Jakarta, Kompas - Perusahaan investasi milik Pemerintah Singapura, Temasek Holding, menilai penjualan Bank Internasional Indonesia lebih menguntungkan ketimbang dimerger dengan Bank Danamon.
Pemegang saham pengendali Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia (BII), yakni Fullerton Financial Holding Pte Ltd, yang merupakan afiliasi Temasek, dalam rilisnya Senin (25/2) di Jakarta mengungkapkan, keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi terhadap opsi-opsi yang tersedia.
Fullerton berencana menyelesaikan proses penjualan BII sebelum tenggat, yaitu akhir tahun 2010.
Keputusan Temasek melepas BII adalah respons atas aturan kepemilikan tunggal (single presence policy/SPP) yang dirilis Bank Indonesia dua tahun lalu.
BI memberikan tiga opsi bagi pihak yang saat ini menjadi pemegang saham mayoritas di lebih dari satu bank, yakni melepas kepemilikannya di bank lain, memerger bank-bank yang dimilikinya, atau membentuk perusahaan induk.
Dalam rilisnya, Temasek tidak menjelaskan secara rinci alasan bahwa menjual BII lebih menguntungkan ketimbang menggabungkannya dengan Danamon.
Namun, dalam rilis yang disampaikan Temasek pada pertengahan Desember 2007, perusahaan investasi itu menyatakan hanya akan memerger Danamon dan BII jika mendapatkan insentif pajak.
Kenyataannya, Direktorat Pajak pada pertengahan Februari 2008 memastikan tidak akan memberikan keringanan pajak penghasilan atas capital gain bila terjadi pengalihan harta dengan nilai pasar.
Ditjen pajak akan tetap mengenakan PPh 30 persen. Padahal, insentif atas jenis pajak inilah yang sangat diharapkan perbankan.
Pengamat perbankan Iman Sugema menilai keputusan Temasek melepas BII lebih disebabkan oleh prospek yang kurang cerah dari bank terbesar keenam di Indonesia itu.
Per Desember 2007, laba bersih BII sebesar Rp 405 miliar, turun 36 persen dibandingkan 2006 yang senilai Rp 634 miliar. Dana pihak ketiga di BII juga tak bertumbuh, yaitu dari Rp 37,03 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 37 triliun pada akhir 2007.
Turun Rp 10
Pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia kemarin, harga saham BII tercatat Rp 320 per saham, turun Rp 10 dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya.
Direktur Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia (BI) Yang Ahmad Rizal menyatakan, belum menerima laporan dari Temasek, sebab saat ini ia sedang berada di Vietnam.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah tidak mempermasalahkan keputusan Temasek yang tidak jadi memerger bank terbesar kelima (Danamon) dan keenam (BII) di Indonesia tersebut, selama ketentuan SPP terpenuhi. ”Keputusan itu tentu berdasarkan perhitungan bisnis mereka,” kata Halim.
Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), BI mendorong terjadinya merger antarbank dengan harapan jumlah bank berkurang.
Tidak terpengaruh
Menurut Manajemen Danamon dan BII, pilihan Temasek itu telah disampaikan kepada mereka.
Presiden Direktur Danamon Sebastian Paredes menjelaskan, pada masa datang pihaknya akan berkonsentrasi penuh pada rencana pertumbuhan organik.
Rencana tersebut mencakup peningkatan dan penguatan jaringan distribusi produk dan pelayanan, termasuk membuka 78 kantor cabang konvensional dan perbankan ritel baru, serta 41 kantor cabang Adira, untuk mendukung pertumbuhan di luar pulau Jawa dan Bali.
Guna mendukung pertumbuhan pendanaan mikro, kata Sebastian, akan dibuka pula 170 titik penjualan Danamon Simpan Pinjam (DSP).
Hal senada disampaikan Presiden Direktur BII Henry Ho. Ia menghargai keputusan Fullerton. ”Ini kepentingan pemegang saham dan tidak memengaruhi operasional BII sehari-hari. BII akan terus melakukan bisnis seperti biasa,” katanya menjelaskan. (FAJ)
No comments:
Post a Comment