Jakarta-RoL--Kebijakan dunia perbankan sampai saat ini belum berpihak pada dunia usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal itu terbukti dari rendahnya jumlah UMKM yang dapat menikmati kucuran kredit dari dunia perbankan untuk mengembangkan usaha mereka.
Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi dan UMKM, Fadjar Sofyar, menjelaskan, dari 48,9 juta UMKM yang tersebar di Indonesia, baru 19,1 juta UMKM yang bisa mengakses kredit perbankan. Dengan demikian, 29,8 juta UMKM, atau lebih dari 60 persen UMKM yang masih menggantungkan perolehan dana kreditnya dari sector informal yang seringkali malah menjerat dengan bunga tinggi.
‘’Kita sangat prihatin dnegan kondisi tersebut,’’ kata Fadjar, saat ditemui di sela-sela acara seminar Tanggung Jawab dan Komitmen Perbankan serta Pemerintah dalam Pembiayaan UMKM, di Jakarta, Kamis (31/1).
Menurut Fadjar, kendala yang dihadapi para UMKM untuk memperoleh kredit dari perbankan diantaranya karena pihak perbankan menerapkan prinsip 5 C. Prinsip 5 C yang terdiri dari character, capital, capability, credibility, dan collateral itu sulit untuk dipenuhi UMKM.
Selain itu, tambah Fadjar, kendala lain yang dihadapi para UMKM untuk memperoleh kredit dari perbankan adalah sulitnya memperoleh jaminan kredit dan terbatasnya lembaga penjamin kredit koperasi dan usaha kecil. Sedangkan regulasi Bank Indonesia (BI) dalam menilai kredit, diantaranya dari aspek jaminan.
‘’Manajemen dan administrasi dari UMKM juga kurang memadai sehingga menyulitkan untuk mengevaluasi kelayakan usaha maupun kienrja keuangannya,’’ tutur Fadjar.
Fadjar menambahkan, UMKM juga selama ini tidak bankable karena tidak memiliki agunan yang cukup. Selain itu, ketersediaan dana bergulir APBN untuk perkuatan modal bagi KUMKM belum sebanding dengan kontribusinya terhadap PDB nasional yang mencapai Rp 1.778,7 triliun.
Untuk mengatasi hal tesrebut, imbuh Fadjar, pada 2008, LPDB-KUMKM merencanakan akan menyalurkan pembiayaan atau pinjaman kepada KUMKM sebesar Rp 135,6 miliar. Dana yang bersumber dari dana bergulir APBN tersebut, imbuh dia, akan diperuntukkan bagi 310 koperasi dan 232 UKM.
‘’Untuk penyalurannya, LPDB-KUMKM bekerja sama dengan KSP (koperasi simpan pinjam), USP (unit simpan pinjam)-koperasi, PMV (perusahaan modal ventura), perusahaan pembiayaan, dan perbankan,’’ tandas Fadjar.
Namun, sambung Fadjar, KUMKM yang dapat memperoleh pinjaman LPDB-KUMKM itu harus memenuhi sejumlah criteria. Dia menyebutkan, criteria yang dimaksud itu yakni telah memperoleh penghargaan dari pemda kab/kota/provinsi, dan tingkat pusat atau internasional, dan atau mampu menyerap tenaga kerja tetap/tidak tetap minimal sepuluh roang, dan atau mrmproduksi atau menampung produksi UMK untuk diekspor dengan nilai rata-rata minimal Rp 1 miliar.
Lebih lanjut Fadjar mengungkapkan, LPDB-KUMKM tersebut rencananya akan dikembangkan menjadi sebuah bank UMKM. Saat ini, pihaknya bersama-sama dengan BI tengah menyusun konsep rencana tersebut untuk diserahkan kepada menteri negara koperasi dan UKM.
‘’Kita maunya bank UMKM itu nantinya berbentuk seperti Grameen Bank (Bangladesh), yang memberikan kredit tanpa agunan dan bunga,’’ tandas Fadjar.
Sementara itu, pengamat UMKM, Adler Manurung, menjelaskan, UMKM di Indonesia selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan, terutama ketika krisis moneter menerjang pada 1998-2000. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang besar pada kelompok tersebut.
‘’Pemerintah harus turun tangan agar UMKM dapat mendapatkan pembiayaan dari sector formal,’’ kata Adler. pur
No comments:
Post a Comment