.Anggaran belanja negara menjadi kurang signifikan untuk pembangunan dan pembiayaan layanan kesejahteraan masyarakat.Akibatnya,banyak rakyat miskin yang masih menjerit menghadapi kehidupan yang kian sulit.
Perlu kiranya diwujudkan harmoni antara proses-proses politik,ekonomi, dan kelembagaan-kelembagaan yang ada sehingga menjadi responsif terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.Pemberdayaan terhadap orang miskin,golongan menengah,dan kelompok lain akan menciptakan perubahan nyata dalam pelayanan publik sehingga layanan menjadi lebih efisien.
Memberdayakan perempuan secara langsung ataupun tidak akan membuka kesempatan ekonomi bagi orang miskin.Perempuan adalah pilar ekonomi kedua dalam rumah tangga. Ketahanan pangan keluarga akan menjadi lebih baik bila perempuan ikut bekerja mencari nafkah. Penghasilan perempuan dalam rumah tangga miskin cenderung dialokasikan untuk kesejahteraan anak-anak. Dibutuhkan aksi nyata pemerintah untuk menangkal gonjang-ganjing harga pangan yang kian membubung.
Pembangunan akan lancar bila perut rakyat kenyang.Karena itu,kemandirian pangan harus benar-benar menjadi fokus pemerintah. Bila tidak, negara dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi ini tidak akan mampu mengakses pangan dari pasar global. Rakyat (miskin) dituntut kesabarannya untuk menghadapi kondisi rawan akibat tekanan ekonomi, akibat bencana,dan lain-lain. Hancurnya rumah, harta dan benda, serta sarana dan prasarana menyebabkan rakyat miskin semakin terpuruk kehidupannya. Pada dasarnya masyarakat di manapun di dunia ini sangat takut menghadapi kemiskinan. Kemiskinan adalah sesuatu yang dibenci, tetapi sulit untuk diatasi.(*)
PROF ALI KHOMSAN
Guru Besar IPB
Dalam makna yang lebih luas,kemiskinan juga merujuk pada keterbatasan untuk berinteraksi secara sosial dengan lingkungannya. Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UN's World Summit on Social Development menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya menyangkut sandang,pangan,dan papan. Kemiskinan juga berarti terbatasnya akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan,air bersih,dan informasi.
Ada dua jenis kemiskinan. Pertama kemiskinan absolut,yaitu apabila seseorang atau sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu. Garis kemiskinan absolut berlaku lintas negara. Artinya, seseorang di manapun dia tinggal, untuk mempertahankan kehidupannya dia memerlukan sejumlah kebutuhan dasar yang sama. Kemiskinan absolut kerap digunakan sebagai pembanding kemajuan bangsabangsa di dunia, juga dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Kedua, kemiskinan relatif.
Kemiskinan jenis ini hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya.Sebagai contoh, pegawai negeri secara relatif lebih makmur daripada para petani. Padahal,sebenarnya pegawai negeri pun mungkin sebagian belum bebas dari kemiskinan bila digunakan ukuran standar Bank Dunia. Ilmuwan seperti Max Neef memilah milah kemiskinan ke dalam beberapa kategori.
Disebutkan bahwa kemiskinan subsisten adalah apabila sekelompok masyarakat rendah daya belinya, memiliki waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal yang buruk, dan sulit mendapatkan air bersih.Dia juga menjelaskan arti kemiskinan pengetahuan yang diindikasikan oleh rendahnya pendidikan formal. Sementara itu, ada pula kemiskinan kultural, yaitu keengganan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan menerima keadaan apa adanya. Berbagai program untuk mengatasi kemiskinan sering terbentur oleh perilaku kemiskinan kultural.
Hal inilah yang menyebabkan mengapa jumlah orang miskin seolah stagnan. Kemiskinan kultural menimbulkan mentalsukameminta.Komporgasgratis yangdibagikanpemerintahuntukorang miskin,misalnya,ternyatadiminatipula oleh orang-orang tidak miskin.Orangorang ini sebenarnya mampu membeli kompor gas sendiri, namun mereka memanfaatkan celah-celah kesempatan atau aturan yang menyatakan bahwa kompor ini dibagikan secara gratis kepada siapa pun yang masih menggunakan kompor minyak tanah.
BPS (2006) menetapkan garis kemiskinan di perkotaan sebesar Rp175.324 per kapita per bulan dan di pedesaan Rp131.256.Dengan besaran penghasilan tersebut, seseorang dianggap masih mampu memenuhi kebutuhan akan pangan senilai 2.100 Kalori. Selain itu, berbagai kebutuhannya akan pakaian, kesehatan, pendidikan, dan transportasi juga dapat dicukupi. Garis kemiskinan menurut Bank Dunia adalah USD2 per kapita per hari atau Rp540.000 per bulan.
Hal ini berarti UMR yang ditetapkan sebesar Rp700.000-900.000 sudah dianggap memadai,bila semua tenaga kerja adalah bujangan yang bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemiskinan merupakan resultan proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi yang kemudian mendorong terjadinya deprivasi pemenuhan kebutuhan orang miskin.
Kelangkaan lapangan kerja akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material.Karena itu,menyediakan kesempatan kerja melalui pertumbuhan ekonomi makro dan mikro akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan. Namun, kekuatan politik dan ekonomi kerap belum berpihak pada rakyat miskin. Ini menyebabkan orang miskin hanya dicatat sebagai data.Mereka tetap sulit mendapatkan pendidikan- sarana untuk lolos dari kemiskinan di kemudian hari.
Pendidikan yang cukup akan menjamin generasi mendatang dapat meraih nasib lebih baik daripada orangtua mereka yang saat ini hidup berkubang kemiskinan. Duniayangkurangadiltelahmenyebabkan kemiskinan semakin sulit teratasi. Kemiskinan adalah persoalan dunia,bukan hanya persoalan bangsa Indonesia. Dari 6 miliar penduduk bumi, 2,8 miliar di antaranya hanya berpenghasilan kurang dari USD2 sehari.Sekitar 1,2 miliar hidup dengan pendapatan kurang dariUSD1perhari.
Kalau di negara kaya,hanya 1 dari 100 balita yang tidak dapat melangsungkan hidup; di negara miskin, 20 anak dari 100 balita mati sebelum menginjak usia lima tahun. Lima puluh persen balita di negara miskin kurang gizi. Kesejahteraan global dan perkembangan teknologi yang diraih umat manusia melaju sangat pesat pada seabad terakhir dibandingkan abadabad sebelumnya.
Namun, pertumbuhan yang mencengangkan ini terdistribusi secara tidak adil. Rata-rata penghasilan masyarakat di 20 negara terkaya adalah 37 kali lipat dibandingkan 20 negara termiskin. Indonesia sudah mengarah pada hal yang benar ketika meluncurkan program Askeskin sehingga orang miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan secara gratis. Demikian pula dengan program pendidikan dasar gratis selama sembilan tahun. Kebijakan kebijakan yang sudah prorakyat miskin ini perlu selalu dikawal melalui pengawasan.
Kalau tidak,implementasinya di lapangan akan rawan terhadap penyelewengan.Bukankah negara kita termasuk negara paling korup? Penyelewengan dan korupsi telah membuat negara ini sulit bangun karena beban utang yang sangat besar.Anggaran belanja negara menjadi kurang signifikan untuk pembangunan dan pembiayaan layanan kesejahteraan masyarakat.Akibatnya,banyak rakyat miskin yang masih menjerit menghadapi kehidupan yang kian sulit.
Perlu kiranya diwujudkan harmoni antara proses-proses politik,ekonomi, dan kelembagaan-kelembagaan yang ada sehingga menjadi responsif terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.Pemberdayaan terhadap orang miskin,golongan menengah,dan kelompok lain akan menciptakan perubahan nyata dalam pelayanan publik sehingga layanan menjadi lebih efisien.
Memberdayakan perempuan secara langsung ataupun tidak akan membuka kesempatan ekonomi bagi orang miskin.Perempuan adalah pilar ekonomi kedua dalam rumah tangga. Ketahanan pangan keluarga akan menjadi lebih baik bila perempuan ikut bekerja mencari nafkah. Penghasilan perempuan dalam rumah tangga miskin cenderung dialokasikan untuk kesejahteraan anak-anak. Dibutuhkan aksi nyata pemerintah untuk menangkal gonjang-ganjing harga pangan yang kian membubung.
Pembangunan akan lancar bila perut rakyat kenyang.Karena itu,kemandirian pangan harus benar-benar menjadi fokus pemerintah. Bila tidak, negara dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi ini tidak akan mampu mengakses pangan dari pasar global. Rakyat (miskin) dituntut kesabarannya untuk menghadapi kondisi rawan akibat tekanan ekonomi, akibat bencana,dan lain-lain. Hancurnya rumah, harta dan benda, serta sarana dan prasarana menyebabkan rakyat miskin semakin terpuruk kehidupannya. Pada dasarnya masyarakat di manapun di dunia ini sangat takut menghadapi kemiskinan. Kemiskinan adalah sesuatu yang dibenci, tetapi sulit untuk diatasi.(*)
PROF ALI KHOMSAN
Guru Besar IPB
No comments:
Post a Comment