Sunday, July 29, 2007

ANALISA KWIK KIAN GIE


Melawan Kartel IMF


SATU hari setelah kabinet di-reshuffle terjadi silang pendapat antara Meneg PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan. Kepala Bappenas memberi pernyataan akan mengupayakan memperoleh potongan utang luar negeri atau hair cut. Langsung ditentang secara terbuka pula oleh Menteri Keuangan dengan alasan bahwa dengan pernyataan seperti itu beliau akan kesulitan menjual obligasi di luar negeri. Menkeu juga menganjurkan kepada Kepala Bappenas supaya jangan bersikap dan bertutur kata seperti anggota DPR, karena sekarang sudah menjabat sebagai Menteri.

Kepala Bappenas mengetahui bahwa semua negara pemberi pinjaman kepada Indonesia bersama-sama dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Paris Club, London Club dan IMF selalu menyatukan sikapnya terhadap negara seperti Indonesia, dan sikap itu ialah: satu dollarpun tidak akan memberikan penundaan pembayaran utang (apalagi haircut) kepada Indonesia. Penundaan pembayaran pernah diberikan selama lima tahun, tetapi dalam program pendiktean dan pengawasan yang ketat yang kita kenal dengan sebutan “Letter of Intent” dengan isi yang sangat tidak masuk akal dan merugikan Indonesia.

Kesatuan sikap ini dipimpin oleh IMF. Maka untuk mudahnya saya sebut “Kartel IMF”. Di Indonesia ada sekelompok teknokrat yang selama berpuluh-puluh tahun selalu seia sekata dengan Kartel IMF, betapapun Kartel IMF merugikan bangsa Indonesia. Ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia tidak boleh menggugat.

Karena Kepala Bappenas yang sepanjang karirnya sebagai pimpinan Komisi IX dan sekarang Komisi XI DPR menggeluti masalah-masalah utang, beliau paham betul betapa dahsyatnya utang luar negeri dan utang dalam negeri yang diciptakan oleh Kartel IMF membebani keuangan negara.

Itulah sebabnya begitu mempunyai kesempatan duduk dalam eksekutif beliau menyatakan sikapnya yang terpuji. Beliau mengatakan akan melakukannya dengan pendekatan yang hati-hati. Namun seperti kita ketahui, langsung saja disantlap. Artinya, Menteri Paskah Suuzetta baru mau berbicara saja tidak boleh! Mayoritas rakyat Indonesia mendambakan Kepala Bappenas menjadi ujung tombak membebaskan bangsa ini dari penjajahan dengan teknik-teknik mutakhir yang oleh Angkatan Darat disebut “perang modern”.

Negara-negara kreditur selama 36 tahun telah dan masih menikmati pendapatan dan manfaat luar biasa besarnya dalam bentuk uang. Dalam bentuk kekuasaan dan pengaruh terhadap seluruh negara bangsa Indonesia juga semakin lama semakin mencengkeram. Sudah tiba waktunya kita melakukan perlawanan.

Saya membela dan mendukung Kepala Bappenas dengan argumen-argumen sebagai berikut.

Kartel IMF mengajarkan good corporate governance, dan juga apa yang dinamakan prudent banking. Intinya ialah bahwa barang siapa memberi utang, wajib menilai kemampuan debitur membayar kembali utangnya secara prudent pula, yaitu membayar kembali tepat waktu dari nilai tambah yang dihasilkan oleh penggunaan utang, bukan dengan cara menjual asset seperti BUMN atau dengan cara utang baru untuk membayar utang yang jatuh tempo atau menggali lubang untuk menutup lubang yang ternganga. Kalau penilaiannya meleset, pemberi utang wajib ikut menanggung beban ketidak mampuan debitur membayar utangnya secara prudent.

Kartel IMF jelas mau menangnya sendiri. Mereka memberi utang selama 36 tahun lamanya dan menilai kemampuan Indonesia 36 kali. Sekarang penilaiannya meleset. Sedikitpun tidak mau ikut menanggung bebannya.

Sebaliknya, ketika Bank Indonesia meleset melakukan penilaian tentang kesehatan bank-bank di Indonesia, dan juga salah kaprah dalam mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia, didikte oleh Kartel IMF untuk membayari semua kerugiannya sampai jumlah Rp 600 triliun, ditambah dengan kewajiban membayar bunga yang minimal juga sebesar Rp 600 triliun.

Jadi Kartel IMF sendirinya tidak mau tau, tidak mau bertanggung jawab dan tidak mau ikut menanggung beban dalam kesalahannya ketika bertindak sebagai rentenir terhadap Indonesia selama 36 tahun itu. Tetapi ketika pemerintah Indonesia yang selalu patuh secara membabi buta terhadap pendiktean, pemaksaan dan ajaran Kartel IMF dihadapkan pada para debitur perampok uang masyarakat, Kartel IMF memaksa pembayar pajak Indonesia menanggung seluruh bebannya. Kartel IMF menerapkan standar ganda yang sangat luar biasa brutal dan khasat matanya.

Kartel IMF mengajarkan, dan bahkan memaksa Indonesia mengadopsi sepenuhnya mekanisme pasar. Kartel IMF mengetahui betul dan karena itu diajarkan kepada Indonesia bahwa musuh besar dari mekanisme pasar ialah segala sesuatu yang bersifat monopolistik. Bentuk organisasi yang monopolistik ialah kartel. Guru mekanisme pasar yang harus memusuhi kartel menghadapi Indonesia sebagai kartel.

Sebagai bangsa yang telah 60 tahun merdeka dan berdaulat, sepantasnialah kalau tidak mau diperlakukan begitu tidak adil dan tidak masuk akalnya. Maka sikap Kepala Bappenas patut didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Marilah kita menggalang kekuatan menyadarkan dan menyatukan rakyat mendukung sikap Kepala Bappenas, supaya semboyan “bersatu kita bisa” tidak menjadi “bersatu kita binasa”.

Penulis adalah ekonom, bekas Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

No comments: