Oleh : Rizal Yaya
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Wacana tentang perlu didirikannya bank pertanian syariah (BPS) di Indonesia seperti yang disampaikan KH Didin Hafidhudin sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Artikel ini ingin mengelaborasi lebih lanjut alternatif road map BPS, dengan harapan wacana tersebut bisa memberi gambaran lebih jelas.
Ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan dalam upaya memperjelas arah perwujudan BPS. Siapa yang menginisiasi pendirian BPS? Apakah pada tahap inisiasi, BPS sebaiknya merupakan bank syariah baru atau bank syariah yang sudah ada tapi mengalami reorientasi fungsi sebagai BPS? Faktor potensial apa saja yang dapat mengakibatkan kegagalan BPS? Institusi pendukung apa saja yang perlu dikuatkan guna mendukung efektivitas pengelolaan BPS?
BPS memiliki fungsi utama membantu petani perorangan dalam mendapatkan modal kerja untuk menggarap lahan pertaniannya hingga bisa produktif. Permasalahannya adalah petani perorangan merupakan segmen pembiayaan yang memiliki risiko relatif lebih tinggi dan return yang relatif lebih rendah dibanding perusahaan yang bergerak di bidang pertanian.
Risiko yang relatif lebih tinggi disebabkan oleh rentannya kegagalan panen akibat serangan hama, perubahan cuaca, dan bencana alam. Return yang relatif rendah disebabkan oleh besarnya biaya operasional yang timbul akibat terlalu banyaknya orang yang dilayani dengan skala pembiayaan yang relatif kecil bagi ukuran suatu bank.
Peran pemerintah
Dua aspek ini dipahami oleh banyak pihak sebagai penyebab enggannya bank melayani segmen usaha petani perorangan. Dalam hal ini, pihak yang paling logis untuk menginisiasi pendirian BPS adalah pemerintah. Adapun keberhasilan pemerintah dalam menginisiasinya, sangat mungkin ditiru oleh pihak swasta di kemudian hari.
Pemerintah sebagai inisiator memiliki dua alternatif dalam menginisiasi terwujudnya BPS. Alternatif pertama adalah dengan mendirikan bank baru yang konsekuensinya akan berseberangan dengan kebijakan umum Bank Indonesia untuk mendorong pengurangan jumlah bank. Altenatif kedua adalah mereorientasi salah satu bank untuk secara optimal melaksanakan fungsi sebagai BPS. Dalam hal ini alternatif melakukan reorientasi terhadap salah satu bank yang dimiliki pemerintah merupakan pilihan yang bisa sejalan dengan kebijakan jangka panjang BI.
Pemilihan bank yang akan melaksanakan fungsi BPS dapat didasarkan pada kemampuan jaringan yang mudah diakses oleh petani perorangan. Dalam hal ini pilihan yang paling mendekati adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, yang berdasarkan kebijakan office chanelling Bank Indonesia, memiliki kesempatan menggunakan seluruh jaringan Bank Rakyat Indonesia yang tersebar hingga daerah pelosok.
Irfan Syauqi Beik dalam tulisannya di harian ini menjelaskan bahwa skema salam atau lebih tepatnya salam paralel merupakan skema yang tepat untuk diterapkan BPS dalam penyaluran dananya kepada petani. Skema ini dapat menghubungkan konsumen maupun distributor yang memerlukan hasil pertanian dengan bank dan petani.
Berdasarkan skema ini konsumen/distributor membeli produk pertanian kepada bank dengan menyerahkan uang pembelian di muka. Selanjutnya uang tersebut digunakan oleh bank untuk membeli komoditas pertanian kepada petani dengan pembayaran di muka. Setelah mendapatkan dana, petani kemudian menggunakannya untuk memproduksi komoditas pertanian. Begitu musim panen tiba, petani menyerahkan hasilnya sesuai kuantitas dan kualitas yang ditentukan kepada BPS atau langsung kepada konsumen/distributor, atas perintah BPS.
Peran strategis pemerintah dalam hal ini adalah mengupayakan agar proses jual beli salam menarik dan aman bagi konsumen maupun petani. Peran strategis pemerintah lainnya adalah membantu petani agar dapat menyediakan hasil pertanian pada waktu yang disepakati dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai kesepakatan dengan BPS. Departemen pertanian sangat diperlukan untuk melakukan pendampingan kepada petani yang bertanggung jawab dalam pengadaan produk salam.
Peran pendampingan juga dapat dibarengi dengan peran pembinaan dan pengembangan sehingga petani dapat terus meningkatkan kapasitas produksinya. Dalam hal ini penyuluh lapangan juga dapat menjadi pihak yang memberi rekomendasi pada BPS tentang siapa saja di antara petani yang secara teknis memilki kemampuan menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan oleh pembeli. Dengan demikian risiko kegagalan petani menyerahkan produk salam dapat diminimalisasi.
Perlindungan asuransi
Peran strategis lain pemerintah adalah dalam hal mengembangkan asuransi pertanian yang dapat meng-cover kegagalan panen akibat bencana alam. Asuransi jenis ini belum dikembangkan di Indonesia, akan tetapi merupakan suatu yang penting dilakukan untuk menjaga kestabilan skema salam yang dikembangkan BPS.
Dalam hal ini, pemerintah dapat mendorong salah satu perusahaan asuransi milik pemerintah untuk terjun pada segmen ini. Kendati berisiko, adalah sangat mungkin bagi pemerintah untuk mendorong berkembangnya asuransi pertanian sebagaimana yang telah dikembangkan di berbagai negara maju dan berkembang lain. Karena BPS terikat dengan prinsip syariah, konsep asuransi yang dikembangkan harus memperhatikan prinsip kesesuaian dengan syariah.
Pembelian salam kepada petani secara perorangan memerlukan biaya operasional yang cukup besar. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi BPS. Kendati demikian, masalah ini dapat diatasi dengan mendorong petani untuk berkelompok agar transaksi salam dapat menjadi efisien. Kelompok petani bisa berupa suatu kelompok masyarakat (pokmas) dan bisa juga berupa kelompok yang berbadan hukum seperti koperasi.
Dalam hal ini peran Departemen Koperasi diperlukan dalam melakukan pembinaan petani. Pembinaan tersebut diperlukan dalam upaya meningkatkan kapasitas pokmas dan koperasi untuk mengakses dan bernegosiasi transaksi salam dengan BPS maupun dalam mengkoordinasi anggota agar dapat menegakkan disiplin dan profesionalitas menghasilkan produk sesuai spesifikasi pembeli.
No comments:
Post a Comment