Jakarta, Kompas - Departemen Perhubungan menyatakan akan meniadakan toleransi jumlah berat yang diizinkan atau JBI pada akhir 2008 untuk mengurangi kerusakan jalan.
Pada akhir Maret atau paling lambat April 2008, toleransi JBI juga akan diturunkan hingga 50 persen.
”Kami akan membahas penurunan toleransi JBI antara Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum, dan pemerintah daerah. Nanti implementasinya akan didahului sosialisasi karena pasti ada pro- kontra,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, Iskandar Abubakar, Senin (25/2) di Jakarta, dalam jumpa pers khusus mengenai toleransi JBI.
Saat ini toleransi JBI kendaraan sebesar 60 persen. Artinya, jalan yang dengan desain 10 ton diperbolehkan untuk dilewati truk bermuatan hingga 16 ton. Dalam hitungan teknis toleransi 60 persen, merusak jalan 6,5 kali lebih cepat.
Hari Rabu (13/2), Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto kembali mendesak Departemen Perhubungan untuk meniadakan toleransi JBI bagi truk. Pasalnya, hal itu bisa merusak jalan lebih cepat.
Iskandar mengatakan, peniadaan toleransi JBI tidak dapat dilakukan seketika karena ada konsekuensi berupa pendistribusian muatan, yang berdampak kepada pertambahan jumlah angkutan.
”Ketika Departemen Perhubungan menurunkan toleransi JBI dari 70 persen ke 60 persen (Februari 2007), langsung terjadi pemblokiran jembatan timbang di Jawa Tengah oleh empat truk. Itu contoh adanya pro-kontra. Tetapi, kami menghendaki toleransi terus diturunkan karena melihat potensi kerusakan jalan akibat kelebihan beban,” ujar Iskandar.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Departemen Perhubungan Soeroyo Alimoeso menambahkan, truk-truk angkutan yang sering melanggar toleransi JBI adalah pengangkut semen, pupuk, besi, dan keramik.
”Kami juga meminta pihak-pihak yang ada di jalan untuk tidak memberhentikan truk yang nyata-nyata tanpa kesalahan. Sebab terkadang hal itu (pungli) menimbulkan peningkatan biaya transportasi yang tidak perlu,” ujar Soeroyo.
Standar mutu rendah
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Agus Taufik mengingatkan, kerusakan jalan tidak semata-mata diakibatkan beban kendaraan yang berlebih. Namun, disebabkan pula oleh rendahnya standar mutu pengerasan jalan dan sistem drainase jalan yang buruk.
Dalam penelitian tahun 2005-2006 di 28 provinsi, kerusakan jalan ternyata 44 persen diakibatkan tidak standarnya mutu pengerasan jalan, 40 persen disebabkan drainase jalan yang buruk, baru sisanya diakibatkan pelanggaran JBI.
”Di ruas pantai utara (pantura) Jawa, mungkin kerusakan jalan sebesar 50 persen disumbang beban kendaraan yang berlebih, baru 50 persennya disumbang konstruksi yang buruk. Tetapi, bagaimana dengan jalan di Indonesia bagian timur, yang meskipun jarang dilewati kendaraan, tetapi dalam enam bulan sudah hancur,” tutur Agus Taufik. (RYO)
No comments:
Post a Comment