Friday, February 8, 2008

Penurunan Suku Bunga Kredit Tetap Berlanjut


Jumat, 8 Februari 2008 | 02:44 WIB

Yogyakarta, Kompas - Meskipun suku bunga acuan atau BI Rate tak lagi turun dalam dua bulan terakhir, suku bunga kredit perbankan diperkirakan tetap akan turun sampai beberapa bulan mendatang.

Hal itu dimungkinkan karena tingkat efisiensi perbankan terus membaik, secara signifikan. Demikian dijelaskan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya.

Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), misalnya, turun dari 86 persen pada akhir 2006 menjadi di bawah 80 persen pada akhir 2007. ”Kami memang berharap industri perbankan tidak hanya kuat dalam implementasi manajemen risiko, tetapi juga efisien sehingga bisa menawarkan suku bunga kredit yang makin rendah,” kata Budi di sela ”Expo Ekonomi Syariah” di Yogyakarta, Kamis (7/2).

Acara ini rangkaian dari Festival Ekonomi Syariah. Dengan acara ini diharapkan perbankan syariah tumbuh lebih cepat.

Empat faktor

Dalam menentukan suku bunga kredit, bank umumnya mendasarkan pada empat faktor, yaitu biaya dana, biaya operasional, margin keuntungan, dan premi risiko. Jika bank efisien, biaya operasional bisa ditekan sehingga suku bunga kredit bisa diperkecil.

Saat ini, suku bunga kredit modal kerja 13-14 persen, turun signifikan dibandingkan dengan 2007 sekitar 15-16 persen.

Per akhir 2007, aset perbankan nasional Rp 1.987 triliun, naik 17,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Posisi kredit Rp 1.046 triliun, tumbuh 25,5 persen dibandingkan dengan 2006. Pertumbuhan kredit membuat loan to deposit ratio (LDR) perbankan naik menjadi 69,2 persen. Kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gros dari 6,98 persen menjadi 4,64 persen dan NPL net dari 3,63 persen menjadi 1,94 persen.

Dalam Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu, diputuskan BI Rate tetap di level 8 persen. Ini untuk kedua kalinya berturut-turut BI Rate tertahan di 8 persen.

Gubernur BI Burhanuddin Abdullah menjelaskan, BI masih mewaspadai perkembangan yang terjadi beberapa pekan terakhir, khususnya terkait potensi resesi ekonomi di AS, meningkatnya harga komoditas di pasar internasional, dan turbulensi di pasar keuangan global. (FAJ)

No comments: