Saturday, February 2, 2008

Sulitnya Mengajak Berhemat



Sabtu, 2 Februari 2008 | 07:55 WIB

Sebelum tahun anggaran 2008 dimulai, ancaman krisis anggaran pemerintah sudah terbaca. Tanggal 27 November 2007, pemerintah menerbitkan sembilan langkah pengamanan APBN 2008. Salah satunya penghematan anggaran kementerian dan lembaga nondepartemen sebesar 15 persen.

Penghematan itu diharapkan dapat memberi dana cadangan Rp 30 triliun. Secara teori mudah dilakukan, tinggal mencoret daftar pos anggaran di 78 kementerian dan lembaga nondepartemen. Namun, tidak demikian dalam praktiknya.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, misalnya, menyatakan sulit menghemat anggaran. ”Saya setengah pingsan memikirkannya, akan banyak anggaran program kemasyarakatan yang terpotong,” ujarnya di sela-sela rapat kerja dengan Komisi IX DPR beberapa hari lalu.

Dalam raker dengan Panitia Anggaran DPR, Rabu (30/1), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, penghematan memang berat. Buktinya, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution kerap mendekatinya, memohon agar anggaran yang dihemat tidak terlalu besar. ”Namun, saya menegaskan, ini memang berat tetapi harus dilakukan. Departemen Keuangan harus berada di depan memberikan contoh kepada departemen yang lain,” ujarnya.

Depkeu pun memublikasikan angka perkiraan penghematan lebih awal dari departemen lain. Seperti diungkapkan Mulia Nasution, dari total anggaran untuk Depkeu senilai Rp 16 triliun, departemen ini hanya bisa menghemat 4 persen, atau sekitar Rp 640 miliar.

Itu diperoleh setelah total anggaran Depkeu dipotong anggaran untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS), pembayaran hibah, pelunasan utang, dan kewajiban Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hasil pengurangan itu dikalikan dengan target penghematan 15 persen.

Lalu, bagaimana dengan departemen lain. Menteri Agama Maftuh Basyuni mencoba bernegosiasi dengan Menkeu agar diberi keringanan. Sebab, penghematan 15 persen dari anggaran itu sangat besar artinya bagi operasional lembaga tersebut.

Departemen Pekerjaan Umum minta pengecualian. Alasannya, pemotongan anggaran hanya akan menurunkan aktivitas pengawasan pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai APBN.

Namun, tenggat waktu telah ditetapkan tanggal 2 Januari 2008, Menkeu menerbitkan surat Nomor S-1/MK.02/2008 tanggal 2 Januari 2008 tentang Langkah Dasar Penghematan Anggaran Kementerian dan Lembaga.

Dalam surat itu ditegaskan, batas akhir penyerahan daftar anggaran yang dihemat dari setiap lembaga akhir Januari 2008. Selain itu ditetapkan, penghematan 15 persen dihitung dari total alokasi pagu anggaran masing-masing kementerian dan lembaga.

Tidak ada penjelasan bahwa penghematan 15 persen itu dihitung setelah pengurangan pagu anggaran terhadap gaji, utang, hibah, atau PNBP.

”Penghematan ini bukan memotong anggaran yang telah menjadi pagu masing-masing departemen, tetapi hanya penundaan kegiatannya,” ujar Menkeu.

Dengan demikian, jika pada akhir tahun anggaran tidak terpakai, dana hasil penghematan bisa dikembalikan. Namun, kini dana itu harus dikumpulkan di kas negara sebagai cadangan, untuk berjaga-jaga seandainya APBN makin tertekan oleh melonjaknya harga minyak mentah dan komoditas.

Sikap Menkeu tegas dan tak bisa tergoyahkan. Gagal bernegosiasi dengan Menkeu, para menteri dan kepala lembaga nondepartemen mengadu pada komisi-komisi di DPR, yang menjadi rekan kerjanya.

Akibatnya, rapat kerja Panitia Anggaran dengan Menkeu, Rabu, diramaikan oleh pernyataan anggota Dewan yang keberatan dengan penghematan.

Namun, Sri Mulyani tetap pada keputusannya. Dia malah balik meminta semua lembaga negara ikut berkontribusi dalam program penghematan itu, termasuk DPR dan lembaga yudikatif.

”Program penghematan ini baru diterapkan di eksekutif, belum dimintakan kepada lembaga legislatif dan yudikatif. Mungkin nanti Pak Presiden yang akan minta kontribusi kedua lembaga negara itu,” tutur Sri Mulyani.

Di akhir rapat, para anggota DPR pun menjanjikan akan berbicara dengan fraksinya masing- masing tentang penghematan anggaran ini.

Anggota Panitia Anggaran, Maruarar, menyatakan, penghematan di lembaga legislatif adalah keharusan. ”Bagaimanapun, DPR harus memberikan teladan. DPR harus menunjukkan keprihatinannya terhadap kondisi keuangan negara ini,” ujar Maruarar.

Sebaiknya dilibatkan

Kepala ekonom BNI A Tony Prasetiantono mengusulkan agar penghematan dilakukan di semua lini kehidupan bangsa ini, bukan hanya anggaran pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Sebab, kebijakan pemerintah untuk meredam krisis pangan yang terjadi saat ini memerlukan dukungan anggaran cukup besar.

Namun, ia mengakui, Menkeu akan sulit mengajak daerah melakukan penghematan. Sebab, sejak diterapkannya otonomi daerah, pemerintah pusat tidak bisa menyentuh keuangan daerah.

Saat ini pos pengeluaran APBN 2008 ada dua, yakni belanja pemerintah pusat Rp 564 triliun, atau 13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dan belanja daerah, antara lain dana alokasi umum Rp 271 triliun atau 6,3 persen terhadap PDB.

”Dari dua pos ini, yang relatif terkontrol Depkeu adalah belanja pemerintah pusat. Anggaran daerah sulit. Menkeu lebih mudah melobi departemen,” ujar Tony. Sesulit apa pun, penghematan anggaran salah satu dari sembilan cara pengamanan APBN 2008 yang perlu segera direalisasikan. Sebab, jika penghematan dilakukan di akhir tahun anggaran, pemerintah akan terjebak dalam kubangan lama, yakni rendahnya tingkat penyerapan anggaran, seperti kerap terjadi selama ini.

Penghematan merupakan salah satu teknis yang ampuh untuk menekan ”pendarahan” APBN. Tanpa langkah-langkah pengamanan, kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia serta rendahnya produksi minyak domestik akan menyebabkan beban subsidi bahan bakar minyak dan listrik membengkak.

Dana Rp 30 triliun, hasil penghematan, setidaknya bisa meredam lonjakan anggaran belanja negara tahun ini, yang diperkirakan Rp 971 triliun. Itu berarti, defisit APBN sebesar Rp 185 triliun bisa dihindari. (Orin Basuki)

No comments: